Bitcoin Nyungsep, OJK Ingatkan Investor Domestik soal Bahaya Volatilitas Global

- 1 Desember 2025 - 18:22

Tekanan tajam di pasar kripto global—dipicu gejolak suku bunga The Fed, aksi jual investor institusi, hingga melemahnya sentimen risiko—mendorong Bitcoin amblas ke bawah US$ 90.000 dan memicu peringatan keras dari OJK. Regulator meminta investor domestik meningkatkan literasi sekaligus memahami volatilitas kripto yang makin ekstrem, di tengah anjloknya Ethereum, Solana, dan aset kripto besar lainnya. Dengan Fear & Greed Index merosot ke level ketakutan ekstrem, pasar Indonesia ikut terguncang karena sebagian besar aset kripto yang diperdagangkan berbasis luar negeri. OJK menekankan perlunya pemahaman karakter instrumen, manajemen risiko, dan literasi digital sebagai tameng menghadapi gejolak pasar global.


Fokus Utama:

■ Gejolak global—termasuk ketidakpastian suku bunga The Fed dan kebijakan SEC—memicu aksi jual besar-besaran sehingga Bitcoin dan altcoin terjun dalam.
■ OJK memberikan peringatan keras kepada investor Indonesia agar memahami karakter aset kripto yang sangat volatil dan meningkatkan literasi digital.
■ Sentimen pasar yang masuk kategori “extreme fear” memperlihatkan rapuhnya psikologi investor, sementara Indonesia tetap sangat terhubung dengan dinamika kripto global.


Gejolak pasar kripto kembali memanas. Dalam sepekan terakhir, Bitcoin tersungkur dari puncak kejayaannya dan menyeret hampir seluruh aset digital lainnya ke zona merah. Di tengah badai ketidakpastian global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyerukan peringatan penting: investor Indonesia harus lebih cermat, lebih terdidik, dan lebih siap menghadapi volatilitas ekstrem yang kini menjadi “wajah baru” pasar kripto global.

Pasar aset kripto kembali bergejolak hebat. Setelah dua bulan terakhir diwarnai optimisme dan reli harga, tekanan global yang datang bertubi-tubi akhirnya memukul pasar kripto ke titik terlemah dalam beberapa bulan terakhir. Bitcoin—yang sering dianggap sebagai barometer kesehatan industri kripto—jatuh bebas melewati psikologis US$ 90.000 dan bahkan sempat menembus zona US$ 80.000.

Padahal, pada Oktober 2025 lalu, Bitcoin baru saja mencetak rekor bersejarah di sekitar US$ 125.000. Lonjakan tersebut kala itu dipicu optimisme pasar terhadap pemangkasan suku bunga Federal Reserve (The Fed) dan meningkatnya aliran dana institusi ke instrumen aset digital. Namun momentum itu seolah menguap begitu saja.

Gelombang Tekanan Global Menyapu Kripto

Kombinasi faktor global menjadi pemicu utama kejatuhan ini. Pertama, ketidakpastian terhadap arah kebijakan suku bunga The Fed. Pekan terakhir November 2025, pasar mulai meragukan apakah bank sentral AS akan benar-benar mengeksekusi pemangkasan suku bunga pada Desember. Data tenaga kerja AS yang lebih kuat dari ekspektasi serta inflasi inti yang tetap kaku membuat ekspektasi pasar berubah cepat.

Dalam kondisi seperti ini, perilaku investor global kembali cenderung “risk-off”: menjauhi aset berisiko tinggi dan mengalihkan dana ke aset aman seperti US Treasury atau emas.

Kedua, kebijakan terbaru Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat (SEC). Nota kebijakan tahunan SEC yang tidak menjadikan kripto sebagai prioritas pemeriksaan 2026 justru memicu kegusaran pasar. Alih-alih dianggap sebagai kelonggaran, pasar menilai sikap tersebut sebagai ketidakpastian regulasi yang berkelanjutan.

