BTN Pastikan Tambahan Likuiditas Rp25 Triliun Terserap Seluruhnya di Akhir 2025

- 19 September 2025 - 19:40

BTN memastikan tambahan likuiditas Rp25 triliun dari pemerintah akan habis terserap hingga akhir 2025. Dana segar ini diharapkan mendorong penyaluran kredit, khususnya perumahan, sekaligus menekan biaya dana. Dengan pipeline kredit lebih dari Rp30 triliun, BTN optimistis langkah ini tidak hanya memperkuat profitabilitas, tetapi juga menjadi sinyal persaingan baru di industri perbankan yang kini bergeser dari perebutan likuiditas menuju kompetisi penyaluran kredit.


Fokus Utama:

1. BTN memproyeksikan likuiditas Rp25 triliun terserap penuh pada akhir 2025, sejalan dengan tingginya permintaan kredit perumahan.
2. Injeksi dana pemerintah ini menurunkan biaya dana BTN dan mendorong peningkatan margin bunga bersih (NIM) ke level 4,4%.
3. Persaingan perbankan kini bergeser dari perebutan likuiditas ke kompetisi penyaluran kredit, dengan potensi dampak signifikan pada sektor riil.


BTN optimistis likuiditas Rp25 triliun dari pemerintah terserap penuh akhir 2025. Dana segar ini dorong kredit perumahan, tekan biaya dana, dan tingkatkan profitabilitas.


PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) optimistis tambahan likuiditas Rp25 triliun dari pemerintah akan terserap penuh pada akhir tahun ini. Proyeksi itu sejalan dengan rata-rata penyaluran kredit perseroan yang mencapai Rp6–7 triliun per bulan, mayoritas berasal dari pembiayaan perumahan.

Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menegaskan, suntikan dana pemerintah membuat persaingan antarbank bergeser. “Langkah pemerintah ini telah memindahkan persaingan di likuiditas menjadi persaingan di kredit. Dengan adanya tambahan dana Rp25 triliun, likuiditas tidak menjadi masalah lagi bagi BTN setidaknya dalam waktu enam bulan. Saya perkirakan Desember sudah habis terserap,” ujarnya dalam Media Gathering BTN 2025 di Bandung, Jumat (19/9).

Menurut dia, proyeksi itu sesuai dengan rencana bisnis bank (RBB). “Realisasi kredit kami rata-rata Rp6–7 triliun per bulan, jadi kalau akhir tahun Rp25 triliun itu sudah nutup,” katanya.

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebelumnya menyalurkan Rp200 triliun ke lima bank pelat merah. BTN kebagian Rp25 triliun yang wajib disalurkan ke sektor riil dalam enam bulan. Skema ini mirip Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) saat pandemi, ketika BTN menerima Rp10 triliun. Dana tersebut berhasil disalurkan dan dikembalikan ke kas negara dalam dua tahun.

Kini, dengan pipeline kredit lebih dari Rp30 triliun, Nixon yakin penyerapan dana akan lebih cepat. “Demand-nya justru sangat ada di BTN, pipeline (kredit) di kami sebenarnya Rp30 triliun lebih. Dengan adanya tambahan likuiditas ini, masalahnya sudah selesai dan yang sudah ada di pipeline jadinya cepat diberi keputusan agar tidak pindah ke bank lain,” jelasnya.

Tekan Biaya Dana, Dorong Profitabilitas

Tambahan likuiditas juga membantu BTN menurunkan biaya dana (cost of fund). Terlebih, Bank Indonesia memangkas suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 125 basis poin dalam setahun terakhir. Tak lama setelah dana masuk, BTN menurunkan bunga deposito special rate sebesar 50 bps.

“Dana Rp25 triliun membantu BTN menurunkan suku bunga dana mahal dan kami akan memastikan special rate akan terus turun hingga akhir tahun,” kata Nixon.

Strategi itu langsung berdampak pada profitabilitas. Margin bunga bersih (NIM) BTN naik 139 bps menjadi 4,4% pada semester I-2025, level tertinggi dalam lima tahun terakhir. Kinerja ini menunjukkan efisiensi biaya dana mulai berbuah.

Industri perbankan Indonesia saat ini memasuki babak baru. Jika sebelumnya kompetisi berkutat pada perebutan dana murah (CASA), kini bank-bank BUMN harus berlomba menyalurkan kredit ke sektor riil. Bagi BTN, fokus utamanya tetap pada ekosistem perumahan, termasuk KPR subsidi yang masih menjadi tulang punggung permintaan.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, hingga Juli 2025, kredit perbankan tumbuh 11,2% (yoy), dengan kredit perumahan berkontribusi lebih dari 30%. Dalam konteks ini, posisi BTN sebagai bank spesialis pembiayaan perumahan memberi keuntungan kompetitif untuk menyerap dana tambahan lebih cepat dibanding kompetitornya.


Digionary:

● BI Rate: suku bunga acuan Bank Indonesia yang menjadi patokan bunga pinjaman dan simpanan.
● bps (basis poin): satuan untuk mengukur perubahan suku bunga; 1 bps = 0,01%.
● CASA (Current Account Saving Account): dana murah bank dari tabungan dan giro.
● Cost of Fund: biaya yang dikeluarkan bank untuk menghimpun dana dari masyarakat.
● Likuiditas: kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aset lancar.
● Margin Bunga Bersih (NIM): selisih antara bunga kredit yang diterima bank dengan bunga simpanan yang dibayarkan.
● Pipeline Kredit: daftar atau antrean pengajuan kredit yang sedang diproses bank.
● RBB (Rencana Bisnis Bank): rencana strategis tahunan yang wajib disusun bank sesuai ketentuan regulator.

#BTN #BankTabunganNegara #Likuiditas #KreditPerumahan #PerbankanIndonesia #KreditBTN #BUMN #BankIndonesia #BIRate #CostOfFund #NIM #EkonomiIndonesia #Perumahan #KPR #OJK #Keuangan #Investasi #Perekonomian #TransformasiDigital #MediaBankin

Comments are closed.