Standard Chartered memproyeksikan potensi perpindahan dana hingga US$1 triliun dari deposito bank di negara-negara berkembang (Emerging Markets) menuju stablecoin berdenominasi Dolar AS (USD) pada akhir tahun 2028. Fenomena ini didorong oleh stablecoin yang menawarkan jalur yang lebih mudah dan tepercaya untuk mendapatkan eksposur USD di luar sistem perbankan lokal, menjadikannya ‘rekening bank’ berbasis USD bagi banyak pengguna di emerging market). Bank menilai ini adalah skenario dasar (base case), bukan sekadar risiko kecil (tail risk), yang akan menciptakan tekanan signifikan pada bank-bank emerging market, meskipun otoritas berupaya meredamnya melalui pengembangan CBDC dan sistem pembayaran cepat.
Fokus Utama
1. Potensi Eksodus Dana Raksasa: Standard Chartered memperkirakan lebih dari US$1 triliun dana bisa keluar dari deposito bank EM menuju stablecoin dalam tiga tahun ke depan (2025-2028), dengan nilai pasar stablecoin global diprediksi mencapai US$2 triliun pada 2028.
2. Stablecoin sebagai ‘Safe Haven’ USD: Di mata pengguna EM, stablecoin berpatok Dolar AS berfungsi sebagai alternatif yang likuid, 24/7, dan lebih tepercaya dibandingkan bank lokal, terutama di tengah inflasi tinggi dan kerangka moneter yang kurang kredibel di beberapa negara.
3. Dampak dan Respon Otoritas: Fenomena ini memberi tekanan pada pendapatan bank EM dari koresponden perbankan, pembayaran, dan FX (valuta asing). Otoritas merespon dengan menguji coba CBDC (Central Bank Digital Currency), meningkatkan infrastruktur ‘fast payment’, dan mempromosikan literasi digital.
Analisis tajam Standard Chartered mengungkaokan lebih dari US$1 triliun deposito di bank-bank negara berkembang diprediksi akan lari ke stablecoin Dolar AS hingga 2028. Kenapa mata uang kripto berpatok USD ini jadi ‘rekening bank’ favorit dan negara mana saja yang paling rentan?
Sebuah proyeksi mengejutkan datang dari salah satu bank investasi global terkemuka. Standard Chartered memperkirakan potensi perpindahan dana masif, mencapai angka fantastis US$1 triliun, dari deposito bank di negara-negara berkembang (emergibg market) menuju stablecoin hingga akhir tahun 2028. Pergeseran ini, yang oleh bank disebut sebagai skenario dasar alih-alih sekadar risiko minor, menandai sebuah gelombang baru dalam dinamika keuangan global.
Stablecoin, token kripto yang dirancang untuk menjaga nilai stabil—umumnya dipatok 1:1 terhadap Dolar AS dan didukung oleh kas serta Surat Utang Negara AS (Treasurys) jangka pendek—kini secara efektif telah menjadi “rekening bank berbasis USD” bagi banyak pengguna di pasar negara berkembang.
Geoffrey Kendrick, Global Head of Digital Assets Research Standard Chartered, bersama Madhur Jha, Global Economist and Head of Thematic Research, menegaskan bahwa fenomena ini menawarkan jalur minim friksi bagi rumah tangga dan perusahaan di EM untuk mendapatkan paparan mata uang USD di luar sistem perbankan lokal mereka.
”Meskipun Undang-Undang GENIUS AS yang baru disahkan bertujuan untuk mengurangi larinya deposito dengan melarang penerbit stablecoin yang patuh pada AS untuk membayar imbal hasil langsung, stablecoin kemungkinan masih akan diadopsi bahkan tanpa adanya imbal hasil,” tulis para analis mengutip coindesk.com.
Bagi pengguna di negara berkembang, kata mereka, “pengembalian modal (return of capital) lebih penting daripada pengembalian atas modal (return on capital).” Ini menggarisbawahi daya tarik utama stablecoin: sebuah penyimpanan nilai yang tepercaya, likuid, dan tersedia 24/7 di tengah inflasi yang tak menentu dan kerangka moneter yang seringkali diragukan kredibilitasnya di negara-negara tersebut.
Ledakan ‘Tabungan’ Stablecoin
Standard Chartered memproyeksikan nilai pasar stablecoin global akan melonjak hingga US$2 triliun pada akhir 2028. Dari angka tersebut, bank memperkirakan bahwa dua pertiga dari pasokan stablecoin saat ini berfungsi sebagai tabungan yang tersimpan di rekening bank negara-negara berkembang.
Para analis memprediksi bahwa “tabungan” stablecoin di berpotensi meningkat dari sekitar US$173 miliar saat ini menjadi US$1,22 triliun pada 2028. Angka ini secara implisit menunjukkan arus keluar deposito lebih dari US$1 triliun dari bank-bank negara berkembang.
”Memang, pertumbuhan masa depan dalam penggunaan stablecoin untuk tabungan kemungkinan akan meluas dari sejumlah kecil wallet dengan saldo besar saat ini menjadi sejumlah besar wallet dengan kepemilikan kecil,” kata Kendrick dan Jha mengutip thebloc.co. “Dalam skala besar, kepemilikan kecil akan menjadi signifikan; pertumbuhan ini kemungkinan besar akan terjadi di emerging market di mana permintaan akan alternatif yang likuid, 24/7, dan tepercaya untuk bank lokal lebih besar.”
