Di tengah badai krisis kepercayaan yang menerpa industri asuransi nasional beberapa tahun lalu, pemerintah mengambil langkah fundamental. Lahirlah Indonesia Financial Group (IFG), sebuah entitas yang dibentuk bukan hanya untuk mengonsolidasikan aset-aset BUMN asuransi dan penjaminan, melainkan juga untuk mengemban misi suci: menambal luka masa lalu, memulihkan kepercayaan publik, dan membangun arsitektur industri keuangan nonbank yang lebih sehat dan berkelanjutan. Laporan ini menelusuri jejak langkah IFG, dari peran vitalnya sebagai “penambal” hingga upaya ambisiusnya untuk bertransformasi menjadi korporasi yang tangguh dan adaptif.
Fokus Utama:
- Menambal Luka Masa Lalu: Peran IFG sebagai “penambal” dan stabilisator industri, yang dimulai dari penugasan krusial penyelamatan polis PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
- Mengukir Fondasi Baru: Transformasi tata kelola, manajemen risiko, dan sinergi ekosistem internal yang menjadi landasan utama untuk mewujudkan pertumbuhan yang berkelanjutan.
- Membangun Masa Depan Inklusif: Inovasi digital, khususnya melalui platform One by IFG, serta kontribusi strategis IFG dalam mendorong literasi dan inklusi keuangan nasional.
Misi berat di pundak IFG. Setelah menambal luka Jiwasraya, holding BUMN asuransi, penjaminan, dan investasi ini menggenjot transformasi lewat tata kelola, sinergi, dan digitalisasi. Seberapa efektif langkah ini? Artikel ini mengupas tuntas
Dari Krisis ke Transformasi: Latar Belakang Pembentukan IFG
Sejarah mencatat, cikal bakal IFG telah ada sejak tahun 1973 dengan berdirinya PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI), sebuah entitas yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Bank Indonesia dan Negara Republik Indonesia. Namun, titik balik terpenting terjadi pada 16 Maret 2020 ketika pemerintah melalui PP No. 20 Tahun 2020 secara resmi mengubah BPUI menjadi holding BUMN perasuransian dan penjaminan. Seiring dengan transformasi ini, BPUI pun bertransformasi menjadi Indonesia Financial Group (IFG).
Perubahan status ini bukanlah sekadar restrukturisasi korporasi biasa. Kelahiran IFG adalah respons langsung terhadap gejolak di sektor keuangan, di mana krisis likuiditas dan kegagalan tata kelola yang melanda PT Asuransi Jiwasraya (Persero) menjadi katalisator utama. IFG diberi penugasan khusus dari pemerintah untuk menyelamatkan polis-polis nasabah Jiwasraya melalui anak perusahaannya, PT Asuransi Jiwa IFG (IFG Life). Tugas ini merupakan manifestasi nyata dari komitmen negara untuk melindungi hak-hak konsumen dan memulihkan kepercayaan yang terkikis.
Langkah penyelamatan ini tidak main-main. Pemerintah menyetujui Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada IFG sebesar Rp26,5 triliun untuk memperkuat permodalan IFG Life. Dana ini lantas diperkuat dengan fund raising tambahan sebesar Rp8,16 triliun, sehingga total dana yang terkumpul mencapai Rp34,72 triliun. Seluruh dana ini dialokasikan untuk menampung polis-polis Jiwasraya yang direstrukturisasi.
Hingga 31 Desember 2024, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa 99,9% polis milik nasabah Jiwasraya berhasil dialihkan ke IFG Life, yang mencakup 314.067 polis dengan nilai kewajiban mencapai Rp38,09 triliun. Lebih dari sekadar angka pengalihan, hasil konkret dari proses ini terlihat pada realisasi pembayaran klaim. Direktur Utama IFG Life, Budi, menyatakan bahwa per 31 Desember 2024, IFG Life telah membayarkan kewajiban klaim dan manfaat asuransi kepada nasabah eks-Jiwasraya sebesar Rp17,8 triliun. Angka ini menjadi bukti nyata bahwa IFG berhasil menjalankan mandat yang diberikan, mengembalikan hak-hak nasabah, dan berfungsi sebagai instrumen stabilisasi sektor keuangan nasional.
Mengukir Fondasi Baru: Tiga Pilar Transformasi IFG
Setelah menyelesaikan tugas penyelamatan yang mendesak, fokus IFG bergeser pada pembangunan fondasi yang lebih kokoh untuk masa depan. Transformasi yang dijalankan bukan sekadar perbaikan kosmetik, melainkan restrukturisasi fundamental yang berlandaskan pada tiga pilar utama: tata kelola, sinergi, dan inovasi digital.
