Untung Besar, Risiko Meningkat: Laba BCA Naik, Pencadangan Kredit Membengkak

- 18 September 2025 - 19:26

Bank Central Asia (BCA) mencatat laba bersih Rp39,06 triliun hingga Agustus 2025, tumbuh 8,52% dibanding periode sama tahun lalu. Namun, di balik capaian itu, beban pencadangan melonjak tajam 106,75% menjadi Rp2,66 triliun. Kenaikan laba BCA terutama ditopang oleh lonjakan pendapatan bunga bersih dan fee-based income, sementara ekspansi kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga terus menguat.


Fokus Utama:

1. Laba tetap tumbuh meski beban berat – Laba Rp39,06 triliun ditopang bunga bersih Rp53,12 triliun dan fee income Rp12,61 triliun, di tengah beban pencadangan yang membengkak.
2. Ekspansi kredit dan DPK – Kredit tembus Rp920,87 triliun dan DPK Rp1.160 triliun, menunjukkan kepercayaan nasabah tetap tinggi.
3. Tantangan risiko makroekonomi – Lonjakan pencadangan mencerminkan kehati-hatian bank menghadapi potensi risiko kredit di tengah gejolak ekonomi domestik dan global.


BCA bukukan laba Rp39,06 triliun hingga Agustus 2025, tumbuh 8,52% meski beban pencadangan kredit melonjak 106%. Apa strategi BCA menghadapi risiko ekonomi yang makin berat?


PT Bank Central Asia Tbk (BCA) kembali mencetak kinerja impresif di tengah tantangan industri perbankan. Hingga Agustus 2025, bank swasta terbesar di Indonesia ini mengantongi laba bersih Rp39,06 triliun, naik 8,52% dibanding periode sama tahun lalu.

Namun, di balik pencapaian tersebut, BCA harus menghadapi kenyataan: beban pencadangan kredit melonjak drastis 106,75% menjadi Rp2,66 triliun. Sebagai catatan, pada Juli 2025 beban pencadangan “hanya” Rp1,9 triliun, atau naik 64,63% dari tahun lalu. Lonjakan dalam sebulan menunjukkan tekanan risiko kredit yang makin nyata.

Kenaikan pencadangan tak lepas dari sikap hati-hati bank dalam mengantisipasi potensi gagal bayar, di tengah ketidakpastian global, pelemahan daya beli, dan penyesuaian suku bunga. Data Bank Indonesia mencatat, pertumbuhan kredit perbankan nasional hingga Juli 2025 baru 9,8% (YoY), lebih lambat dibanding target awal 2025 yang dipatok 10-12%.

Meski begitu, BCA tetap mampu menjaga mesin keuntungan. Pendapatan bunga bersih mencapai Rp53,12 triliun, naik dari Rp50,55 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Pendapatan non-bunga pun ikut terdongkrak 18,89% menjadi Rp18,26 triliun, dengan kontribusi terbesar dari fee-based income Rp12,61 triliun.

Di sisi intermediasi, portofolio kredit BCA naik ke Rp920,87 triliun, dari Rp842,7 triliun setahun sebelumnya. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga bertambah menjadi Rp1.160 triliun, naik dari Rp1.102 triliun pada Agustus 2024. Kenaikan ini menunjukkan likuiditas BCA tetap solid dan kepercayaan nasabah tak tergoyahkan.

“Peningkatan pencadangan adalah refleksi komitmen kami menjaga kualitas aset. Meski beban bertambah, kami tetap fokus pada pertumbuhan yang berkelanjutan,” kata salah satu eksekutif BCA dalam paparan kinerja bulanan.

Analis menilai, kinerja BCA relatif lebih tangguh dibanding bank lain. “Margin bunga bersih (NIM) BCA tetap kuat di kisaran 5%, jauh di atas rata-rata industri yang sekitar 4%. Ini yang membuat laba BCA masih bisa tumbuh meski pencadangan membengkak,” ujar seorang ekonom perbankan dari Universitas Indonesia.

Namun, ke depan, BCA tetap menghadapi tantangan besar. Perlambatan ekonomi global, tekanan likuiditas, hingga potensi kenaikan kredit bermasalah (NPL) bisa menjadi ujian berat. Fitch Ratings dalam riset terbarunya bahkan memperkirakan NPL sektor perbankan Indonesia bisa naik ke 3% pada akhir 2025, dari 2,4% saat ini.

Dengan basis permodalan kuat, efisiensi operasional, dan strategi digitalisasi agresif, BCA diyakini tetap bisa menjaga posisi sebagai bank paling menguntungkan di Tanah Air. Meski demikian, lonjakan beban pencadangan adalah sinyal penting bahwa risiko di sektor keuangan kian kompleks dan tak bisa dianggap remeh.

Digionary:

● Dana Pihak Ketiga (DPK): Dana yang dihimpun bank dari masyarakat dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito.
● Fee-based income: Pendapatan bank dari biaya layanan, seperti komisi, administrasi, dan transaksi, bukan dari bunga kredit.
● Laba bersih: Keuntungan yang diperoleh perusahaan setelah dikurangi beban operasional, pajak, dan pencadangan.
● Margin bunga bersih (NIM): Selisih antara pendapatan bunga dengan beban bunga dibandingkan dengan aset produktif bank.
● Non-Performing Loan (NPL): Kredit bermasalah atau macet yang tidak bisa ditagih sesuai jadwal.
● Pencadangan kredit: Dana yang disisihkan bank untuk menutup potensi kerugian dari kredit bermasalah.
● Portofolio kredit: Total pinjaman yang disalurkan bank kepada nasabah, baik korporasi maupun individu.
● Year on year (YoY): Perbandingan kinerja keuangan dalam periode yang sama pada tahun berbeda.

#BCA #Banking #PerbankanIndonesia #LabaBCA #LaporanKeuangan #Kredit #DPK #Pencadangan #RisikoKredit #EkonomiIndonesia #Keuangan #Investasi #SahamBCA #BI #OJK #BankingRisk #FinanceNews #BisnisIndonesia #PerbankanDigital #StabilitasFinansial

BCA, laba BCA 2025, laporan keuangan BCA, pendapatan bunga bersih, fee-based income, kredit BCA, DPK BCA, pencadangan kredit, risiko perbankan Indonesia, NPL perbankan, margin bunga bersih BCA, laba bersih bank, saham BCA, bank swasta terbesar Indonesia, BI dan perbankan, OJK perbankan, stabilitas sistem keuangan, profit bank Indonesia, ekonomi Indonesia 2025, pertumbuhan kredit bank,

Comments are closed.