Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan bahwa adopsi stablecoin yang meluas dan tak terkendali dapat menggerogoti kedaulatan moneter negara dengan membatasi kemampuan bank sentral dalam mengendalikan kebijakan moneter, mengelola krisis, dan menjamin stabilitas sistem keuangan.
Bayangkan sebuah dunia di mana suku bunga yang ditetapkan bank sentral tidak lagi memengaruhi perekonomian, atau di mana alat likuiditas darurat mereka menjadi tumpul saat krisis melanda. Ini bukan skenario fiksi ilmiah, tetapi peringatan nyata dari Dana Moneter Internasional (IMF). Lembaga itu menyoroti ancaman eksistensial yang datang dari tempat yang tak terduga: stablecoin, aset kripto “stabil” yang justru berpotensi melumpuhkan kendali otoritas moneter tradisional.
Dalam beberapa tahun terakhir, stablecoin telah naik daun sebagai jembatan antara dunia kripto yang volatil dan sistem keuangan tradisional. Namun, di balik faedahnya untuk pembayaran cepat dan lintas batas, mengintai risiko sistemik yang mulai disuarakan dengan lantang oleh penjaga stabilitas keuangan global.
Dana Moneter Internasional (IMF) secara resmi memperingatkan bahwa adopsi stablecoin skala besar—terutama yang didominasi oleh penerbit swasta—dapat secara signifikan membatasi efektivitas dan otonomi kebijakan bank sentral. Ancaman ini bukan lagi sekadar teori, melainkan sebuah kemungkinan yang kian nyata seiring kapitalisasi pasar stablecoin global yang terus meroket, mendekati US$200 miliar pada akhir 2025.
“Adopsi stablecoin yang meluas dapat mengikis kemampuan bank sentral dalam mengendalikan kebijakan moneter dan stabilitas finansial,” demikian inti peringatan IMF dalam sebuah analisis mendatang yang dikutip oleh Decrypt. Peringatan ini menempatkan stablecoin bukan hanya sebagai inovasi teknologi, tetapi sebagai potensi penantang legitimasi dan fungsi uang fiat yang selama ini dipegang oleh negara.
Mekanisme utama bank sentral untuk mengendalikan perekonomian—seperti menaikkan atau menurunkan suku bunga kebijakan—bergantung pada pengaruhnya terhadap pasokan uang dan kredit dalam sistem perbankan. Jika masyarakat dan bisnis beralih secara massal menggunakan stablecoin swasta (seperti USDT atau USDC) untuk transaksi dan tabungan, perubahan suku bunga bank sentral bisa kehilangan gigitannya. Uang yang “mengalir” di ekosistem stablecoin swasta menjadi kurang responsif terhadap sinyal kebijakan moneter. Analis IMF khawatir, hal ini dapat mempersulit upaya mengendalikan inflasi atau mendorong pertumbuhan ekonomi di saat dibutuhkan.
Dalam krisis keuangan, bank sentral berfungsi sebagai lender of last resort (pemberi pinjaman darurat) untuk mencegah kepanikan dan keruntuhan sistemik dengan menyediakan likuiditas. Namun, fungsi penyelamatan ini secara tradisional bekerja melalui sistem perbankan yang menggunakan uang bank sentral. Jika aktivitas keuangan berpindah besar-besaran ke jaringan stablecoin swasta yang di luar kendali langsung bank sentral, kemampuan mereka untuk menyuntikkan likuiditas darurat dan mencegah run (pelarian dana) menjadi sangat terbatas. Ini menciptakan titik lemah baru dalam arsitektur keuangan global.
Ledakan stablecoin juga berisiko menciptakan fragmentasi. Alih-alih satu sistem moneter yang kohesif, akan muncul banyak “pulau” keuangan digital yang dioperasikan oleh entitas swasta dengan aturan, standar cadangan, dan risiko yang berbeda-beda. Krisis kepercayaan pada satu stablecoin besar dapat dengan cepat menyebar ke lainnya dan berpotensi meluber ke pasar tradisional. IMF menekankan bahwa tanpa kerangka regulasi global yang kuat—yang mengatur cadangan, tata kelola, dan ketahanan—stablecoin justru bisa menjadi sumber ketidakstabilan baru, bukan peredamnya.
Peringatan IMF ini sejalan dengan penelitian dari Bank for International Settlements (BIS) yang menyebutkan bahwa aset kripto, termasuk stablecoin, tetap menjadi bagian dari “ekosistem yang rentan” yang terhubung secara rumit dengan keuangan tradisional. Beberapa bank sentral, termasuk Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa, telah merespons dengan mempercepat proyek mata uang digital mereka sendiri (CBDC) yang diharapkan dapat menawarkan manfaat digital tanpa menyerahkan kedaulatan moneter kepada pihak swasta.
Pada akhirnya, pesan IMF jelas: inovasi keuangan tidak boleh mengorbankan stabilitas. Masa depan stablecoin akan sangat ditentukan oleh seberapa baik regulator global dapat merancang aturan main yang memastikan bahwa “stabilitas” dalam nama mereka bukan sekadar ilusi, tetapi benar-benar terkukung oleh sistem yang aman, transparan, dan—yang paling penting—tetap berada dalam kerangka kedaulatan kebijakan ekonomi nasional.
Digionary:
● Bank Sentral: Lembaga negara yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter, stabilitas nilai mata uang, dan pengawasan sistem keuangan (contoh: Bank Indonesia, The Fed).
● CBDC (Central Bank Digital Currency): Mata uang digital resmi yang diterbitkan dan dijamin oleh bank sentral suatu negara.
● Kebijakan Moneter: Serangkaian tindakan yang dilakukan bank sentral untuk mengendalikan jumlah uang beredar dan suku bunga guna mencapai stabilitas harga dan pertumbuhan ekonomi.
● Lender of Last Resort: Fungsi fundamental bank sentral sebagai pemberi pinjaman darurat kepada institusi keuangan yang mengalami kesulitan likuiditas untuk mencegah kepanikan sistemik.
● Stablecoin: Aset kripto yang nilainya dirancang untuk stabil dengan cara dipatok (pegged) ke aset lain, seperti mata uang fiat (contoh: Dolar AS) atau emas.
#IMF #Stablecoin #BankSentral #KebijakanMoneter #KeuanganGlobal #Fintech #Regulasi #SistemKeuangan #USDT #USDC #CBDC #KedaulatanMoneter #EkonomiDigital #RisikoSistemik #Likuiditas #BIS #Investasi #AsetKripto #PeringatanIMF #StabilitasFinansial
