Belanja Online hingga Fake Call, Modus Penipuan Digital Makan Korban Triliunan Rupiah

- 18 Desember 2025 - 18:57

Lonjakan penipuan digital kian menggerogoti kepercayaan publik. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga November 2025 menunjukkan penipuan belanja online, fake call, hingga phishing masih mendominasi laporan masyarakat, dengan total kerugian menembus triliunan rupiah. Di tengah masifnya transaksi digital dan euforia akhir tahun, OJK mengingatkan: modus kian canggih, korban terus bertambah, dan kewaspadaan publik menjadi benteng terakhir.


Fokus Utama:

■ Lonjakan laporan penipuan digital dengan kerugian mencapai triliunan rupiah.
■ Belanja online dan fake call menjadi modus paling dominan sepanjang 2025.
■ Peringatan OJK soal meningkatnya penipuan hadiah dan donasi menjelang akhir tahun.


OJK mengungkap modus penipuan yang paling banyak dilaporkan masyarakat hingga November 2025, dari belanja online hingga fake call, dengan kerugian menembus triliunan rupiah.


Di balik kemudahan belanja online dan transaksi digital, ancaman penipuan mengintai tanpa henti. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, hingga November 2025, puluhan ribu laporan penipuan masuk dari masyarakat—dengan kerugian yang tidak lagi ratusan miliar, melainkan triliunan rupiah. Modusnya beragam, dari toko palsu hingga telepon berkedok lembaga resmi, dan semuanya memanfaatkan satu celah yang sama: kelengahan korban.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka tabir maraknya kejahatan finansial yang menjerat masyarakat sepanjang 2025. Data terbaru OJK menunjukkan, penipuan transaksi belanja online menjadi modus yang paling banyak dilaporkan hingga November 2025, dengan 64.933 laporan dan kerugian mencapai Rp 1,14 triliun.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebut sebagian besar kasus belanja online melibatkan toko palsu dan tautan berbahaya yang beredar di media sosial maupun aplikasi pesan instan. “Memang banyak terkait transaksi belanja online. Kalau dilihat, modus belanja online yang digunakan adalah melalui toko palsu atau tautan yang berbahaya,” katanya dalam konferensi pers RDK OJK, Kamis (11/12).

Di posisi kedua, laporan terbanyak berasal dari penipuan mengatasnamakan pihak lain atau fake call. Dalam skema ini, pelaku menyamar sebagai perwakilan lembaga resmi dengan logo dan identitas yang dibuat menyerupai institusi jasa keuangan. Modus ini tercatat 39.978 laporan, dengan kerugian mencapai Rp 1,54 triliun—angka yang bahkan melampaui kerugian belanja online.

Selain itu, phishing dan penyebaran file apk berbahaya juga masih menjadi momok. Pelaku biasanya mengirim undangan palsu atau file apk melalui WhatsApp, lalu mencuri data pribadi dan mengakses mobile banking korban. “Modus itu ada sebanyak 15.800 laporan, dengan kerugian mencapai Rp 605,48 juta. Adapun file apk via WhatsApp tercatat 3.924 laporan, dengan kerugian sebesar Rp 137,45 juta,” ujar Friderica.

Menjelang akhir tahun, OJK juga mencatat peningkatan penipuan berkedok hadiah dan donasi. Situasi bencana dan momentum liburan kerap dimanfaatkan pelaku untuk memainkan emosi korban. Penipuan hadiah tercatat 17.755 laporan, dengan kerugian Rp 226,94 juta.

“Jadi, seolah-olah mendapat hadiah, minta data pribadi, kemudian malah ada biaya untuk klaimnya. Misalnya, mendapat hadiah Rp 100 juta, kirim dulu Rp 5 juta atau biaya pajak dan seterusnya,” kata Friderica.

Fenomena ini sejalan dengan tren global. Laporan Global Anti-Scam Alliance 2025 mencatat kerugian akibat penipuan digital di kawasan Asia Pasifik meningkat signifikan seiring lonjakan transaksi daring. Di Indonesia, ketergantungan tinggi pada mobile banking dan e-commerce membuat risiko semakin besar jika literasi digital tidak diimbangi kewaspadaan.

OJK bersama Satgas PASTI kembali mengingatkan masyarakat agar tidak sembarang mengklik tautan, tidak merespons telepon dari nomor tidak dikenal, serta tidak pernah membagikan OTP, PIN, atau data pribadi kepada siapa pun. Jika menerima telepon dari pihak yang mengaku lembaga resmi, masyarakat diminta melakukan verifikasi mandiri dengan menghubungi kanal resmi lembaga terkait.

Friderica juga mendorong masyarakat untuk segera melaporkan aktivitas mencurigakan ke OJK agar dapat ditindaklanjuti lebih cepat dan mencegah jatuhnya korban baru.


Digionary:

● APK Berbahaya: Aplikasi palsu yang digunakan untuk mencuri data korban
● Fake Call: Penipuan melalui telepon dengan menyamar sebagai pihak resmi
● OTP: One-Time Password untuk verifikasi transaksi
● OJK: Otoritas Jasa Keuangan
● PASTI: Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal
● Phishing: Upaya pencurian data melalui tautan atau pesan palsu
● PIN: Personal Identification Number untuk akses keuangan

#OJK #PenipuanDigital #ScamIndonesia #FakeCall #BelanjaOnline #Phishing #APKBerbahaya #KejahatanFinansial #KeamananDigital #LiterasiKeuangan #PerlindunganKonsumen #Fintech #Ecommerce #MobileBanking #SatgasPASTI #WaspadaPenipuan #KeuanganIndonesia #EkonomiDigital #DataPribadi #CyberCrime

Comments are closed.