Peta kerentanan Standard Chartered menempatkan Mesir, Pakistan, Kolombia, Bangladesh, dan Sri Lanka sebagai negara yang paling berpotensi menghadapi eksodus deposito bank. Negara-negara lain seperti Turki, India, Tiongkok, Brasil, Afrika Selatan, dan Kenya juga terdaftar sebagai wilayah yang kemungkinan besar akan menyaksikan lonjakan penggunaan stablecoin.
Respon Pasar dan Regulator
Laporan ini muncul di tengah kenaikan pasar yang mendorong kapitalisasi sektor stablecoin melampaui US$300 miliar untuk pertama kalinya. Kenaikan ini dipimpin oleh Tether (USDT) dan Circle (USDC).
Lebih dari sekadar perpindahan deposito, laporan Standard Chartered juga menyoroti tekanan pada sektor lain: pendapatan dari koresponden perbankan, pembayaran, dan pendapatan valuta asing (FX).
Kekhawatiran ini, menurut analis, bisa sedikit terimbangi jika bank-bank negara berkembang bertindak sebagai kustodi cadangan untuk penerbit stablecoin atau mengintegrasikan stablecoin ke dalam sistem treasury, penyelesaian, dan lintas batas mereka.
Otoritas di banyak negara berkembang kini bergerak cepat untuk memitigasi risiko. Banyak negara berkembang sedang menguji coba Central Bank Digital Currency (CBDC), memutakhirkan infrastruktur pembayaran cepat (fast payment), dan mempromosikan literasi digital seiring dengan meningkatnya penggunaan mobile money di Afrika Sub-Sahara.
Kendati demikian, arus persaingan dan perkembangan teknologi menunjukkan adopsi stablecoin terus meluas. Tether tengah menyiapkan produk yang patuh regulasi AS (USAT) dan memperluas jalurnya, sementara Stripe meluncurkan alat untuk membantu perusahaan meluncurkan stablecoin mereka sendiri.
Di saat yang sama, pengembang terus merambah pasar negara berkembang, seperti proyek Layer-1 (L1) Plasma yang berfokus pada stablecoin.
Namun, perdebatan juga muncul mengenai dominasi USD. Jesse Pollak dari Coinbase berpendapat bahwa stablecoin non-USD juga dibutuhkan untuk utilitas dunia nyata. Argumennya mengindikasikan bahwa arus keluar dana di EM mungkin akan terdistribusi di berbagai mata uang, tidak hanya mengalir ke Dolar AS.
Digionary:
● Base Case: Skenario yang paling mungkin terjadi atau yang diprediksi sebagai hasil utama berdasarkan analisis dan data yang tersedia.
● CBDC (Central Bank Digital Currency): Mata uang digital yang dikeluarkan dan dijamin oleh bank sentral suatu negara, bukan oleh lembaga swasta.
● Emerging Markets (EM): Pasar negara berkembang, yaitu negara-negara dengan perekonomian yang belum sepenuhnya maju tetapi mengalami pertumbuhan pesat, seperti Indonesia, India, Brasil, atau Turki.
● FX (Foreign Exchange): Valuta asing atau pasar pertukaran mata uang, di mana mata uang diperdagangkan.
● GENIUS Act: Undang-Undang di AS yang kemungkinan mengatur penerbitan stablecoin, terutama terkait larangan pembayaran imbal hasil (yield) langsung untuk stablecoin yang patuh regulasi.
● L1 (Layer-1): Lapisan dasar atau blockchain utama dalam arsitektur mata uang kripto (misalnya Bitcoin, Ethereum).
● Liquidity/Likuiditas: Kemampuan suatu aset untuk dengan mudah dibeli atau dijual tanpa memengaruhi harganya secara signifikan.
● Mobile Money: Layanan keuangan yang dioperasikan melalui telepon seluler dan tidak memerlukan rekening bank tradisional.
● Stablecoin: Jenis mata uang kripto yang nilainya dipatok pada aset stabil, biasanya mata uang fiat seperti Dolar AS (USD), untuk meminimalkan volatilitas harga.
● Tail Risk: Risiko kecil dengan probabilitas rendah tetapi dapat menyebabkan kerugian yang sangat besar jika terjadi (berlawanan dengan Base Case).
● Treasurys: Surat Utang Negara atau obligasi yang diterbitkan oleh Departemen Keuangan Amerika Serikat, dianggap sebagai aset berisiko rendah.
● Wallet: Dompet digital yang digunakan untuk menyimpan, mengirim, dan menerima mata uang kripto.
#Stablecoin #DolarAS #EmergingMarkets #DepositoBank #EksodusDana #StandardChartered #Kripto #CBDC #KeuanganGlobal #USDT #USDC #DigitalisasiKeuangan #BankSentral #Inflasi #RisetEkonomi #Fintech #PasarModal #RegulasiKripto #US1Triliun #EkonomiGlobal
