Bank Sentral Indonesia, Bank Indonesia (BI), tengah menggagas pemanfaatan jejak transaksi melalui QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) sebagai dasar penilaian kredit alternatif untuk pelaku UMKM. Dengan dukungan teknologi kecerdasan buatan (AI), data digital dari transaksi ini akan membantu menilai layak-tidaknya suatu usaha mendapat kredit — sebuah langkah yang bertujuan memperluas inklusi keuangan sekaligus menjaga kualitas portofolio kredit.
Fokus Utama :
- Jejak digital QRIS sebagai sumber baru penilaian kelayakan kredit
- Peran AI dan skoring alternatif dalam proses pemberian kredit kepada UMKM
- Tantangan dan peluang bagi inklusi keuangan digital serta kualitas kredit di Indonesia
Transaksi harian seorang pedagang kaki lima di pinggir kota Jakarta, warung kelontong di kawasan pinggiran atau tukang jajan jadul di kampung kini bukan sekadar hasil penjualan, tetapi bisa menjadi “mata” yang diam–memantau kemampuan usaha tersebut. Begitulah pandangan Juda Agung, Deputi Gubernur BI, ketika memaparkan bahwa rekam jejak digital dari transaksi memakai QRIS dapat menjadi komponen penilaian kelayakan kredit atau alternative credit scoring.
Menurut Juda, teknologi kecerdasan buatan bukanlah pengganti manusia, melainkan asisten yang “sangat pintar, yang sangat pengertian akan kebutuhan penggunanya”. Ia menuturkan, “Jejak-jejak digital keuangan dari si ibu ini [pelaku UMKM] bisa diubah oleh AI menjadi sebuah akses keuangan, ketika ibu ini memerlukan pinjaman dari bank atau pinjaman dari fintech lending.”
1. Jejak Digital QRIS sebagai Sumber Penilaian Kredit
Biaya operasional pencatatan, sulitnya data historis usaha mikro hingga muda, selama ini menjadi hambatan utama bagi pelaku UMKM untuk memperoleh pembiayaan formal. BI melihat bahwa dengan semakin meluasnya penggunaan QRIS — yang hingga kuartal I 2025 telah mencakup 38,1 juta UMKM dan 56,3 juta pengguna (dengan volume transaksi 2,6 miliar) — maka terbuka peluang menciptakan rekam jejak digital usaha yang lebih solid.
Data lainnya memperkuat tren tersebut: hingga Semester I 2025 tercatat 39,3 juta merchant menggunakan QRIS, dimana 93,16% diantaranya adalah UMKM, dengan nilai transaksi sekitar Rp 579 triliun.
Melalui sistem ini, perilaku usaha — dari pemasukan, pengeluaran, jumlah pelanggan hingga frekuensi transaksi — terekam secara digital dan dapat diproses untuk memberikan gambaran lebih konkret mengenai kinerja usaha. BI menilai ini sebagai basis yang potensial untuk membantu keputusan kredit.
2. AI dan Skoring Alternatif: Memperluas Akses dan Mendongkrak Efisiensi
BI berencana mendorong bank dan lembaga keuangan agar mulai menggunakan skema innovative credit scoring (ICS) berbasis transaksi QRIS, mulai bulan depan. Dengan demikian, akses pembiayaan bagi UMKM yang sebelumnya sulit karena minim data keuangan tradisional dapat terbuka lebar.
Langkah ini juga sejalan dengan hasil survei tentang inklusi keuangan: Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Badan Pusat Statistik (BPS), indeks inklusi keuangan Indonesia naik menjadi 80,51% pada 2025, dari 75,02% pada 2024. Artinya, semakin banyak masyarakat yang menggunakan produk keuangan; maka tersedianya data digital usaha dapat mempercepat transformasi inklusi menjadi pembiayaan yang riil.
Namun, pengamat juga memberi catatan: menurut Maucash, rekam jejak QRIS hanya bisa menjadi data pelengkap, bukan satu-satunya indikator. Direktur Marketing Maucash, Indra Suryawan menyatakan bahwa “jika hanya mengandalkan QRIS, tentu saja kurang lengkap dan kurang holistik.”
Sejumlah bank digital pun mulai menguji penggunaan data historis QRIS dalam menilai kelayakan kredit, salah satunya Bank Raya Indonesia (anak usaha Bank Rakyat Indonesia-Grup) yang mengembangkan skoring berbasis transaksi QRIS dan EDC.
3. Tantangan dan Peluang Inklusi Keuangan Digital
Meskipun potensi besar terbuka, BI menegaskan bahwa digitalisasi inklusif tidak semata soal teknologi paling canggih, melainkan teknologi yang “tepat guna”. Seperti disampaikan Juda: “Teknologi canggih perlu, tapi tidak cukup. Kita perlu pergeseran paradigma. Kita tidak hanya membutuhkan teknologi yang high-tech, tetapi right-tech atau teknologi tepat guna.”
Masalah yang masih mengemuka antara lain:
- Keterbatasan infrastruktur di wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T) yang menyulitkan adopsi transaksi digital.
- Kesenjangan literasi keuangan dan digital, terutama di kelompok masyarakat desa, berpendidikan rendah atau usia lanjut. Survei SNLIK menegaskan bahwa literasi keuangan Indonesia hanya 66,46%.
Di sisi peluang, semakin banyaknya merchant UMKM yang menggunakan QRIS memberi cakupan data yang semakin kaya — menurut laporan, jumlah merchant 40 juta unit sudah menggunakan QRIS dan pengguna individu mencapai 58 juta.
Dengan demikian, bila dijalankan secara hati-hati, inisiatif ini dapat memperkuat rantai inklusi keuangan: dari transaksi digital → rekam jejak keuangan → akses pembiayaan formal → pertumbuhan bisnis UMKM → penguatan ekonomi nasional.
Digionary
● alternative credit scoring: skema penilaian kelayakan kredit yang menggunakan data non-konvensional, seperti transaksi digital, sebagai pelengkap atau pengganti data tradisional.
● AI (artificial intelligence): teknologi kecerdasan buatan yang mampu mengolah dan menganalisa data besar untuk pengambilan keputusan otomatis atau semi-otomatis.
● inklusi keuangan: tingkat keterlibatan masyarakat dalam menggunakan produk dan layanan keuangan formal (bank, fintech, asuransi, dsb.).
● jejak digital: data yang tercipta melalui aktivitas digital, misalnya transaksi pembayaran digital, yang dapat direkam dan dianalisa.
● QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard): standar kode QR nasional yang diterapkan oleh BI untuk memudahkan pembayaran digital di seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran.
● right-tech: konsep teknologi yang tepat guna, bukan semata hebat atau mutakhir, tetapi sesuai kebutuhan dan kondisi pengguna.
#qriskredit #inkludikeuangan #umkmindonesia #bankindonesia #transaksidigital #aiindonesia #jejakdigital #skoringkredit #fintechedukasi #pembiayaanumkm #umkmdigital #digitalisasiusaha #teknologitepatguna #ekonomidigital #uangnontunai #merchantqris #kreditalternatif #literasikeuangan #datafinansial #transformasikeuangan
