Jamie Dimon: “Gelembung Kredit Amerika Mulai Retak, Wall Street Dibayangi Krisis”

- 22 Oktober 2025 - 07:59

Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, kembali mengirim sinyal bahaya untuk ekonomi Amerika. Setelah dua perusahaan besar kolaps, ia memperingatkan potensi ledakan kredit macet yang bisa mengguncang stabilitas sistem keuangan global. Pasar mungkin sedang menikmati euforia AI, tapi Dimon melihat sesuatu yang lebih mengkhawatirkan di bawah permukaannya.


Fokus Utama:

1. Sinyal Awal Krisis Baru – Dua perusahaan besar ambruk menjadi indikator risiko sistemik yang mulai muncul di sektor kredit AS.
2. Bayangan Lama dari Krisis 2008 – Likuiditas mengetat, kredit swasta melebar, dan bank-bank menengah mulai goyah.
3. Jamie Dimon, Si Penjaga Wall Street – Di tengah euforia pasar, Dimon tetap jadi suara rasional yang mengingatkan dunia, uang murah selalu punya harga.


Jamie Dimon, CEO JPMorgan Chase, memperingatkan potensi krisis kredit baru di AS setelah dua perusahaan besar kolaps. Ia menilai pasar keuangan global sedang menuju fase berisiko tinggi setelah bertahun-tahun hidup di era uang murah.


Di Wall Street, suara Jamie Dimon bukan sekadar opini — ia adalah alarm dini. Setiap kalimatnya bisa mengguncang pasar, setiap peringatannya dianggap kompas moral bagi dunia perbankan. Dan kini, sang CEO JPMorgan Chase itu kembali meniup peluit bahaya.

“Saya mungkin tidak seharusnya mengatakan ini,” ujarnya dalam wawancara dengan The Economist, belum lama ini. “Tapi kalau Anda melihat satu kecoak, kemungkinan besar masih ada yang lain.”

Ucapan bernada dingin itu muncul setelah dua perusahaan besar di Amerika Serikat tumbang: Tricolor, perusahaan pembiayaan mobil, dan First Brands, produsen suku cadang otomotif. Bagi Dimon, dua kasus itu bukan sekadar kebetulan — melainkan tanda bahwa dapur sistem keuangan Amerika mulai kotor lagi.

Kecoak di Dapur Wall Street

Hanya dua hari setelah peringatan Dimon, pasar langsung bergetar. Saham bank-bank regional AS anjlok 6% pada 16 Oktober. Western Alliance Bancorporation dan Zions Bancorporation menggugat jaringan investasi Cantor Group atas dugaan penipuan kredit senilai total US$160 juta. Nilainya mungkin kecil, tapi efeknya besar: kepanikan psikologis.

Cantor Group membantah tuduhan itu, namun investor sudah terlanjur gelisah. Mereka khawatir kasus ini bisa membuka rantai masalah yang lebih panjang, terutama bagi bank-bank menengah yang paling rentan jika kredit macet meluas.

Di saat euforia kecerdasan buatan (AI) masih mendominasi pasar saham — indeks S&P 500 bahkan sudah naik 14% sejak awal tahun — Dimon justru melihat “awan mendung” di balik layar. “Pasar terlalu optimistis terhadap AI, tapi melupakan dasar ekonomi yang sebenarnya,” ujarnya dalam forum keuangan di New York.

Titik Rawan Pemicu Krisis

Para analis kini melihat tiga titik rawan yang menguatkan kekhawatiran Dimon. Pertama, pasar pendanaan antarbank mulai mengetat. Suku bunga pinjaman antarbank kini 0,25 poin di atas suku bunga acuan The Fed — tertinggi dalam enam tahun. Ini pertanda bank-bank mulai enggan saling meminjamkan uang murah. Dalam dua hari pada pertengahan Oktober, bank-bank menarik lebih dari US$15 miliar dari fasilitas repo The Fed, tertinggi sejak pandemi COVID-19.