Ketiga, tensi geopolitik global—mulai dari konflik perdagangan baru antara AS dan Tiongkok hingga ketegangan politik di Eropa Timur—memperparah kekhawatiran investor global. Sejumlah analis global menyebut kondisi ini sebagai “the perfect storm” bagi aset digital.

Bitcoin Terhempas, Altcoin Ikut Terseret

Tidak hanya Bitcoin, aset kripto besar lainnya seperti Ethereum (ETH), Solana (SOL), dan Binance Coin (BNB) juga mencatat penurunan signifikan. Ethereum, yang sebelumnya stabil di kisaran US$ 5.000, anjlok ke bawah US$ 4.000. Sedangkan Solana merosot dari US$ 190 ke kisaran US$ 150.

Di pasar derivatif kripto, posisi leverage yang tinggi memperparah tekanan jual. Data Coinglass per akhir November 2025 menunjukkan likuidasi posisi long mencapai lebih dari US$ 1,8 miliar hanya dalam 48 jam. Angka ini menjadi salah satu likuidasi terbesar sejak awal tahun.

Indeks Fear & Greed global yang biasa menjadi acuan psikologi pasar, merosot ke angka 21, masuk kategori “extreme fear”. Dalam sejarahnya, level ini kerap menjadi pertanda bahwa investor mulai panik dan melepas asetnya secara masif.

Pasar Indonesia Ikut Terguncang

Di Indonesia, gejolak global tersebut langsung terasa. Harga aset kripto di platform exchange lokal bergerak mengikuti pasar internasional, karena mayoritas aset kripto yang diperdagangkan di Tanah Air berasal dari luar negeri. Inilah salah satu alasan utama OJK angkat bicara.

“Karenanya respons OJK kami mengimbau kepada seluruh investor atau konsumen aset kripto domestik untuk terus meningkatkan pemahaman akan karakteristik dari instrumen ini,” ujar Hasan Fawzi, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, di sela agenda OECD di Bali, Senin (1/12).

OJK menegaskan bahwa volatilitas aset kripto bukan fenomena baru, namun tingkat fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir semakin ekstrem. Regulator mencatat bahwa di tengah maraknya investor ritel baru, pemahaman terhadap risiko masih tidak merata.

Literasi Digital: Pertahanan Utama Investor

OJK menyadari bahwa pasar aset digital terus berkembang, baik dari sisi jumlah investor maupun nilai transaksi. Karena itu, edukasi literasi digital menjadi prioritas mereka. Program literasi tersebut kini menyasar berbagai daerah, termasuk wilayah dengan pertumbuhan investor kripto paling cepat.

Menurut data Kementerian Perdagangan 2025, jumlah investor kripto Indonesia telah melampaui 20 juta orang, mendekati jumlah investor pasar saham. Namun riset internal OJK menunjukkan masih banyak investor pemula yang melakukan transaksi spekulatif tanpa strategi pengelolaan risiko.

Beberapa temuan OJK antara lain:

● Banyak investor ritel hanya terpaku pada rekomendasi media sosial.
● Minimnya pemahaman tentang mekanisme leverage, margin, dan risiko likuidasi.
● Rendahnya pengetahuan mengenai volatilitas tinggi yang menjadi ciri khas aset digital.
● Investor cenderung masuk ketika harga sudah tinggi, bukan saat pasar terkoreksi.

Dalam konteks ini, OJK menilai bahwa pemahaman karakter instrumen menjadi kunci agar investor tidak terjebak perilaku FOMO (fear of missing out) yang berulang.

Faktor Politik AS: Dampak dari “Ulah Trump”

Dalam lanskap global, dinamika politik AS juga memainkan peran tersendiri. Pasar menyoroti retorika kebijakan Presiden AS Donald Trump yang kembali menimbulkan ketidakpastian terhadap regulasi sektor teknologi dan digital. Judul artikel Kompas lain yang ditautkan—“Ulah Trump Bikin Aset Kripto Tenggelam”—menegaskan bahwa perubahan kebijakan AS, meski belum resmi diumumkan, dapat mempengaruhi persepsi investor terhadap masa depan stablecoin, ETF kripto, hingga tokenisasi aset.

