BTN Kuasai 61% Penyaluran Kredit Perumahan Bersubsidi Pemerintah

- 7 Desember 2025 - 09:54

Bank BTN mendominasi penyaluran awal Kredit Program Perumahan (KPP) pemerintah, dengan porsi mencapai 61% dari total nasional senilai Rp2,09 triliun. Mayoritas dana disalurkan kepada pengembang (supply side), mencerminkan strategi bank dalam memanfaatkan program bersubsidi ini sebagai “mesin baru” pertumbuhan kredit dan dukungan bagi pemulihan sektor properti.


Gelontoran dana segar pemerintah sebesar Rp130 triliun untuk Kredit Program Perumahan (KPP) baru berjalan sebulan, namun peta persaingannya sudah jelas. Bukan bank-bank besar umum yang keluar sebagai pemenang awal, melainkan Bank Tabungan Negara (BTN) yang sukses menguasai lebih dari 61% total penyaluran nasional. Dominasi ini menguak strategi agresif bank spesialis perumahan itu dalam memanfaatkan program bersubsidi sebagai bensin baru untuk mendorong kredit dan membidik pasar pengembang yang lapar modal.

Program injeksi dana pemerintah senilai Rp130 triliun untuk sektor perumahan melalui Kredit Program Perumahan (KPP) mulai menunjukkan dinamikanya. Data teranyar dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PUPR) hingga akhir November 2025 mencatat total penyaluran sembilan bank pelaksana mencapai Rp2,09 triliun. Namun, yang menarik adalah distribusinya: PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BTN) menyabet porsi luar biasa sebesar 61%, setara dengan Rp1,3 triliun, hanya dalam periode sedikit lebih dari satu bulan sejak peluncuran akhir Oktober.

“Kredit Program Perumahan menjadi solusi yang menarik bagi pelaku usaha sektor perumahan termasuk untuk skala UMKM, dan BTN memiliki expertise di bidang ini,” ujar Direktur Utama BTN, Nixon LP Napitupulu, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/12). Pencapaian ini tak lepas dari fokus penyaluran pada sisi pasokan (supply side), yaitu kepada pengembang, kontraktor, dan pedagang material.

Data Kementerian PUPR mengonfirmasi bahwa 92% dari total penyaluran KPP nasional (Rp1,94 triliun) diarahkan ke supply side. BTN, dengan spesialisasinya, menjadi penerima manfaat utama dari tren ini, menyalurkan mayoritas dananya ke segmen ini. “Para debitur BTN yang wiraswasta seperti developer dan kontraktor membutuhkan skema kredit menarik untuk memperluas proyek mereka,” jelas Nixon.

Dengan suku bunga kompetitif 5,99% dan plafon hingga Rp20 miliar, program ini menjadi angin segar bagi pengembang yang selama ini menghadapi tingginya biaya pendanaan. Sektor properti residensial sendiri mulai menunjukkan tanda pemulihan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan kredit properti mulai positif pada kuartal III-2025, didorong oleh permintaan yang tertahan dan program stimulus pemerintah.

Meski dominan di sisi pasokan, BTN juga melihat potensi pada sisi permintaan (demand side) yang diperuntukkan bagi UMKM untuk membeli, membangun, atau merenovasi rumah sekaligus tempat usaha. Nixon menyebutkan sosialisasi dilakukan di berbagai daerah dengan respons positif, meski realisasi nasional untuk segmen ini masih relatif kecil (Rp149,69 miliar).

BTN memiliki strategi dengan mendorong nasabah wirausaha pemilik KPR FLPP untuk melakukan top-up kredit via KPP. “Jika mereka ada kebutuhan renovasi atau menambah kamar untuk rumah sekaligus tempat usaha mereka, kami akan bantu mekanisme top up-nya,” ungkap Nixon. Langkah ini dapat membuka pasar sekunder yang luas, mengingat terdapat jutaan debitur perumahan bersubsidi yang potensial mengembangkan usahanya.

Nixon secara terbuka menyatakan KPP akan menjadi salah satu andalan BTN pada 2026. Alokasi pemerintah yang sangat besar (Rp130 triliun) menjadi pasar potensial yang diperebutkan. Dominasi awal BTN memberikan posisi tawar yang kuat, namun bukan tanpa tantangan. Bank-bank BUMN lain dalam kelompok Himbara dan bank swasta besar diprediksi akan semakin agresif memasuki arena ini seiring sosialisasi yang meluas.

Keberhasilan BTN mempertahankan pangsa pasar akan bergantung pada kecepatan layanan, jaringan distribusi di daerah, dan kemampuan membangun kemitraan dengan ekosistem pengembang dan asosiasi UMKM. Program KPP, dalam jangka panjang, tidak hanya menjadi stimulan bagi sektor properti tetapi juga ujian bagi strategi spesialisasi dan agilitas perbankan nasional.

Dominasi BTN pada fase awal KPP ini menjadi sinyal dua hal. Pertama, program pemerintah memiliki daya tarik nyata, khususnya bagi pelaku usaha yang telah lama kesulitan akses pembiayaan terjangkau. Kedua, bank dengan fokus dan keahlian spesifik masih mampu merebut peluang lebih cepat dibandingkan pemain umum, meski dalam program yang bersifat nasional.

Tantangan selanjutnya adalah bagaimana mentransformasi momentum awal ini menjadi pertumbuhan kredit yang berkualitas dan berkelanjutan, sekaligus menjaga stabilitas sektor perbankan di tengah gelontoran kredit bersubsidi skala besar. Bagi pasar properti dan UMKM, pertarungan perbankan memperebutkan kue Rp130 triliun ini justru bisa menjadi berkah dalam bentuk akses pendanaan yang lebih luas dan kompetitif.


Digionary:

● Kredit Program Perumahan (KPP): Program kredit bersubsidi dari pemerintah yang ditujukan untuk pelaku usaha sektor perumahan (supply side) dan UMKM (demand side) untuk membiayai kegiatan usaha atau kepemilikan rumah.
● Sisi Permintaan (Demand Side): Segmen KPP untuk UMKM (perorangan/badan usaha) guna membeli, membangun, atau merenovasi rumah yang juga berfungsi sebagai tempat usaha.
● Sisi Pasokan (Supply Side): Segmen KPP untuk pelaku usaha perumahan seperti pengembang (developer), kontraktor, dan pedagang bahan bangunan untuk modal kerja atau investasi.
● Top-up Kredit: Penambahan atau perluasan plafon kredit dari pinjaman yang telah berjalan (misal: KPR FLPP) dengan skema dan persyaratan baru.

#BTN #KreditPerumahan #KPP #Perumahan #SubsidiPerumahan #BankBTN #PUPR #PengembangProperti #UMKM #KreditUMKM #KPR #FLPP #Ekonomi #Properti #BisnisProperti #Perbankan #BUMN #Himbara #KebijakanPemerintah #InvestasiProperti

Comments are closed.