Stablecoin mulai menembus arus utama pembayaran di Amerika Serikat. Biaya transaksi kartu kredit yang tembus US$187,2 miliar pada 2024 menjadi pemicu bisnis kecil dan menengah beralih ke stablecoin. Dengan dukungan regulasi baru dan langkah besar pemain seperti Circle, stablecoin dipandang bisa merevolusi cara konsumen berbelanja, sekaligus menantang dominasi bank dan perusahaan kartu kredit.
Fokus Utama:
1. Biaya transaksi kartu kredit yang melonjak mendorong bisnis mencari alternatif pembayaran yang lebih murah dan cepat.
2. Stablecoin masuk ke ritel lewat uji coba langsung di kedai kopi dan toko, membuka jalan adopsi massal.
3. Regulasi dan IPO kripto memberi legitimasi baru, meningkatkan peluang stablecoin menggeser sistem pembayaran tradisional.
Sebuah ‘revolusi senyap’ tengah berlangsung di dunia pembayaran Amerika Serikat. Setelah bertahun-tahun didominasi oleh kartu kredit dan debit, kini stablecoin mulai menembus arus utama.
Langkah besar ini ditandai dengan IPO Circle, penerbit stablecoin USDC, yang melesat di bursa New York pada Juni lalu. Ditambah dengan lahirnya GENIUS Act—undang-undang pertama di AS yang mengatur stablecoin—kepercayaan terhadap aset digital yang dipatok pada nilai dolar semakin kuat.
Bagi bisnis kecil dan menengah, stablecoin bukan sekadar tren. Ia menawarkan solusi untuk masalah yang selama ini jadi keluhan utama: biaya transaksi kartu kredit. Menurut laporan Nilson Report, biaya pemrosesan transaksi pedagang di AS mencapai rekor US$187,2 miliar pada 2024. Angka itu dipungut dari gesekan kartu dan pembayaran digital melalui ponsel.
“Kalau biaya transaksi kartu kredit diibaratkan karyawan, mereka pasti jadi pegawai dengan gaji tertinggi di bisnis saya,” ujar Wade Preston, pendiri Prevail Coffee Roasters di Alabama seperti dikutip CNBC. Perusahaan yang mengoperasikan empat gerai itu kini menguji aplikasi pembayaran berbasis stablecoin agar pelanggan bisa membayar langsung di kasir.
Selain memangkas biaya, stablecoin juga menjanjikan pembayaran yang lebih cepat. “Ada potensi luar biasa di stablecoin. Teknologi ini bisa mendisrupsi pembayaran tradisional dengan kartu kredit dan debit. Transaksi lebih cepat, murah, efisien, dan lebih nyaman bagi konsumen maupun bisnis,” kata Doug Kantor, penasihat hukum di National Association of Convenience Stores.
Fenomena ini menandai pergeseran besar. Jika sebelumnya stablecoin hanya dipandang sebagai instrumen investasi kripto, kini ia mulai digunakan untuk transaksi harian di toko dan kedai kopi. Para analis memperkirakan tren ini bisa mengguncang dominasi bank besar dan perusahaan kartu kredit seperti Visa dan Mastercard.
Di sisi lain, regulasi memberi legitimasi. Dengan payung hukum baru, stablecoin tidak lagi dianggap liar. “Kombinasi regulasi jelas dan infrastruktur pembayaran baru membuka babak baru dalam industri ritel dan finansial Amerika,” tulis laporan riset PwC 2025.
Pertanyaan besar berikutnya: apakah konsumen siap meninggalkan kebiasaan gesek kartu? Atau stablecoin hanya akan menjadi pelengkap sistem pembayaran yang sudah ada? Satu hal yang pasti, pertarungan atas masa depan uang digital kini benar-benar dimulai.
Digionary:
● Circle: Perusahaan penerbit stablecoin USDC, salah satu pemain terbesar di pasar kripto global.
● GENIUS Act: Undang-undang stablecoin di AS yang memberikan kerangka regulasi jelas terhadap aset digital berbasis dolar.
● Nilson Report: Laporan tahunan yang melacak data industri kartu pembayaran global.
● Stablecoin: Jenis cryptocurrency yang nilainya dipatok pada aset stabil, seperti dolar AS, untuk menghindari volatilitas ekstrem.
● USDC: Stablecoin yang diterbitkan oleh Circle dan dipatok 1:1 terhadap dolar AS.
#Stablecoin #USDC #Circle #GENIUSAct #DigitalPayment #CryptoAdoption #Fintech #Blockchain #CryptoNews #RitelAmerika #Visa #Mastercard #DigitalDollar #PembayaranDigital #OJK #CryptoRegulation #Cashless #FinancialInnovation #FutureOfMoney #Crypto2025