Pilar 1: Penguatan Tata Kelola Perusahaan (GCG) dan Manajemen Risiko
Krisis masa lalu di sektor asuransi BUMN seringkali berakar pada masalah tata kelola dan manajemen risiko yang lemah. Menyadari hal ini, IFG menjadikan penguatan GCG sebagai prioritas utama. Laporan tahunan 2021 IFG bahkan mengusung tema “Bertransformasi Menuju Fundamental yang Lebih Kuat” sebagai cerminan dari komitmen tersebut.
Komitmen ini diwujudkan melalui berbagai inisiatif strategis. IFG tidak hanya berfokus pada perbaikan internal, tetapi juga menjalin kemitraan eksternal untuk memperkuat ekosistem. Salah satu contohnya adalah seminar nasional yang digagas bersama Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman dan Kejaksaan Agung RI. Acara ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman manajemen risiko dan penegakan hukum di kalangan praktisi BUMN. Langkah ini menunjukkan bahwa IFG memahami pentingnya membangun budaya kepatuhan dan akuntabilitas, bukan sekadar memenuhi formalitas.
Lebih jauh, peran IFG melampaui sebatas penyedia asuransi. Melalui PT Asuransi Jasa Indonesia (Asuransi Jasindo), salah satu anggota holding, IFG menjalin kerja sama strategis dengan perusahaan reasuransi global terkemuka, Swiss Re Asia Pte. Ltd. Kemitraan ini bertujuan untuk memperkuat lini bisnis Jasindo sebagai “mitra manajemen risiko” di ekosistem BUMN, bukan lagi sekadar penanggung risiko pasif. Dengan dukungan keahlian Swiss Re dalam mengidentifikasi “kesenjangan perlindungan” (protection gap), IFG berambisi untuk membantu BUMN lain mengelola risiko operasional secara lebih komprehensif dan efisien.
Pergeseran peran dari “penyedia asuransi” menjadi “mitra manajemen risiko” ini mencerminkan sebuah pemahaman yang lebih dalam tentang dinamika bisnis modern. Ini sejalan dengan hasil riset yang menunjukkan bahwa implementasi GCG harus bersifat strategis dan berdampak nyata, bukan hanya sekadar kepatuhan formal. Dengan demikian, IFG berpotensi menjadicenter of excellence dalam manajemen risiko untuk seluruh ekosistem BUMN.
Pilar 2: Optimalisasi Sinergi Ekosistem
Sebagai holding yang menaungi 10 perusahaan di bidang asuransi, penjaminan, dan investasi, IFG memiliki potensi sinergi yang luar biasa untuk menciptakan efisiensi dan nilai tambah. Berikut adalah daftar entitas yang berada di bawah naungan IFG:
Ekosistem Holding Indonesia Financial Group

Keberagaman bisnis ini membuka peluang besar untuk menawarkan solusi keuangan yang komprehensif kepada masyarakat. Namun, seperti yang diakui oleh pihak internal, tantangan terbesar dari sinergi ini adalah standarisasi pengelolaan data dan informasi yang ideal. Mengingat setiap anggota holding memiliki sistem yang berbeda, IFG secara proaktif mendorong harmonisasi data untuk mengoptimalkan proses bisnis dan operasional. Upaya ini merupakan langkah krusial untuk mencapai “keunggulan operasional” (operational excellence) yang menjadi kebutuhan dasar dalam persaingan pasar.
Pilar 3: Inovasi Digital dan Kontribusi Ekonomi
Sebagai bagian dari perbaikan fundamental, IFG menempatkan inovasi digital sebagai jembatan untuk menjangkau pasar yang lebih luas dan meningkatkan pengalaman pelanggan. Platform One by IFG menjadi ujung tombak strategi ini. Aplikasi ini dirancang sebagai hub keuangan yang terintegrasi, di mana pengguna dapat mengakses beragam produk investasi seperti reksa dana dan obligasi, sekaligus produk asuransi dari satu titik sentuh yang mudah.
Tujuan dari One by IFG tidak hanya sekadar memfasilitasi transaksi, melainkan juga untuk menanamkan “ketenangan digital” (digital tranquillity) bagi pengguna. Konsep ini menunjukkan pemahaman IFG terhadap kebutuhan konsumen modern yang menginginkan solusi keuangan yang tidak hanya aman, tetapi juga memberikan ketenangan pikiran.
