Banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) telah memantik keprihatinan serius dari dunia pembiayaan. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) bersama Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menyatakan siap melonggarkan penagihan kredit bagi korban — dengan skema penyesuaian utang yang fleksibel, bergantung pada kondisi tiap debitur. Di tengah upaya mitigasi kredit macet, sejumlah korban jiwa akibat bencana terus bertambah: data terbaru menunjukkan korban meninggal dunia kini mencapai 303 jiwa, dan ratusan orang masih hilang.
FOKUS UTAMA:
- Industri Pembiayaan Siapkan Relaksasi bagi Korban Banjir di Sumatra
- Skema Mitigasi Tidak Otomatis, Bergantung Kondisi Debitur
- Bencana Membesar: Ratusan Korban Jiwa, Aset Hilang, dan Risiko Kredit Melonjak
Banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah menenggelamkan kawasan permukiman, memporak-porandakan rumah, dan menimbulkan ratusan korban jiwa — sementara di balik deru alat berat dan jeritan tangis penyintas, ada persoalan baru: jutaan rupiah cicilan kredit yang masih membayang. Menyadari hal ini, pelaku industri pembiayaan — dari leasing tradisional hingga fintech — bersiap memberi kelonggaran penagihan dan fleksibilitas pembayaran, dengan harapan utang tak jadi beban tambahan di masa pemulihan.
Industri pembiayaan buka opsi lunak bagi korban banjir
Sikap cepat datang dari APPI dan AFPI. Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, menegaskan bahwa perusahaan pembiayaan pada dasarnya sudah memiliki prosedur internal untuk menghadapi risiko bencana. “Bagi debitur yang misalnya jaminannya hanyut, hilang … bisa dilihat lagi dalam perjanjian — dan akan dibantu,” katanya.
Menurut Suwandi, sebelum mengambil langkah penyesuaian kredit, perusahaan akan mendata secara cermat kondisi debitur. Namun dia menegaskan bahwa skema mitigasi — bisa berupa relaksasi pembayaran, restrukturisasi atau rescheduling — tidak bisa digeneralisasi. “Setiap perusahaan akan melihat kondisi debiturnya sendiri. Enggak ada aturan satu untuk semua,” ujarnya.
Di sisi lain, AFPI, melalui Ketua Umumnya Entjik S. Djafar, menyatakan bahwa asosiasi kini membentuk tim khusus (task force) untuk memetakan dampak bencana terhadap debitur fintech di Sumatra. Skema yang dibahas termasuk kemungkinan penjadwalan ulang pembayaran. Djafar mengimbau agar para peminjam yang terkena dampak segera menghubungi platform pinjaman daring (pindar) untuk menginformasikan kondisi mereka.
Ketidakpastian: bukan semua debitur akan diperlakukan sama
Meskipun ada komitmen dari industri pembiayaan, fleksibilitas penagihan tidak bersifat otomatis atau seragam. Suwandi menekankan, “enggak ada skema mitigasi risiko yang paling sering digunakan, kan beda-beda.”
Artinya: debitur yang benar-benar terdampak — rumah dan jaminan hilang, kehilangan pekerjaan, rumah terdampak berat — mungkin mendapatkan penyesuaian. Tapi bagi debitur dengan kondisi relatif stabil, bisa jadi pembayaran tetap berjalan seperti biasa. Skema ini bergantung pada keputusan internal masing-masing perusahaan pembiayaan atau platform fintech.
Bagi banyak korban banjir, kondisi ekonomi dan sosial masih rapuh — sehingga opsi penjadwalan ulang (rescheduling) bisa menjadi penyelamat agar utang tak berubah menjadi beban tambahan di tengah pemulihan trauma dan kerugian materiil.
Bencana membesar — korban jiwa menanjak, beban sosial dan ekonomi makin berat
Sementara itu, situasi di lapangan terus memburuk. Menurut data terbaru dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), total korban meninggal akibat banjir dan longsor di Aceh, Sumut, dan Sumbar telah mencapai 303 jiwa per Sabtu (29/11/2025). Rinciannya: 166 jiwa di Sumut, 90 di Sumbar, dan 47 di Aceh. Ribuan lainnya masih hilang atau mengungsi.
Korban terdampak bencana ini tak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga aset — rumah, kendaraan, agunan kredit — dan sumber penghidupan. Infrastruktur terpukul: akses jalan terputus, komunikasi terkendala, banyak rumah hancur atau terendam lumpur. Pemerintah bersama relawan masih terus berupaya evakuasi, membuka jalur darurat, dan mendirikan dapur umum untuk pengungsi.
Dalam konteks itu, langkah APPI dan AFPI untuk memberi ruang bernapas kepada debitur yang terdampak adalah upaya krusial — bukan hanya soal bisnis, tetapi bagian dari tanggung jawab sosial di tengah krisis besar.
Digionary
● debitur — orang atau entitas yang menerima kredit atau pembiayaan;
● jaminan (agunan) — aset yang dijadikan jaminan atas kredit, yang dapat disita jika debitur gagal bayar;
● restrukturisasi — penataan ulang kewajiban kredit, misalnya merubah jadwal pembayaran atau suku bunga agar sesuai kemampuan debitur;
● rescheduling — penjadwalan ulang cicilan kredit, biasanya dengan memperpanjang tenor atau menunda pembayaran;
● non-performing loan (NPL) — kredit macet; kredit yang tidak lagi dibayar sesuai jadwal sehingga menjadi beban risiko bagi pemberi pembiayaan;
● fintech / pindar — perusahaan finansial berbasis teknologi yang menyediakan layanan pinjaman atau pembiayaan daring (online).
#banjirsumatera #bencanaaceh #bencanasumut #bencanasumbar #kredit macet #pembiayaan #fleksibel #refinancing #restrukturisasikredit #fintechindonesia #asosiasileasing #asosiasifintech #relaksasiutang #korbanbanjir #BNPBupdate #mitigasirisiko #banjirbandang #longsorsumatera #utangdebitur #cicilankredit #dampaksosialbanjir
