Tantangan Asuransi Iklim Terobos Batas: Igloo Genjot Ketahanan Komunitas di Asia Tenggara

- 14 Oktober 2025 - 11:28

Insurtech Igloo kini memperluas jangkauan proteksi iklim ke Asia Tenggara lewat solusi data-driven—mulai dari asuransi banjir dan kebakaran hingga skema indeks cuaca otomatis. Di Filipina, lewat kemitraan dengan Skyro, lebih dari 700.000 peminjam kini bisa mendapatkan perlindungan dari bencana alam langsung melalui aplikasi. Di Vietnam, skema “Weather Index Insurance” telah membantu 39 petani segera pulih setelah hujan ekstrem merendam sawah. Langkah ini menunjukkan bagaimana teknologi bisa mempersempit celah proteksi iklim di kawasan yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca.


Fokus Utama

  1. Tantangan dan arah perluasan ke Indonesia
    Meski pasar asuransi Asia-Pasifik diperkirakan mencapai US$ 2,28 triliun pada 2024 dan tumbuh ke US$ 2,63 triliun tahun 2025, penetrasi asuransinya masih tergolong rendah—sekitar 1,4 % bagi sektor P&C (Property & Casualty) di Asia.
  2. Proteksi iklim berbasis teknologi: menjembatani kesenjangan asuransi
  3. Di Asia Tenggara, risiko iklim seperti banjir, topan, dan musim kemarau panjang meningkat, tetapi penetrasi asuransi tetap rendah—sering di bawah 10%. Sementara itu, kerugian akibat bencana alam terus meningkat. Misalnya, pada 2024 tercatat 393 bencana alam global dengan kerugian ekonomi mencapai US$ 241,95 miliar.

Asia Tenggara kini berdiri di persimpangan krisis iklim dan celah proteksi finansial. Ketika frekuensi badai, banjir, dan kekeringan meningkat, sebagian besar populasi tetap rentan karena rendahnya penetrasi asuransi. Igloo, insurtech regional, berupaya meretas hambatan itu dengan menghadirkan solusi asuransi iklim yang sederhana, tepat waktu, dan mudah diakses.

Menurut laporan EMDAT 2024, sebanyak 393 bencana alam tercatat di dunia, menyebabkan kerugian ekonomi sebesar US$ 241,95 miliar. Di Asia Pasifik, kerugian tak tertanggung (“protection gap”) mencapai 91%, sedangkan pasar asuransi kawasan Asia Pasifik di tahun 2024 dihargai senilai US$ 2,28 triliun. Di negara-negara ASEAN, penetrasi asuransi masih jauh di bawah ambang ideal—membuka potensi strategis bagi insurtech seperti Igloo.

Raunak Mehta, Co-Founder dan CEO Igloo, mengatakan, “Kami melihat pasar di kawasan ini menghadapi tantangan iklim yang sama, namun sangat sedikit yang mencari perlindungan asuransi… kami secara aktif menjalin kemitraan strategis … guna menghadirkan solusi perlindungan iklim yang lebih terjangkau, mudah diakses, dan tepat waktu.”

Filipina: menyisipkan proteksi ke ekosistem kredit

Di Filipina, Igloo menggandeng Skyro, perusahaan fintech lokal, untuk meluncurkan Skyro Personal Accident VAS—produk yang menggabungkan asuransi kecelakaan pribadi dengan perlindungan terhadap risiko kebakaran dan banjir. Penawaran ini menyasar lebih dari 700.000 nasabah pinjaman aktif di seluruh negeri, memanfaatkan aplikasi Skyro sebagai kanal distribusi utama.

Poin uniknya: premi bersifat dinamis dan dapat disesuaikan dengan skor kredit nasabah. Cakupan polis meliputi: kerusakan hunian akibat bencana topan, kematian atau cacat akibat kecelakaan, santunan rawat inap harian, risiko kekerasan atau pembunuhan tanpa provokasi, hingga bantuan pemakaman. Nasabah cukup memilih VAS saat mengajukan pinjaman melalui aplikasi.

“Dengan menghadirkan perlindungan bencana langsung ke dalam layanan keuangan, kami membuat cakupan asuransi lebih mudah diakses… keluarga tidak harus memulai dari nol setiap kali topan melanda,” ujar Mehta.

Vietnam: asuransi indeks curah hujan otomatis

Langkah di Vietnam lebih eksperimental namun menjanjikan. Melalui skema Weather Index Insurance (WII), Igloo bekerja sama dengan MIC Insurance untuk membantu petani menghadapi kerugian akibat curah hujan ekstrem. Setelah beberapa bulan lalu terjadi banjir parah di Provinsi An Giang yang merendam lebih dari 120 hektare sawah, 39 keluarga petani menerima kompensasi secara otomatis—tanpa harus menunggu penilaian manual.

