Perdebatan soal praktik penagihan utang kembali memanas setelah anggota Komisi III DPR, Abdullah, meminta Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut aturan yang memperbolehkan penggunaan pihak ketiga atau debt collector. DPR menilai praktik penagihan di lapangan jauh dari prinsip perlindungan konsumen dan kerap berujung pada kekerasan serta tindak pidana. Desakan ini muncul setelah sejumlah insiden viral yang melibatkan debt collector, termasuk kasus yang menegangkan ketika penagih utang membentak anggota polisi saat hendak menarik kendaraan kredit.
Fokus Utama:
1. DPR menilai regulasi OJK memberi celah legalisasi bagi praktik debt collector yang kerap berujung kekerasan.
2. Desakan agar penagihan utang diselesaikan lewat jalur perdata, bukan intimidasi jalanan.
3. Usulan agar sanksi debitur cukup melalui mekanisme blacklist SLIK OJK, tanpa melibatkan debt collector.
DPR mendesak OJK mencabut aturan yang mengizinkan debt collector menagih utang setelah serangkaian kasus kekerasan viral di publik. Apakah ini akhir dari era debt collector?
Ketegangan antara masyarakat dan pihak penagih utang kembali menjadi sorotan nasional. Bukan hanya karena insiden viral yang memperlihatkan debt collector membentak aparat kepolisian di jalan raya, tetapi juga karena DPR menyimpulkan bahwa regulasi OJK justru memberi ruang legal bagi praktik penagihan yang kerap berujung intimidasi.
Kasus debt collector yang menegur keras seorang anggota polisi di Tangerang beberapa hari lalu tampaknya menjadi pemicu kemarahan publik. Video yang beredar luas di media sosial memperlihatkan bagaimana penagih utang bertindak agresif saat hendak menarik paksa kendaraan dari debitur. Reaksi publik pun meledak. Banyak yang mempertanyakan kenapa praktik seperti ini masih terjadi, bahkan ketika ada regulasi yang mengatur perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.
Merespons kegelisahan publik, Anggota Komisi III DPR, Abdullah, secara tegas mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut Pasal 44 ayat (1) dan (2) dalam Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023. Aturan tersebut memberi celah bagi pelaku industri jasa keuangan untuk memakai pihak ketiga dalam melakukan penagihan utang.
“Saya mendesak OJK menghapus aturan pelaku jasa keuangan yang boleh melakukan penagihan utang menggunakan jasa pihak ketiga,” ujar Abdullah di Jakarta, Jumat (10/10). Ia menilai praktik di lapangan sangat jauh dari semangat perlindungan konsumen, bahkan memunculkan banyak kasus kriminal.
Menurut Abdullah, penyelesaian kredit macet sebaiknya tidak dilakukan di jalanan atau lewat intimidasi, tetapi melalui mekanisme perdata yang jelas dan transparan. “Alasannya, praktik di lapangan tidak sesuai aturan dan malah banyak tindak pidana, saya mendorong juga masalah utang ini diselesaikan secara perdata,” tegasnya.
Dalam beberapa tahun terakhir, OJK mencatat tingginya pengaduan masyarakat terkait penagihan utang, terutama dari sektor multifinance dan pinjaman digital. Laporan LAPS SJK (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Sektor Jasa Keuangan) menunjukkan pengaduan terkait penagihan kasar dan intimidatif meningkat signifikan pasca pandemi, terutama ketika tingkat kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) sektor konsumsi menyentuh lebih dari 3,2%.
Abdullah juga mengingatkan, jika debitur memang gagal membayar, mekanisme blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sudah cukup untuk memberi sanksi. “Mereka yang berutang atau debitur, jika tidak mampu membayar juga akan masuk daftar hitam atau blacklist nasional melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Bank Indonesia atau OJK,” katanya.
Desakan DPR ini bisa menjadi momentum untuk mengevaluasi ulang bagaimana sistem keuangan menagih utang. Jika tak ada perubahan, konflik antara debt collector dan masyarakat hanya tinggal menunggu waktu untuk kembali pecah—dan mungkin dalam skala yang lebih besar.
Digionary:
● Blacklist – Daftar hitam nasional debitur bermasalah yang dicatat dalam sistem keuangan.
● Debt Collector – Pihak ketiga yang ditunjuk perusahaan pembiayaan untuk menagih utang.
● NPL (Non-Performing Loan) – Rasio kredit bermasalah dalam industri keuangan.
● OJK (Otoritas Jasa Keuangan) – Lembaga yang mengawasi industri jasa keuangan di Indonesia.
● Perdata – Mekanisme hukum yang menyelesaikan sengketa secara keperdataan di pengadilan.
● POJK 22/2023 – Regulasi perlindungan konsumen di sektor keuangan yang kini diperdebatkan.
● SLIK – Sistem Layanan Informasi Keuangan untuk mencatat riwayat kredit masyarakat.
● Utang Macet – Kondisi debitur tidak mampu membayar sesuai perjanjian.
#OJK #DPR #DebtCollector #Utang #Keuangan #PerlindunganKonsumen #SLIK #HukumPerdata #JasaKeuangan #PinjamanOnline #Multifinance #PengawasanKeuangan #NPL #KreditBermasalah #HukumKeuangan #IsuNasional #ViralDebtCollector #RegulasiKeuangan #UUKeuangan #Debitur
