Aksi Massal Fans K-Pop Indonesia Tuntut Hana Bank Pertanggungjawabkan Pendanaan Batu Bara

- 9 Desember 2025 - 16:16

Penggemar K-pop di Indonesia menggalang salah satu gerakan digital terbesar untuk lingkungan, mendesak Hana Bank menghentikan pendanaan US$ 530 juta ke proyek nikel berbahan bakar batu bara di Pulau Obi, Maluku Utara. Aksi ini memanfaatkan pengaruh idola K-pop sebagai brand ambassador bank tersebut untuk menuntut konsistensi antara citra perusahaan dengan praktik pendanaannya yang dinilai merusak ekosistem dan masyarakat lokal.


Fokus Utama:

■ Hana Financial Group mengklaim berhenti mendanai PLTU batu bara sejak 2021, namun kenyataannya masih membiayai proyek nikel berbahan bakar batu bara di Indonesia melalui pinjaman senilai ratusan juta dolar.
■ Operasi pertambangan nikel di Pulau Obi tidak hanya menyumbang emisi karbon yang sangat besar (hampir 1% emisi nasional), tetapi juga menyebabkan relokasi paksa, pencemaran logam berat di perairan, dan mengancam kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak.
■ Penggemar K-pop (fandom) memanfaatkan pengaruh budaya pop dan hubungan emosional dengan idola (yang menjadi brand ambassador bank) untuk melakukan tekanan politik dan digital yang terorganisir, menandai pergeseran dalam taktik gerakan lingkungan global.


Dalam sebuah pergerakan yang menunjukkan betapa pop culture dapat menjadi penggerak isu global, puluhan ribu penggemar K-pop di Indonesia melancarkan tekanan sistematis terhadap salah satu konglomerat keuangan terbesar Korea Selatan. Mereka menuntut Hana Bank mempertanggungjawabkan kontradiksi antara janji keberlanjutan perusahaan dengan realitas pendanaannya yang mengucur ke proyek energi kotor di Indonesia.

Kampanye yang dipelopori oleh gerakan akar rumput KPOP4PLANET bersama tujuh fandom besar Indonesia ini berpusat pada pendanaan Hana Bank ke operasi nikel yang digerakkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Pulau Obi, Maluku Utara. Ini bukan sekadar petisi online biasa, melainkan aksi terstruktur yang memanfaatkan hubungan emosional antara fans dengan idola mereka—sekaligus menyoroti celah dalam komitmen iklim korporasi.

Kontradiksi yang Mahal: Janji vs Realita

Pada 2021, Hana Financial Group, induk usaha Hana Bank, dengan bangga mengumumkan kebijakan untuk menghentikan pembiayaan proyek-proyek PLTU batu bara baru, baik di dalam maupun luar negeri. Pengumuman itu selaras dengan gelombang global untuk beralih dari energi fosil.

Namun, laporan investigasi dari organisasi Recourse dan Market Forces pada 2024 mengungkap narasi yang berbeda. Laporan itu menyebutkan bahwa melalui anak perusahaannya di Indonesia, PT Korea Exchange Bank (KEB) Hana Bank, konglomerasi tersebut terlibat dalam konsorsium perbankan yang menyediakan pinjaman senilai US$ 530 juta kepada PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF) pada 2022. HJF adalah anak perusahaan dari Harita Nickel, raksasa tambang yang beroperasi di Pulau Obi.

“Banyak penggemar yang senang saat Hana memilih idola kami sebagai brand ambassador, tetapi kami justru belum melihat kolaborasi ini di Indonesia. Sebaliknya, Hana justru membiayai proyek-proyek yang merusak dan membahayakan komunitas lokal dan lingkungan kami. Oleh sebab itu, penggemar mendorong Hana untuk membawa Kpop ke Indonesia, bukan pembiayaan batu bara,” tegas Nurul Sarifah, Juru Kampanye KPOP4PLANET Indonesia.

Tambahan data dari Market Forces menunjukkan, sejak 2018, aliran dana ke Grup Harita bahkan mencapai US$ 84 juta. Pendanaan ini menjadi bensin bagi mesin yang emisinya luar biasa besar.

Dampak di Lapangan: Jejak Karbon dan Kerusakan Lingkungan

Laporan Keberlanjutan Harita Nickel sendiri mengakui emisi operasionalnya mencapai 10,87 juta ton setara CO₂ per tahun. Angka fantastis ini, menurut analisis Market Forces, setara dengan hampir 1% dari total emisi Indonesia di 2023. Untuk memvisualisasikannya, jejak karbon itu sebanding dengan emisi dari 2,36 juta mobil berbahan bakar bensin yang dikendarai non-stop selama setahun.