Ketidakpastian inilah yang sering memicu aksi jual besar-besaran pada aset dengan risiko tinggi seperti kripto.

The Fed, ETF, dan Masa Depan Harga Kripto

Di balik turbulensi jangka pendek, pasar sebenarnya menunggu beberapa pemicu baru. Narasi global yang membentuk masa depan kripto kini berkembang ke tiga arah utama:

  • Ekspansi ETF kripto yang memperluas akses investor institusi.
  • Pertumbuhan stablecoin berbasis dolar digital.
  • Tokenisasi Real World Assets (RWA) yang diprediksi menjadi segmen baru bernilai trilunan dolar dalam lima tahun mendatang.

Namun seluruh narasi tersebut tetap berada di bawah bayang-bayang kebijakan suku bunga The Fed. Setiap pergeseran kecil dalam pernyataan pejabat bank sentral AS dapat mengguncang pasar kripto secara signifikan, sebagaimana terlihat dalam beberapa bulan terakhir.

Di tengah tekanan global yang belum mereda, OJK menegaskan bahwa literasi digital bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan dasar bagi investor kripto. Regulator berkomitmen untuk terus memperkuat edukasi di seluruh daerah, terutama untuk investor baru yang kian massif.

Pesan OJK sederhana namun jelas, pasar kripto tetap penuh potensi, namun di balik potensi itu terdapat risiko besar. Investor domestik harus memahami karakter ini, mengelola eksposur dengan bijak, dan tidak terbawa arus sentimen global yang berubah cepat. (08)


Digionary:

● Aset Kripto — Instrumen digital berbasis blockchain yang diperdagangkan secara global.
● Altcoin — Aset kripto selain Bitcoin.
● BNB — Aset kripto milik ekosistem Binance.
● Bitcoin (BTC) — Aset kripto terbesar dan paling berpengaruh global.
● Exchanger — Platform untuk membeli dan menjual aset kripto.
● Extreme Fear — Kondisi psikologis pasar ketika indeks Fear & Greed berada di level sangat rendah.
● Fear & Greed Index — Indikator sentimen investor global.
● Federal Reserve (The Fed) — Bank sentral Amerika Serikat yang menentukan suku bunga acuan dunia.
● Inovasi Teknologi Sektor Keuangan — Bidang pengawasan OJK terkait teknologi finansial.
● Leverage — Mekanisme perdagangan dengan utang untuk memperbesar eksposur.
● Likuidasi — Penutupan paksa posisi trading akibat tidak cukupnya margin.
● Margin — Jaminan dana dalam perdagangan derivatif kripto.
● OJK — Regulator sektor jasa keuangan Indonesia.
● Risk-Off — Sikap investor menjauhi aset berisiko saat sentimen global memburuk.
● RWA (Real World Assets) — Tokenisasi aset nyata seperti obligasi dan properti.
● SEC — Otoritas pasar modal Amerika Serikat.
● Solana (SOL) — Aset kripto berkecepatan tinggi yang populer untuk aplikasi terdesentralisasi.
● Stablecoin — Aset kripto yang nilainya dipatok pada mata uang tertentu (misalnya US$).
● Tokenisasi — Proses membuat representasi digital dari aset nyata.
● Volatilitas — Tingkat fluktuasi harga suatu aset.

#Bitcoin #OJK #Kripto #Cryptocurrency #Ethereum #Solana #BNB #FederalReserve #TheFed #SEC #MarketCrash #DigitalAsset #CryptoIndonesia #FearAndGreedIndex #Blockchain #CryptoMarket #InvestorKripto #RegulasiKeuangan #EkonomiDigital #Fintech

Comments are closed.