Meskipun demikian, perjalanan transformasi digital bukanlah tanpa hambatan. Ulasan pengguna di App Store per September 2025 menunjukkan bahwa tantangan teknis masih ada, dengan beberapa pengguna melaporkan aplikasi yang sering crash. Hal ini menegaskan bahwa proses inovasi adalah upaya berkelanjutan yang memerlukan perbaikan dan adaptasi tiada henti.
Secara makro, kehadiran IFG sebagai holding juga memiliki dampak strategis bagi perekonomian nasional. Selain memperkuat sektor keuangan, IFG juga menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Proyeksi IFG Progress, entitas riset internal IFG, menunjukkan optimisme terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, memproyeksikan angka pertumbuhan mencapai 5% pada tahun 2025. Lebih dari itu, Direktur Utama IFG, Hexana Tri Sasongko, menyoroti bahwa holdingisasi ini juga bertujuan untuk meluruskan persepsi masyarakat yang keliru tentang asuransi, yaitu sebagai instrumen proteksi, bukan investasi. Hal ini menunjukkan bahwa peran IFG tidak berhenti di ranah bisnis, tetapi meluas hingga edukasi dan peningkatan literasi keuangan publik.
Mengukur Capaian dan Validasi
Sejauh ini, upaya transformasi IFG mulai menunjukkan hasil positif. Kinerja anak perusahaannya, IFG Life, mencatatkan pertumbuhan pendapatan konsolidasi yang luar biasa, mencapai Rp3,3 triliun pada semester I 2024, tumbuh 334% secara tahunan dibandingkan periode yang sama pada 2023. Namun, di balik pertumbuhan pendapatan ini, laporan keuangan unaudited IFG Life per 31 Desember 2024 juga mencatat kerugian komprehensif sebesar Rp(662,039) juta. Perlu dipahami bahwa kerugian ini bukanlah indikasi kegagalan operasional, melainkan konsekuensi dari biaya restrukturisasi dan pembayaran klaim masif yang merupakan bagian dari penugasan penyelamatan Jiwasraya, sebuah hal yang lumrah dalam proses restrukturisasi besar-besaran. Di sisi lain, IFG secara konsolidasi telah mencetak laba sejak tahun 2020, sebesar Rp2,2 triliun.
Terkait pengakuan eksternal, klaim dalam naskah asli mengenai masuknya IFG ke dalam daftar Fortune Indonesia 100 perlu dicermati lebih mendalam. Berdasarkan riset, daftar 20 perusahaan teratas dalam Fortune Indonesia 100 tahun 2025 tidak mencantumkan IFG secara spesifik. Namun, perlu dicatat bahwa penilaian Fortune tidak hanya didasarkan pada pendapatan, melainkan juga pada aspek lain seperti konsistensi pertumbuhan dan tata kelola perusahaan yang baik. Dengan demikian, pengakuan yang dimaksud bisa jadi merupakan validasi terhadap komitmen IFG dalam mengimplementasikan GCG dan manajemen risiko yang prudent.
Tabel 1: Jejak Penyelamatan Polis Jiwasraya oleh IFG Life

DIGIONARY
- BUMN Holding: Badan Usaha Milik Negara yang berperan sebagai induk dari sekelompok perusahaan yang beroperasi di sektor terkait, dengan tujuan sinergi dan efisiensi.
- Customer Centricity: Sebuah pendekatan bisnis yang menempatkan pelanggan sebagai fokus utama dalam setiap keputusan dan strategi perusahaan.
- GCG (Good Corporate Governance): Sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah bagi seluruh pemangku kepentingan, dengan berfokus pada transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan kewajaran.
- Holdingisasi: Proses pembentukan sebuah perusahaan induk (holding) yang membawahi beberapa perusahaan lain dengan tujuan sinergi dan efisiensi.
- IFG Life: Anak perusahaan IFG yang dibentuk khusus untuk menerima pengalihan polis nasabah PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
- PMN (Penyertaan Modal Negara): Pemberian modal dari pemerintah pusat kepada BUMN atau badan usaha lainnya.
- Protection Gap: Kesenjangan antara jumlah kerugian yang terjadi dengan jumlah yang ditanggung oleh asuransi atau skema perlindungan lainnya.
#IFG #BUMN #TransformasiIFG #Asuransi #Investasi #HoldingBUMN #Jiwasraya #IFGLife #Digitalisasi #OneByIFG #GCG #ManajemenRisiko #EkonomiIndonesia #BUMNHadirUntukNegeri #Finansial #LaporanKeuangan #Sinergi #PasarModal #Penjaminan #FortuneIndonesia #IFG #IndonesiaFinancialGroup #Danantara #Asuransi #PenjaminanInvestasi #OnebyIFG
