Harga Bitcoin kembali tergelincir ke level US$104.000 setelah anjlok lebih dari 8% dalam sepekan terakhir. Pasar kripto global sedang memasuki fase ketidakpastian di tengah likuiditas ketat, kebijakan The Fed yang belum pasti, serta gejolak makroekonomi AS. Namun, sejumlah indikator menunjukkan siklus bullish Bitcoin belum berakhir, dengan potensi rebound tetap terbuka. Di sisi lain, penarikan Bitcoin dari bursa menunjukkan tanda akumulasi jangka panjang oleh investor besar.
Fokus Utama:
■ Harga Bitcoin turun 8,21% dalam sepekan dan mencatat performa negatif Oktober untuk pertama kalinya dalam enam tahun.
■ Indikator Glassnode menunjukkan siklus bullish belum berakhir, meski investor mulai merealisasikan profit.
■ Penarikan Bitcoin dari exchange meningkat, mengindikasikan akumulasi aset oleh investor jangka panjang.
Harga Bitcoin turun ke US$104.000 setelah anjlok lebih dari 8% dalam sepekan. Meski pasar kripto sedang tertekan, indikator teknikal menunjukkan siklus bullish Bitcoin belum berakhir. Apakah ini saat tepat untuk membeli?
Pasar kripto kembali bergejolak. Bitcoin, mata uang digital terbesar di dunia, melemah 8,21% dalam sepekan terakhir dan kini bertengger di kisaran US$104.000 per Selasa (4/11/2025). Penurunan ini terjadi setelah Bitcoin menembus level support penting di US$108.000, memicu kekhawatiran di kalangan pelaku pasar bahwa fase konsolidasi masih belum berakhir.
Oktober menjadi bulan yang berat bagi investor kripto. Untuk pertama kalinya dalam enam tahun terakhir, Bitcoin mencatat kinerja negatif pada bulan ini. Sejak mulai diperdagangkan secara luas pada 2013, hanya tiga kali Bitcoin membukukan Oktober yang merah — pada 2014, 2018, dan kini 2025.
Sementara altcoin seperti Ethereum (ETH), Binance Coin (BNB), Solana (SOL), dan Dogecoin (DOGE) juga ikut terpuruk lebih dari 5% dalam 24 jam terakhir. Beberapa aset di sektor berbasis kecerdasan buatan (AI) dan real-world assets (RWA) memang menunjukkan stabilitas lebih baik, tetapi tren pelemahan pasar masih dominan.
Menurut Fahmi Almuttaqin, analis di platform kripto Reku, tekanan harga ini berakar pada likuiditas pasar yang semakin ketat di tengah meningkatnya sentimen “risk-off” setelah pernyataan Federal Reserve (The Fed) yang belum memberi kepastian soal pemangkasan suku bunga pada Desember mendatang.
“Dengan kombinasi likuiditas ketat dan gejolak makro, terlebih di tengah kondisi shutdown pemerintah AS, Bitcoin sebagai aset risk-on mengalami tekanan yang cukup serius,” ujar Fahmi.
Namun, data dari penyedia analitik Glassnode memberikan sinyal yang lebih optimistis. Dari 30 indikator yang digunakan untuk memetakan puncak siklus bullish Bitcoin, belum satu pun yang menunjukkan bahwa siklus tersebut telah berakhir.
“Artinya, Bitcoin saat ini belum mencapai level harga puncaknya pada siklus kali ini,” tambah Fahmi. “Tujuh indikator bahkan telah menunjukkan progres lebih dari 70%, mendekati kondisi yang biasanya menjadi puncak fase bullish.”
Menurut Fahmi, Bitcoin kini berada pada fase awal distribusi dalam siklus jangka menengah. Investor yang sudah menikmati keuntungan mulai merealisasikan profit, namun peluang kenaikan lanjutan masih terbuka. “Investor konservatif mungkin akan lebih memilih mengamankan posisi sambil menunggu kepastian faktor-faktor makro yang mendukung pertumbuhan instrumen risk-on seperti Bitcoin,” ujarnya.
Menariknya, di tengah penurunan harga, data menunjukkan volume Bitcoin yang tersimpan di bursa perdagangan terpusat justru menurun. Ini menandakan semakin banyak pemilik Bitcoin yang memilih menyimpannya di wallet pribadi, bukan menjual.
“Ini artinya, lebih banyak Bitcoin yang ditarik dari exchange untuk disimpan. Kondisi ini bisa meningkatkan kelangkaan Bitcoin dan memperkuat nilainya sebagai aset jangka panjang,” jelas Fahmi.
Bagi investor jangka panjang, momentum ini justru bisa menjadi peluang. Tren akumulasi dan narasi cadangan aset institusional masih kuat, sementara tekanan jangka pendek mungkin membuka ruang beli menarik bagi mereka yang berani mengambil risiko.
Namun, Fahmi mengingatkan bahwa kecepatan dan keamanan platform investasi tetap menjadi kunci.
“Selain memilih platform yang diawasi OJK, investor perlu memastikan eksekusi transaksi cepat agar tidak tertinggal momentum pasar,” katanya. “Exchange seperti Reku menawarkan pembelian, penjualan, dan penarikan keuntungan hanya dalam hitungan detik.”
Dengan volatilitas yang masih tinggi dan kebijakan moneter global yang belum pasti, pasar kripto tampaknya akan terus berfluktuasi. Namun, bagi investor yang cermat membaca siklus dan disiplin mengelola risiko, badai ini bisa menjadi awal dari peluang besar berikutnya.
Digionary:
● Altcoin — Semua jenis mata uang kripto selain Bitcoin.
● Bearish — Kondisi pasar ketika harga aset cenderung turun.
● Bullish — Kondisi pasar ketika harga aset cenderung naik.
● Exchange — Bursa kripto tempat jual-beli aset digital seperti Bitcoin dan Ethereum.
● Glassnode — Platform analitik blockchain yang menyediakan data on-chain untuk analisis pasar kripto.
● Likuiditas — Kemampuan pasar untuk memperdagangkan aset tanpa memengaruhi harga secara signifikan.
● Risk-off — Kondisi ketika investor cenderung menghindari aset berisiko tinggi.
● Risk-on — Kondisi ketika investor berani mengambil risiko dengan membeli aset berisiko seperti saham atau kripto.
● Support Level — Batas bawah harga di mana tekanan jual cenderung melemah dan harga berpotensi naik.
● The Fed (Federal Reserve) — Bank sentral Amerika Serikat yang menentukan kebijakan suku bunga dan moneter.
#Bitcoin #CryptoMarket #InvestasiDigital #BTC #Altcoin #Ethereum #Solana #Dogecoin #Blockchain #CryptoNews #AnalisisPasar #Reku #FintechIndonesia #Glassnode #InvestorKripto #PasarFinansial #TheFed #EkonomiGlobal #SukuBunga #AsetDigital
