Korea Selatan Deteksi 36 Ribu Transaksi Kripto Mencurigakan Sepanjang 2025

- 24 September 2025 - 11:09

Otoritas Korea Selatan mencatat lonjakan mencurigakan di pasar aset kripto: sebanyak 36.684 transaksi ditandai sepanjang Januari–Agustus 2025, rekor tertinggi dan melampaui total gabungan dua tahun sebelumnya. Fenomena ini memperlihatkan sisi gelap dari pesatnya adopsi kripto, mulai dari praktik pengiriman uang ilegal lintas negara (hwanchigi) hingga penggunaan stablecoin dalam pencucian uang.


Fokus Utama:

1. Lonjakan mencurigakan – FIU dan otoritas bea cukai mencatat 36.684 laporan transaksi mencurigakan, naik tajam dibanding 2023 (16.076) dan 2024 (19.658).
2. Modus utama – 90% kasus terkait hwanchigi, yaitu pengiriman uang ilegal melalui konversi kripto, termasuk kasus US$42 juta lewat stablecoin Tether antara Korea Selatan–Rusia.
3. Dilema global – Regulasi internasional, dari Uni Eropa hingga Inggris, tengah mencari formula mengendalikan stablecoin dan aset digital tanpa menghambat inovasi pembayaran.


Korea Selatan mencatat 36.684 transaksi kripto mencurigakan sepanjang 2025, rekor tertinggi dalam sejarah. Mayoritas kasus terkait hwanchigi atau pengiriman uang ilegal, memperlihatkan dilema global soal regulasi stablecoin dan aset digital.


Korea Selatan tengah menghadapi gelombang baru potensi kejahatan keuangan di sektor kripto. Data terbaru Financial Intelligence Unit (FIU) dan Korea Customs Service (KCS) menunjukkan, sepanjang Januari hingga Agustus 2025, penyedia jasa aset virtual (VASPs) melaporkan 36.684 transaksi mencurigakan (suspicious transaction reports/STRs). Angka ini bukan saja rekor tertinggi, tapi juga melampaui total gabungan 2023 (16.076) dan 2024 (19.658).

Laporan transaksi mencurigakan merupakan salah satu pilar utama dalam rezim anti-pencucian uang (AML) Korea Selatan. Aturan mewajibkan bank, kasino, dan VASPs untuk melaporkan setiap indikasi aliran dana yang berhubungan dengan tindak pidana, pencucian uang, atau pembiayaan terorisme.

“Lonjakan ini tidak bisa dianggap sepele. Pemerintah harus menyiapkan langkah sistematis untuk menghadapi model baru kejahatan valas berbasis kripto,” ujar Jin Sung-joon, anggota parlemen yang menerima data FIU, dikutip Yonhap.

Modus Hwanchigi: Uang Ilegal Jadi Kripto

Mayoritas kasus yang ditandai berkaitan dengan hwanchigi, istilah lokal untuk pengiriman uang ilegal. Skemanya sederhana: hasil kejahatan dikonversi ke kripto melalui platform luar negeri, dialirkan ke bursa domestik, lalu dicairkan dalam won.

Sejak 2021 hingga Agustus 2025, KCS mencatat US$7,1 miliar kasus kejahatan kripto yang dilimpahkan ke kejaksaan, dengan sekitar 90% terkait hwanchigi. Salah satu kasus terbesar terjadi pada Mei 2025, saat bea cukai membongkar jaringan broker bawah tanah yang menggunakan stablecoin Tether (USDT) untuk mengalirkan sekitar US$42 juta antara Korea Selatan dan Rusia. Dua warga Rusia dituduh melakukan lebih dari 6.000 transaksi ilegal sepanjang Januari 2023 hingga Juli 2024.

Masalah Global: Antara Inovasi dan Risiko

Fenomena Korea Selatan mencerminkan dilema global. Stablecoin dan aset digital memang menjanjikan pembayaran cepat dan murah, namun juga membuka kanal baru bagi aliran dana ilegal lintas negara.

Uni Eropa lewat regulasi Markets in Crypto-Assets (MiCA) kini mewajibkan penerbit stablecoin untuk mengantongi lisensi dan membatasi transaksi harian maksimal 1 juta transaksi atau 200 juta euro. Bank Sentral Eropa bahkan pernah mengusulkan pembatasan kepemilikan euro digital hingga 3.000 euro per orang.

Di Inggris, Bank of England pada 2023 mengajukan batas kepemilikan pound digital antara 10.000–20.000 pound (setara US$13.558–US$27.116). Namun komunitas kripto lokal menilai langkah ini sulit diterapkan dalam praktik.

Ancaman Nyata untuk Ekosistem Digital

Pakar keuangan menilai, tanpa regulasi lintas negara yang konsisten, upaya memerangi kejahatan kripto akan selalu tertinggal dari modus operandi pelaku. “Kripto tidak mengenal batas negara, sehingga regulasinya juga harus punya dimensi internasional,” ujar seorang peneliti kripto dari Seoul National University.

Korea Selatan sendiri kini memperkuat koordinasi antar lembaga – mulai dari FIU, KCS, hingga otoritas keuangan – untuk menutup celah pencucian uang lewat kripto. Dengan tren adopsi aset digital yang terus naik, tantangan utamanya adalah memastikan inovasi tetap berjalan, tetapi risiko kriminal bisa ditekan sedini mungkin.

Digionary:

● AML (Anti-Money Laundering) – kebijakan dan prosedur untuk mencegah pencucian uang.
● FIU (Financial Intelligence Unit) – lembaga intelijen keuangan Korea Selatan yang memantau aliran dana mencurigakan.
● Hwanchigi – praktik ilegal pengiriman uang lintas negara melalui perantara, sering menggunakan kripto.
● KCS (Korea Customs Service) – otoritas bea cukai Korea Selatan.
● MiCA (Markets in Crypto-Assets) – regulasi Uni Eropa untuk mengawasi aset kripto, termasuk stablecoin.
● Stablecoin – aset digital yang nilainya dipatok pada mata uang fiat (misalnya USDT yang dipatok ke US$).
● STR (Suspicious Transaction Report) – laporan wajib jika transaksi keuangan dicurigai terkait tindak pidana.
● VASPs (Virtual Asset Service Providers) – penyedia jasa aset virtual, termasuk bursa kripto dan dompet digital.

#KoreaSelatan #Kripto #Stablecoin #Hwanchigi #AML #PencucianUang #FIU #KCS #CryptoCrime #USDT #Tether #DigitalCurrency #MiCA #UniEropa #FinancialRegulation #Blockchain #AsetDigital #CryptoFraud #RegulasiKripto #GlobalFinance

Comments are closed.