Google Pangkas Ratusan Posisi UX, AI Jadi Jantung Strategi Baru

- 7 Oktober 2025 - 16:56

Google kembali melakukan pemangkasan tenaga kerja: lebih dari 100 posisi desain dan pengalaman pengguna (UX) di unit Cloud dihapus dalam rangka penyesuaian strategi. Langkah ini mencerminkan pergeseran fokus perusahaan ke kecerdasan buatan (AI) dan efisiensi internal yang ditegaskan oleh CEO Sundar Pichai. Meski demikian, bisnis Cloud Google terus mencatat pertumbuhan pendapatan dan keuntungan operasional yang signifikan.


Fokus Utama:

1. Siapa dan mengapa tim desain menjadi sasaran utama PHK.
2. Betapa besar kontradiksi antara pemangkasan SDM dan pertumbuhan bisnis Cloud.
3. Risiko jangka panjang terhadap inovasi, budaya kerja, dan talenta kreatif.


Dalam gebrakan terbarunya, Google “menyusutkan” tim desain dan pengalaman pengguna di unit Cloud — lebih dari 100 posisi hilang. Pemangkasan ini bukan sekadar efisiensi, melainkan sinyal kuat di mana perusahaan kini mempertaruhkan sumber dayanya pada AI. Meski demikian, pangsa pasar Cloud-nya tetap bertumbuh — menghadirkan dilema: apakah transformasi ini membawa risiko bagi kreativitas dan talent produktif?


Menurut laporan Business Insider, Google menghapus lebih dari 100 posisi desain, terutama di tim “quantitative user experience research” dan “platform & service experience” dalam unit Cloud. Posisi-posisi ini bertugas melakukan riset, pengumpulan data pengguna, survei perilaku, dan penyusunan input desain produk. Beberapa tim desain dikabarkan mengalami penyusutan hingga 50%, dan sebagian besar yang terdampak berlokasi di AS.

Karyawan yang terkena PHK diberi tenggat hingga awal Desember untuk mencari posisi baru di Google, sambil tetap menerima gaji dan fasilitas sampai saat itu. Beberapa laporan juga menyatakan, sejumlah pegawai dalam visa O-1 (visa talenta khusus AS) menghadapi tantangan besar karena batas waktu tersebut.

Langkah ini bukan pertama kali. Sepanjang 2025, Google telah menawarkan paket pengunduran diri sukarela (voluntary exit) di berbagai divisi — HR, hardware, iklan, pemasaran, dan keuangan. Selain itu, struktur manajerial perusahaan disederhanakan: lebih dari sepertiga manajer lapis menengah dihapus, terutama yang membawahi tim kecil.

CEO Sundar Pichai pernah menyampaikan bahwa perusahaan harus “lebih efisien seiring skala meningkat agar tidak menyelesaikan semuanya hanya dengan menambah jumlah pegawai.”

Menariknya, pemangkasan ini dilakukan kala unit Cloud Google masih mencetak rekor pendapatan dan laba operasional. Dalam laporan kuartal II 2025, pendapatan Cloud dilaporkan mencapai US$13,6 miliar, tumbuh sekitar 32% dibanding periode sama tahun lalu. Laba operasionalnya pun naik menjadi US$2,8 miliar dari sebelumnya US$1,2 miliar.

Pasar infrastruktur cloud global menunjukkan persaingan ketat: menurut Synergy Research, Google Cloud menempati posisi ketiga dengan pangsa pasar sekitar 13 %, di bawah AWS (30 %) dan Microsoft Azure (20 %). Dengan demikian, tampak bahwa meskipun unit bisnis utama tumbuh, Google memilih memotong “bagian tengah” (tim desain, R&D UX) sebagai area efisiensi. Indoctrinasi penggunaan AI dalam pekerjaan sehari-hari menjadi bagian dari upaya “mengganti orang dengan algoritma” secara bertahap.

Beberapa analis menilai bahwa fokus ulang ke AI sangat wajar dalam persaingan teknologi terkini. Namun, pemotongan tim kreatif bisa melemahkan kultur inovasi dan mengikis daya saing jangka panjang.

Penghapusan tim desain dan UX menyisakan kekhawatiran serius: dengan siapa Google akan merancang antarmuka intuitif, memetakan pengalaman pengguna, dan menjaga elemen estetika produk kalau “pikiran kreatif” dikecilkan?

Talenta kreatif mungkin berpaling ke startup, kompetitor, atau dunia desain independen. Kesenjangan antara AI yang bisa membantu produktivitas dan manusia yang membentuk narasi produk makin lebar.

Selain itu, efek psikologis di internal tak bisa dianggap remeh. Ketidakpastian karier, “pembiaran talenta”, hingga budaya kerja di mana pekerja kreatif diperlakukan “diganti” oleh algoritma bisa menimbulkan kemunduran moral dan loyalitas.

Dalam jangka panjang, Google harus menemukan keseimbangan: menyokong AI sebagai pendorong efisiensi tanpa mengorbankan kerangka kerja manusia yang inovatif. Jika tidak, perusahaan besar bisa kehilangan salah satu aset terpentingnya: kreativitas manusia.

Foto: Alberto Pezzali/Gety Images


Digionary:

● Cloud (Google Cloud) — layanan infrastruktur dan platform komputasi awan yang disediakan Google.
● UX (User Experience) — pengalaman pengguna saat berinteraksi dengan produk digital.
● Quantitative UX Research — riset pengalaman pengguna berbasis data, metrik, survei.
● Platform & Service Experience — tim yang mengelola antarmuka dan layanan terkait agar sesuai kebutuhan pengguna.
● Voluntary Exit / Buyout — paket pengunduran diri sukarela yang ditawarkan perusahaan kepada pegawai.
● Manajer Lapisan Menengah (Middle Management) — tingkatan manajerial antara eksekutif atas dan staf operasional.
● Kapabilitas AI — kemampuan kecerdasan buatan dalam menjalankan tugas otomatis atau membantu produktivitas.
● Efisiensi Operasional — upaya mengurangi biaya, redundansi, atau struktur yang dianggap tidak optimal.
● Pertumbuhan Laba Operasional — kenaikan laba yang didapat dari aktivitas bisnis inti sebelum beban non-operasional.
● Pangsa Pasar (Market Share) — persentase bagian atau kekuatan perusahaan dalam suatu industri dibanding kompetitor.
● Inovasi Produktif — pengembangan fitur, produk, metode baru yang memberikan nilai tambah.
● Algoritma / Model AI — model matematika / komputer yang digunakan AI untuk analisis atau pengambilan keputusan.

#GoogleLayoff #AIRestructuring #DesainDigital #UXResearch #CloudComputing #EfisiensiTeknologi #TalentaTekno #InovasiDigital #IndustriAI #TeknologiBisnis #TransformasiDigital #TeknologiIndustri #KulturKerja #DesainProduk #StrategiAI #Tekno2025 #Automasi #TeknologiMasaDepan #IndustriTeknologi #PersainganAI

Comments are closed.