Bank-bank Korea Selatan kini bukan lagi pemain pinggiran di industri perbankan Indonesia. Dengan dukungan modal jumbo dari induk usaha di Seoul, agresivitas digital, dan ekspansi ke segmen korporasi serta proyek strategis pemerintah, mereka mulai membentuk poros baru kekuatan finansial yang berpotensi mengubah peta persaingan perbankan nasional dalam lima tahun ke depan.
Fokus Utama:
1. Ekspansi Modal dan Digitalisasi Bank Korea di Indonesia: Bank-bank Korea masuk agresif ke segmen menengah melalui suntikan modal besar dari induk usaha di Seoul, disertai percepatan digitalisasi layanan perbankan ritel dan korporasi untuk mengejar efisiensi dan penetrasi pasar.
2. Keterkaitan Bank Korea dengan Strategi Investasi Korea Selatan di Proyek Nasional (EV, Energi Hijau, Infrastruktur): Ekspansi bank Korea tak berdiri sendiri, tetapi menjadi bagian dari ekosistem pembiayaan terintegrasi untuk proyek nasional seperti baterai kendaraan listrik, energi hijau, dan infrastruktur strategis yang sedang digarap perusahaan Korea di Indonesia.
3. Potensi Pergeseran Peta Persaingan Bank Menengah (KBMI II) akibat Masuknya K-Finance: Masuknya bank-bank Korea dengan kekuatan teknologi dan modal inti besar berpotensi menggoyang dominasi bank menengah lokal di kategori KBMI II, memaksa pemain eksisting meningkatkan inovasi digital dan memperkuat basis nasabah.
Bank-bank Korea Selatan mulai menggeser lanskap perbankan Indonesia dengan modal jumbo, digitalisasi agresif, dan dukungan korporasi raksasa seperti Hyundai dan LG. Ekspansi ini bukan sekadar bisnis, melainkan bagian dari strategi ekonomi besar Korea di Asia Tenggara.
Setelah budaya pop dan industri otomotifnya mendunia, Korea Selatan kini membawa ambisi baru: menguasai salah satu pasar finansial paling seksi di Asia Tenggara—Indonesia. Bukan dengan gegap gempita seperti K-Pop, melainkan lewat strategi senyap: modal besar, digitalisasi agresif, dan ekspansi korporasi yang presisi.
Gelombang baru kekuatan asing tengah bergerak di sektor keuangan Indonesia, dan kali ini datang dari Seoul. Bank-bank asal Korea Selatan seperti KB Bank Indonesia, Bank Woori Saudara (BWS), dan KEB Hana Indonesia, kini tampil bukan sebagai pelengkap, melainkan calon penentu arah baru industri perbankan nasional.
Data per Juni 2025 menunjukkan KB Bank Indonesia mencatat total aset Rp83,63 triliun, sementara Bank Woori Saudara memiliki ekuitas tertinggi Rp13,77 triliun dengan rasio CAR 31,11%, jauh di atas rata-rata industri nasional yang berada di kisaran 25% menurut data OJK. KEB Hana Indonesia juga mencatat pertumbuhan aset konsisten dua digit dalam tiga tahun terakhir, ditopang arus investasi induk perusahaan di Korea.
“Mereka kini masuk ke segmen menengah dengan struktur permodalan yang kuat,” ujar analis Kiwoom Sekuritas, Abdul Azis. “Ditopang efisiensi, digitalisasi, dan suntikan modal masif dari induk di Korea, ekspansi ini juga berperan vital sebagai penyangga kesehatan aset di tengah ketidakpastian global,” katanya menambahkan.
Ekspansi bank-bank Korea bukan sekadar urusan bisnis retail dan kredit konsumsi. Ini terkait erat dengan strategi besar Seoul membangun poros investasi di pasar negara berkembang yang memiliki bonus demografi besar seperti Indonesia. Saat ini, Korea Selatan telah menjadi mitra investasi terbesar ke-5 di Indonesia, dengan komitmen US$1,5 miliar untuk sektor energi hijau, kendaraan listrik, dan digital banking melalui skema ODA (official development assistance).
Jika dihitung, total aset tiga bank Korea tersebut kini mendekati Rp194,04 triliun, atau sekitar 1,69% dari total aset industri perbankan nasional yang berada di kisaran Rp11.500 triliun – Rp12.000 triliun (estimasi OJK 2024-2025). Angka ini memang belum signifikan secara persentase, namun struktur modal inti mereka menempatkan ketiganya sebagai Bank KBMI II, setara bank-bank lokal kelas menengah yang selama ini mendominasi sektor kredit UMKM dan korporasi.
Ekspansi bank-bank Korea bukan sekadar urusan bisnis retail dan kredit konsumsi. Ini terkait erat dengan strategi besar Seoul membangun poros investasi di pasar negara berkembang yang memiliki bonus demografi besar seperti Indonesia. Saat ini, Korea Selatan telah menjadi mitra investasi terbesar ke-5 di Indonesia, dengan komitmen US$1,5 miliar untuk sektor energi hijau, kendaraan listrik, dan digital banking melalui skema ODA (official development assistance).
Selain KB Bank Indonesia, Bank Woori Saudara (BWS), dan KEB Hana Indonesia, ada empat bank korea yang beroperasi di Indonesia, yakni Shinhan Bank yang mulai beroperasi di Indonesia setelah bank tersebut mengakuisisi Bank Metro Express (BME) pada 2015. Berdiri di bawah naungan Shinhan Group, perusahaan finansial ini juga membuka anak perusahaan di Indonesia. Shinhan Bank Indonesia memilki penawaran kepada Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang bekerja di Korea Selatan. Penawaran tersebut berupa pembukaan rekening yang dapat dibuat sebelum berangkat, serta asuransi jaminan kepulangan setelah PMI merampungkan masa bekerjanya di Korea Selatan.
