Penurunan Provisi dan Pendapatan Nonbunga Bikin Maybank Cuan Rp989 miliar

- 31 Oktober 2025 - 20:13

Maybank Indonesia mencatat lonjakan laba 77,3% hingga September 2025 menjadi Rp989 miliar. Namun di balik angka kinclong itu, penyaluran kredit justru turun 1,6%, margin bunga tampak tertekan, dan efisiensi terlihat belum optimal. Kenaikan laba lebih banyak berasal dari penurunan provisi dan pendapatan nonbunga yang bersifat sementara — bukan dari ekspansi bisnis inti.


Fokus Utama

● Kredit menyusut di tengah laba naik, menandakan pertumbuhan belum berbasis intermediasi riil.
● Margin bunga bersih (NIM) turun dan biaya operasional tinggi, menekan profitabilitas jangka panjang.
● Pendapatan non-bunga melonjak, namun masih bergantung pada pasar global yang fluktuatif.


Maybank Indonesia membukukan kenaikan laba 77,3% hingga September 2025, tapi di balik kinerja cemerlang itu tersembunyi kontraksi kredit, tekanan margin bunga, dan efisiensi yang masih jauh dari ideal — sinyal bahwa profitabilitas bank ini belum sepenuhnya kokoh.


Maybank Indonesia membukukan kinerja keuangan yang terlihat cukup mengesankan sepanjang sembilan bulan pertama 2025. Laba sebelum pajak (PBT) melesat 53,9% menjadi Rp1,30 triliun, sementara laba bersih setelah pajak dan kepentingan non-pengendali (PATAMI) melonjak 77,3% menjadi Rp989 miliar.

Namun sepanjang Januari-September 2025 Maybank tampak sangat berhati-hatii. Kredit bersih bank justru terkontraksi 1,6% menjadi Rp120,42 triliun. Penurunan ini terjadi justru ketika sebagian besar bank pesaing mencatatkan pertumbuhan kredit dua digit di tengah pemulihan ekonomi nasional.

Pendapatan bunga bersih (NII) naik tipis 0,8% menjadi Rp5,37 triliun. Tapi margin bunga bersih (NIM) tergerus 16 basis poin menjadi 4,3%. Penyebabnya jelas — biaya dana meningkat akibat komposisi dana murah (CASA) yang stagnan dan kenaikan deposito berjangka 14,4%.

Pendapatan non-bunga (NOII) justru menjadi penyelamat, naik 10,7% menjadi Rp1,58 triliun, didorong lonjakan aktivitas Global Markets hingga +618% dari perdagangan valuta asing dan surat berharga. Namun, analis memperingatkan bahwa pendapatan jenis ini bersifat one-off, bukan sumber pendapatan berulang yang stabil.

Meski laba melonjak, efisiensi masih menjadi pekerjaan rumah. Cost to Income Ratio (CIR) berada di 70,4%, dan BOPO di kisaran 89,1% — level yang relatif tinggi dibandingkan bank-bank besar yang sudah menekan rasio ke kisaran 50%.

Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan menjelaskan, kenaikan laba dipengaruhi strategi portfolio rebalancing dan efisiensi biaya. “Melalui portfolio rebalancing, kami menyelaraskan kembali fokus bisnis Bank sejalan dengan strategi super growth, dengan tujuan memberikan nilai berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan,” ujarnya.

Namun strategi ini juga berdampak pada penurunan pembiayaan korporasi low-yield hingga 29,8%, membuat total portofolio Global Banking turun 19,3%. Dengan kata lain, laba besar kali ini bukan hasil ekspansi kredit, melainkan hasil manuver pengelolaan risiko dan efisiensi cadangan.

Provisi kerugian penurunan nilai (CKPN) bahkan turun 32,1% menjadi Rp777 miliar. Penurunan provisi ini menjadi pendorong utama laba bersih, bukan pertumbuhan pendapatan bunga.

Dari sisi syariah, unit usaha Maybank Indonesia Syariah mencatat lonjakan laba sebelum pajak menjadi Rp516 miliar, naik tiga kali lipat dari Rp163 miliar tahun lalu, berkat kenaikan pendapatan 16,2% dan penguatan bisnis digital.

Likuiditas bank masih kuat: LDR 77,5%, LCR 163,6%, dan CAR 27,1% dengan CET1 25,9% — menunjukkan ruang ekspansi besar yang belum dimanfaatkan. Namun ruang itu tidak akan berarti jika bank terlalu konservatif dalam menyalurkan pembiayaan baru.

Dari perspektif makro, perlambatan kredit ini juga menggambarkan kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih. Data Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan kredit industri perbankan per September 2025 hanya sekitar 8,9% YoY, lebih lambat dibandingkan semester pertama tahun ini. Suku bunga pinjaman tinggi dan ketatnya likuiditas membuat banyak korporasi menahan ekspansi.

Bagi Maybank Indonesia, tantangannya kini adalah bagaimana mengubah likuiditas dan modal kuat menjadi pertumbuhan kredit produktif tanpa mengorbankan kualitas aset. Sebab tanpa ekspansi kredit yang sehat, margin tipis bisa dengan cepat menggerus kinerja ke depan.


Digionary:

● BOPO — Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional, indikator efisiensi bank.
● CAR (Capital Adequacy Ratio) — Rasio kecukupan modal bank untuk menanggung risiko.
● CASA (Current Account Saving Account) — Dana murah berupa tabungan dan giro.
● CIR (Cost to Income Ratio) — Rasio yang mengukur efisiensi operasional bank.
● CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai) — Dana yang disisihkan untuk menutupi potensi kredit macet.
● CET1 (Common Equity Tier 1) — Komponen utama modal inti bank.
● Global Markets (GM) — Divisi yang menangani perdagangan surat berharga dan valas.
● LCR (Liquidity Coverage Ratio) — Ukuran kemampuan bank memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek.
● LDR (Loan to Deposit Ratio) — Perbandingan antara jumlah kredit yang disalurkan dan dana yang dihimpun.
● NII (Net Interest Income) — Pendapatan bersih dari bunga pinjaman dikurangi biaya bunga.
● NIM (Net Interest Margin) — Selisih antara bunga yang diterima dan bunga yang dibayar terhadap aset produktif.
● NOII (Non-Interest Income) — Pendapatan nonbunga seperti komisi, fee, dan trading.
● PATAMI (Profit After Tax and Minority Interest) — Laba setelah pajak dan kepentingan nonpengendali.
● Portfolio Rebalancing — Penyesuaian kembali komposisi aset dan kredit untuk menjaga risiko dan imbal hasil.

#MaybankIndonesia #LaporanKeuangan2025 #PerbankanIndonesia #KreditMikro #KreditKorporasi #PertumbuhanEkonomi #BankingIndustry #DigitalBanking #EfisiensiBank #LabaBersih #Profitabilitas #NIM #LikuiditasBank #CAR #CIR #KinerjaKeuangan #StrategiBisnis #BankSyariah #RebalancingPortofolio #KeuanganNasional

Comments are closed.