Kedua, sektor kredit swasta (private credit) yang dulu jadi alternatif pembiayaan kini berubah menjadi risiko baru. Sejak krisis 2008, peran lembaga nonbank seperti hedge fund dan manajer aset meningkat pesat. Data IMF terbaru mencatat, total eksposur bank-bank AS dan Eropa ke lembaga nonbank kini mencapai US$4,5 triliun. Artinya, bila satu bagian runtuh, efeknya akan langsung terasa di seluruh sistem perbankan.

“Banyak bank terpapar ke kasus Tricolor dan First Brands,” kata Marc Rowan dari Apollo, didukung Jonathan Gray dari Blackstone. Bank investasi Jefferies, yang paling banyak memegang surat utang First Brands, sudah kehilangan lebih dari 25% nilai sahamnya dalam sebulan terakhir.

Ketiga, kerugian belum terealisasi (unrealized losses) akibat kenaikan suku bunga jangka panjang masih membayangi. Meski turun dari puncak US$690 miliar pada 2022 menjadi US$395 miliar, angka itu tetap besar. Inilah “bom waktu” yang bisa meledak kapan saja jika lebih banyak kredit bermasalah muncul.

Bankir Rasional di Tengah Euforia

Jamie Dimon bukan sosok yang suka menebar panik. Sejak menjabat CEO JPMorgan Chase pada 2005, ia dikenal sebagai bankir paling disiplin dan realistis. Ia berhasil membawa perusahaannya selamat dari krisis 2008 tanpa perlu bailout besar, menjadikannya figur paling berpengaruh di dunia finansial.

Kini, di usia 69 tahun, Dimon tetap menjadi penjaga terakhir kredibilitas Wall Street. Ia tidak menentang inovasi, tapi ia tahu bagaimana pasar bisa kehilangan akal sehat ketika terlalu terbuai pada tren baru. “Kita sudah terlalu lama hidup dalam era uang murah,” ujarnya, “dan kini saatnya menebusnya.”

Bagi banyak ekonom, ucapan itu bukan ramalan kiamat, melainkan peringatan moral. Dimon ingin mengingatkan bahwa ekonomi tidak hanya tentang angka dan algoritma, tapi juga tentang kepercayaan dan kehati-hatian — dua hal yang sering dilupakan ketika pasar sedang bergairah.

Situasi yang dihadapi kini memang tidak sama dengan 2008. Namun pola psikologisnya mirip: terlalu banyak optimisme, terlalu sedikit kehati-hatian. Dunia perbankan kembali terhubung secara rumit dengan lembaga nonbank, seperti kredit bayangan (shadow banking) dan dana investasi swasta, menciptakan jaring risiko yang sulit dikendalikan.

IMF dalam laporan Global Financial Stability Report edisi Oktober 2025 memperingatkan bahwa “keterhubungan tinggi antara bank dan lembaga nonbank meningkatkan potensi penularan krisis di sektor keuangan global.” Peringatan Dimon, dengan kata-kata sederhananya soal “kecoak”, kini terasa jauh lebih relevan.

Foto: Harvard Business Review/Arturo Olmos


Digionary:

● AI (Artificial Intelligence) – Teknologi kecerdasan buatan yang mendorong optimisme pasar saham global.
● Fed (Federal Reserve) – Bank sentral Amerika Serikat yang menetapkan suku bunga acuan.
● Hedge Fund – Lembaga investasi nonbank dengan strategi berisiko tinggi untuk meraih keuntungan besar.
● IMF (International Monetary Fund) – Lembaga keuangan global yang mengawasi stabilitas ekonomi dunia.
● Private Credit – Skema pembiayaan nonbank yang menyalurkan dana langsung ke perusahaan, biasanya berisiko tinggi.
● Repo (Repurchase Agreement) – Transaksi pinjaman jangka pendek antarbank dengan surat berharga sebagai jaminan.
● Unrealized Losses – Kerugian yang belum terealisasi karena penurunan nilai aset di neraca bank.
● Wall Street – Simbol pusat keuangan dan pasar modal Amerika Serikat.

#JamieDimon #JPMorgan #WallStreet #KrisisKredit #EkonomiGlobal #BankAS #SukuBunga #PrivateCredit #KreditMacet #Likuiditas #IMFReport #BankingCrisis #FinancialStability #AIinFinance #FedRate #EkonomiAmerika #Investor #TheEconomist #BankingRisk #PasarModalAS

Comments are closed.