Kehadiran bank-bank Korea di Tanah Air juga memperkuat posisi perusahaan besar seperti Hyundai, LG Energy Solution, SK Group, dan Lotte Chemical dalam mengamankan pembiayaan proyek-proyek strategisnya. Dengan kata lain, bank-bank ini bukan hanya lembaga keuangan, melainkan infrastruktur ekonomi dari strategi ekspansi global Korea Selatan di Asia Tenggara.
Kemudian ada IBK Bank. Sebelum menjadi PT. Bank IBK Indonesia Tbk, Industrial Bank of Korea (IBK) membeli saham dua bank bawahannya, yaitu Bank Mitraniaga dan Bank Agris. Selanjutnya, pada Agustus 2019, IBK menggabungkan kedua bank tersebut dan mendirikan Bank IBK Indonesia. Sebagian besar saham dari Industrial Bank of Korea dimiliki oleh pemerintah Korea Selatan. IBK sendiri berpusat di Seoul dan menyediakan pembiayaan untuk pengusaha kecil dan menengah. Selain itu ada Bank Nationalnobu dan Bank Oke Indonesia.
Kehadiran bank-bank Korea di Tanah Air juga memperkuat posisi perusahaan besar seperti Hyundai, LG Energy Solution, SK Group, dan Lotte Chemical dalam mengamankan pembiayaan proyek-proyek strategisnya. Dengan kata lain, bank-bank ini bukan hanya lembaga keuangan, melainkan infrastruktur ekonomi dari strategi ekspansi global Korea Selatan di Asia Tenggara.
Jika K-Pop menguasai industri hiburan global, maka K-Finance tengah bersiap memainkan peran serupa di sektor keuangan. Dengan dukungan teknologi AI, digital onboarding, hingga sistem kredit berbasis data alternatif, bank-bank Korea bisa lebih lincah dibanding bank BUMN atau bank swasta nasional yang masih terbebani struktur birokrasi besar.
Pemerintah Korea Selatan juga memberikan dukungan penuh terhadap ekspansi bank-bank Korea ke Indonesia. Dalam ajang forum investasi bertajuk K-Finance Week In Indonesia 2023 yang diselenggarakan tujuh perusahaan keuangan terkemuka Korea Selatan di Jakarta pada 11-12 Mei 2023, dukungan itu terlihat nyata. Acara K-Finanve Week diadakan dalam rangka merayakan 50 Tahun Hubungan Diplomatik Korea-Indonesia dan bertujuan mendukung ekspansi bisnis perusahaan keuangan domestik Korea di Indonesia sekaligus memperkuat kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan sektor keuangan Korea.
Jika K-Pop menguasai industri hiburan global, maka K-Finance tengah bersiap memainkan peran serupa di sektor keuangan. Dengan dukungan teknologi AI, digital onboarding, hingga sistem kredit berbasis data alternatif, bank-bank Korea bisa lebih lincah dibanding bank BUMN atau bank swasta nasional yang masih terbebani struktur birokrasi besar.
Forum ini diselenggarakan secara kolektif oleh perusahaan holding keuangan (KB Financial Group, Hana Financial Group), perusahaan sekuritas (Korea Investment & Securities, Mirae Asset Sekuritas), dan perusahaan asuransi (KB Insurance, Hanhwa Life Insurance, dan Samsung Fire & Marine Insurance), dengan Bank KB Kookmin sebagai penanggung jawab utama. Kehadiran tokoh-tokoh penting dari kedua negara dalam K-Finance Week menunjukkan komitmen kuat Korea Selatan untuk berinvestasi dan membangun kemitraan jangka panjang di sektor keuangan Indonesia.
Konvergensi antara ekspansi industri otomotif, investasi baterai EV, dan penetrasi bank-bank Korea Selatan ke sektor pembiayaan korporasi Indonesia sekaligus menunjukkan satu pola, dimana Korea tidak hanya datang untuk berdagang atau cuma mengembangkan bank, tetapi membangun ekosistem ekonomi yang terkoneksi secara apik dan sistemik yang patut diperhitungkan.
*) Deddy H. Pakpahan, Senior Editor digitalbank.id.
Digionary:
● CAR (Capital Adequacy Ratio) — Rasio kecukupan modal untuk mengukur kekuatan finansial bank
● KBMI II — Kategori bank dengan modal inti antara Rp6 triliun – Rp14 triliun
● ODA (Official Development Assistance) — Skema bantuan dan pembiayaan negara maju kepada negara mitra
● Digital Onboarding — Proses pembukaan rekening atau akses layanan bank secara digital tanpa tatap muka
● Aset Perbankan Nasional — Total gabungan seluruh aset bank yang beroperasi di Indonesia
● EV (Electric Vehicle) — Kendaraan listrik yang menjadi fokus investasi Korea di Indonesia
● Bilateral Investment — Investasi langsung antar dua negara yang memiliki hubungan strategis
● Market Share — Pangsa pasar atau porsi dominasi suatu entitas dalam industri tertentu
● Modal Inti — Dana pokok yang dimiliki bank sebagai penyangga utama risiko
● AI Banking — Pemanfaatan kecerdasan buatan dalam layanan dan analis kredit perbankan
#KFinance #PerbankanIndonesia #BankKorea #InvestasiKorea #DigitalBanking #EkonomiRI #PerangModal #KBMI #OJK #FinansialAsia #EkspansiAsing #HyundaiInvestment #LGESIndonesia #AIinBanking #BankingInnovation #PerbankanDigital #FinansialGlobal #GeopolitikEkonomi #IndustriKeuangan #FinancialStrategy