Di balik angka statistik, kehidupan masyarakat Pulau Obi berubah drastis. Laporan Climate Rights International (2025) dan The Gecko Project (2024) mendokumentasikan sederet masalah: relokasi paksa warga ke permukiman yang disebut “EcoVillage”, pencemaran perairan, serta temuan kandungan logam berat pada level berbahaya dalam ikan tangkapan lokal—ancaman serius bagi kesehatan, terutama anak-anak.

“Pembiayaan KEB Hana ke Grup Harita memperburuk krisis iklim karena mendukung pembangunan 2,1 gigawatt (GW) PLTU khusus industri (captive), dimana International Energy Agency (IEA) telah memperingatkan untuk dihentikan demi menyelamatkan ekonomi dan masa depan,” jelas Ginanjar Ariyasuta, Juru Kampanye Keuangan Energi Indonesia Market Forces.

Strategi Kampanye: Memanfaatkan Koneksi K-Pop

Aksi ini memanfaatkan hubungan langsung antara bank dengan dunia K-pop. Hana Financial Group secara agresif menggunakan bintang K-pop sebagai wajah pemasaran, termasuk menunjuk G-Dragon (BigBang) dan Ahn Yujin (IVE) sebagai brand ambassador. Di Indonesia, Hana hadir melalui Line Bank, layanan digital yang sukses menjaring lebih dari 1,2 juta nasabah muda pada 2024—demografi yang sangat besar yang tumpang tindih dengan penggemar K-pop.

Ketika ikatan emosional antara fans dan idola bertabrakan dengan praktik bisnis yang dianggap hipokrit, responsnya pun masif. Lebih dari 161.000 penggemar telah mendukung aksi daring dengan membanjiri akun media sosial Hana Bank. Tujuh fandom resmi menandatangani surat terbuka yang dikirim langsung ke kantor pusat bank di Seoul.

Seorang penggemar G-Dragon dengan akun Instagram @istri.jidi menyuarakan kekecewaan yang dirasakan banyak fans: “Saat melihat GD menjadi brand ambassador dari Hana, sebagai penggemar tentu ada rasa bangga yang sulit dijelaskan. Tapi aku kecewa saat tahu bahwa pembiayaan Hana merugikan masyarakat dan lingkungan Pulau Obi. Aku berharap Hana bisa sejalan dengan nilai-nilai yang selalu GD bawa tentang masa depan yang lebih baik.”

Gerakan ini menandai momen penting: pertama kalinya basis penggemar K-Pop di Indonesia menggalang aksi lingkungan dalam skala sebesar ini, mengubah soft power budaya pop menjadi tekanan nyata bagi korporasi global. KPOP4PLANET, yang diluncurkan pada 2021, membuktikan bahwa kecintaan pada idola dan kepedulian pada planet bisa menyatu menjadi kekuatan advokasi yang tidak boleh dipandang sebelah mata.


Digionary:

● Brand Ambassador: Seseorang (biasanya publik figur) yang dipekerjakan oleh suatu perusahaan untuk mewakili dan mempromosikan mereknya.
● Captive Power Plant (PLTU Captive): Pembangkit listrik yang dibangun khusus untuk memasok kebutuhan energi satu industri atau kompleks industri tertentu, tidak disalurkan ke grid publik.
● Fandom: Komunitas penggemar yang dedikasikan untuk seorang artis, grup, atau franchise tertentu.
● Hana Financial Group: Konglomerasi jasa keuangan asal Korea Selatan yang menjadi induk dari Hana Bank dan KEB Hana Bank.
● KPOP4PLANET: Gerakan advokasi iklim yang digerakkan oleh dan untuk penggemar K-pop di seluruh dunia.
● Market Forces: Organisasi non-profit yang berfokus pada penelitian dan kampanye terhadap lembaga keuangan yang mendanai proyek-proyek bahan bakar fosil.
● PLTU Batu Bara: Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang menggunakan batu bara sebagai sumber energi primer, dikenal sebagai penyumbang utama emisi gas rumah kaca.
● Recourse: Lembaga nirlaba yang menyelidiki dan mengadvokasi akuntabilitas lembaga keuangan internasional terkait proyek-proyek yang berdampak sosial dan lingkungan.

#KPop#KPop4Planet #HanaBank #G-Dragon #BigBang #Fandom #Indonesia #EnergiBersih #Batubara #Nikel #PulauObi #MalukuUtara #PerubahanIklim #Advokasi #Keberlanjutan #InvestasiEtis #CorporateAccountability #LineBank #HaritaNickel #KEBHanaBank

Comments are closed.