JPYC Jadi Stablecoin Yen Pertama di Dunia, Jepang Uji Coba Masa Depan Uang Digital

- 28 Oktober 2025 - 16:50

Jepang resmi menerbitkan stablecoin berbasis yen pertama di dunia melalui JPYC Co., Ltd., menandai babak baru dalam sistem keuangan digital Negeri Sakura. Langkah ini mempertegas ambisi Tokyo menjadi pemain utama dalam ekosistem aset digital global, sekaligus menguji kesiapan masyarakat Jepang yang selama ini masih kuat bergantung pada uang tunai. Dengan dukungan regulasi ketat dan cadangan aset yang dijamin 100%, JPYC diharapkan menjadi jembatan antara sistem keuangan tradisional dan dunia blockchain modern.


Fokus Utama

● JPYC menjadi stablecoin yen pertama di dunia, didukung penuh cadangan yen dan obligasi pemerintah Jepang (JGB), serta diawasi Financial Services Agency (FSA).
● Pemerintah Jepang memperketat regulasi aset digital, termasuk revisi undang-undang untuk memastikan perlindungan pengguna dan kestabilan sistem keuangan.
● JPYC membuka jalan bagi ekspansi internasional dan potensi kolaborasi lintas negara di tengah persaingan Asia Timur, di mana Korea Selatan dan Tiongkok juga menyiapkan stablecoin nasional.


Jepang meluncurkan stablecoin yen pertama di dunia bernama JPYC, membuka era baru keuangan digital Asia. Didukung penuh oleh cadangan yen dan obligasi pemerintah, JPYC menjadi langkah strategis Jepang menantang dominasi dolar AS di pasar aset digital global.


Jepang akhirnya mengambil langkah besar di ranah keuangan digital. Melalui perusahaan fintech JPYC Co., Ltd., Negeri Sakura meluncurkan stablecoin berbasis yen pertama di dunia, sebuah inovasi yang berpotensi mengubah wajah transaksi global dan mengurangi dominasi dolar AS di sektor aset digital.

Stablecoin bernama JPYC itu diluncurkan bersamaan dengan platform JPYC EX, wadah resmi untuk penerbitan dan penebusan token. Seluruh prosesnya berada di bawah pengawasan Financial Services Agency (FSA) Jepang, memastikan setiap token yang beredar dijamin penuh oleh cadangan yen dan obligasi pemerintah Jepang (JGB) sesuai ketentuan Payment Services Act.

“Kami ingin mendorong inovasi dengan memberikan akses biaya transaksi dan penyelesaian yang rendah bagi para startup. Kami juga terbuka terhadap kerja sama modal lintas negara untuk memperluas interoperabilitas global,” ujar CEO JPYC, Noritaka Okabe, dalam keterangan resminya.

Arah Baru Keuangan Jepang

Langkah ini bukan sekadar gebrakan teknologi, tetapi juga sinyal kebijakan. Jepang selama ini dikenal konservatif dalam urusan uang digital. Lebih dari 80% transaksi domestik masih menggunakan uang tunai atau kartu kredit. Kini, JPYC membuka peluang baru bagi warga dan pelaku usaha untuk bertransaksi secara cepat, transparan, dan aman di jaringan blockchain seperti Ethereum, Avalanche, dan Polygon.

JPYC dirancang untuk menjaga nilai 1:1 terhadap yen Jepang dan ditargetkan mencapai penerbitan hingga JPY10 triliun (sekitar Rp1.087 triliun) dalam tiga tahun. Untuk mempercepat adopsi, JPYC tidak mengenakan biaya transaksi, dan pendapatan utama berasal dari bunga obligasi yang menjadi cadangan aset.

Regulasi Ketat, Adopsi Masih Bertahap

Peluncuran JPYC sejalan dengan kebijakan pemerintah Jepang yang memperketat aturan aset digital. Pada 2023, pemerintah merevisi Funds Settlement Act dan Banking Act, mewajibkan setiap penerbit stablecoin terdaftar resmi dan mematuhi ketentuan perlindungan dana pengguna.

Deputi Gubernur Bank of Japan (BOJ) Ryozo Himino menilai, perkembangan stablecoin harus diikuti kesiapan regulasi global.
“Stablecoin bisa menjadi pemain penting dalam sistem pembayaran internasional dan sebagian menggantikan fungsi simpanan bank,” kata Himino dalam pidatonya pekan lalu seperti dikutip Reuters. Ia menegaskan pentingnya adaptasi regulator menghadapi transformasi sistem keuangan digital.

Namun, tantangan tetap besar. Jepang masih dikenal sebagai masyarakat yang “cash-centric.” Okabe mengakui adopsi luas stablecoin yen “akan membutuhkan waktu dua hingga tiga tahun, kecuali jika bank-bank besar ikut terlibat.”

Persaingan Regional dan Dampak Global

Langkah Jepang menambah daftar negara Asia Timur yang berlomba dalam inovasi mata uang digital. Korea Selatan sudah mengumumkan rencana penerbitan stablecoin berbasis won, sementara Tiongkok mulai mempertimbangkan stablecoin yang dipatok pada yuan, melengkapi uji coba mata uang digital resmi (e-CNY) mereka.

Meski hingga kini lebih dari 99% stablecoin global masih berbasis dolar AS seperti USDT (Tether) dan USDC (Circle), analis menilai langkah Jepang bisa menjadi pemicu diversifikasi pasar. Dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia dan reputasi kuat dalam regulasi finansial, stablecoin yen berpotensi menjadi alternatif yang lebih stabil dan dipercaya di Asia.


Digionary:

● Avalanche — Jaringan blockchain dengan kecepatan tinggi dan biaya transaksi rendah.
● Blockchain — Teknologi penyimpanan data terdesentralisasi yang menjadi dasar cryptocurrency.
● Ethereum — Platform blockchain populer yang mendukung kontrak pintar (smart contract).
● FSA (Financial Services Agency) — Otoritas pengawas keuangan Jepang.
● Interoperabilitas — Kemampuan berbagai sistem atau jaringan untuk saling terhubung dan bekerja sama.
● JGB (Japanese Government Bonds) — Obligasi pemerintah Jepang yang digunakan sebagai jaminan nilai JPYC.
● JPYC EX — Platform resmi penerbitan dan penebusan stablecoin JPYC.
● My Number — Sistem identitas nasional warga Jepang, mirip Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Indonesia.
● Payment Services Act — Undang-undang Jepang yang mengatur layanan pembayaran digital.
● Stablecoin — Aset kripto yang nilainya dipatok pada mata uang tertentu, seperti dolar atau yen, untuk menghindari volatilitas tinggi.
● USDC / USDT — Stablecoin berbasis dolar AS yang paling banyak digunakan di dunia.

#JPYC #StablecoinYen #FintechJepang #Blockchain #CryptoAsia #DigitalCurrency #BankOfJapan #RegulasiKripto #KeuanganDigital #YenDigital #JPYCEX #JGB #FSAJapan #TeknologiFinansial #Cryptocurrency #EkonomiJepang #AsetDigital #DeFi #KriptoGlobal #Web3Asia

Comments are closed.