Model ini menggunakan data satelit curah hujan sebagai “trigger” kontrak. Bila ambang batas hujan tertentu dilampaui, pencairan klaim langsung dieksekusi, menyederhanakan proses dan menghilangkan jeda waktu yang biasa menjadi batu sandungan dalam asuransi pertanian.

“Solusi ini memiliki potensi untuk memberikan manfaat di berbagai pasar di Asia Tenggara, kami berharap lebih banyak mitra mengadopsi Weather Index Insurance,” ungkap Mehta.

Indonesia sebagai target berikutnya

Igloo kini menaruh perhatian pada Indonesia—negara dengan risiko iklim sangat tinggi dan kebutuhan proteksi yang besar. Namun langkah ini tak tanpa hambatan: peraturan lokal, kesiapan teknologi mikro-asuransi, kecenderungan rendahnya literasi asuransi di pedesaan, dan sinergi lembaga keuangan kecil menjadi tantangan nyata.

Menurut laporan Allianz (2025), penetrasi asuransi di Asia berada pada kisaran 1,4 %, sementara di Eropa Barat mencapai 2,5 % dan di Amerika Utara bahkan 4,3 %. Di Filipina, data terbaru menunjukkan penetrasi telah naik ke 1,89 % pada Q1 2025 dari 1,78 % tahun sebelumnya.

Untuk berhasil di Indonesia, Igloo perlu menjalin kerja sama dengan koperasi, lembaga pembiayaan mikro, fintech agrikultur, serta mendorong regulator agar memberikan ruang kepada produk proteksi mikro berbasis data cuaca.

Jika strategi ini berhasil diterapkan, masyarakat rentan—petani, pelaku UMKM, dan pemilik rumah kecil—tak lagi harus memulai dari titik nol ketika bencana menerjang; mereka mendapat jaring pengaman otomatis, transparan, dan berbasis data.


Digionary

● Embedded insurance — skema di mana produk asuransi disisipkan langsung ke dalam transaksi keuangan atau aplikasi layanan lain (misal, kredit mikro)
● Value-Add Service (VAS) — layanan tambahan yang meningkatkan nilai utama dari produk atau layanan pokok
● Weather Index Insurance (WII) — produk asuransi yang menggunakan parameter cuaca (misal curah hujan) sebagai pemicu otomatis pencairan klaim
● Trigger kontrak (contract trigger) — ambang batas yang disepakati dalam kontrak (misal hujan > X mm) yang kemudian memicu aksi (pembayaran klaim)
● Protection gap — selisih kerugian akibat bencana yang tidak diasuransikan
● Mikro-asuransi — produk asuransi dengan premi kecil yang dirancang untuk segmen pendapatan rendah
● Penetrasi asuransi — rasio total premi asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
● Insurance density — total premi per kapita
● Insurtech — perusahaan teknologi yang mengembangkan inovasi dalam industri asuransi
● Satelit cuaca — satelit yang memantau parameter cuaca (curah hujan, kelembapan, suhu) dari orbit
● Skor kredit dinamis — sistem penilaian risiko kredit yang menyesuaikan nilai berdasarkan perilaku atau data baru
● Kompensasi otomatis — pencairan klaim langsung berdasarkan pemicu kontrak tanpa evaluasi manual
● Risiko P&C (Property & Casualty) — pasar asuransi properti dan kecelakaan
● Bencana “non-peak peril” — bencana seperti banjir, cuaca ekstrem, dan kebakaran (bukan peristiwa puncak seperti gempa besar atau topan kategori tinggi)
● Mitigasi risiko — tindakan mengurangi dampak negatif dari peristiwa risiko
● Inklusi finansial — akses masyarakat ke berbagai produk keuangan (termasuk asuransi)
● Skema konkordansi lokal — kolaborasi dengan lembaga lokal agar produk lebih sesuai dan diterima di pasar
● Ambang curah hujan (threshold) — nilai minimum curah hujan yang jadi patokan untuk pemicu kontrak
● Literasi asuransi — pemahaman masyarakat terhadap produk, manfaat dan mekanisme asuransi

#asuransiiklim #insurtech #proteksimu #ketahananiklim #asuransimikro #cuacakurangmenentu #embeddedinsurance #financialinclusion #dataasuransi #solusidetabasiscuaca #proteksiberbasisdata #petaniasuransi #fintekgrowth #smartinsurance #industriasuransi #resiliensikeuangan #inovasisosial #asuransidigital #mitigasirisk #AsiaTenggara

Comments are closed.