Permintaan kredit dari korporasi dan ritel hingga kini belum memperlihatkan tanda-tanda normal. Hal ini mendorong bank-bank untuk menyalurkan kelebihan likuiditas ke surat berharga—seperti SBN dan SRBI—yang menawarkan imbal hasil stabil. Data menunjukkan nilai kepemilikan surat berharga oleh bank meningkat signifikan sepanjang 2025. Kondisi ini menegaskan bahwa pertumbuhan kredit masih berat untuk segera pulih, meski BI telah memangkas suku bunga dan melonggarkan kebijakan makroprudensial.
Fokus Utama:
- Kecenderungan likuiditas mengalir ke surat berharga
- Perlambatan pertumbuhan kredit dan hambatannya
- Strategi bank dan pandangan pengamat terhadap arah kredit ke depan
Likuiditas bank memilih “jalan aman”
Sejauh ini, belum muncul sinyal kuat bahwa permintaan kredit akan menggeliat. Bank-bank lebih memilih memarkir dana likuiditas ke instrumen surat berharga—Surat Berharga Negara (SBN) maupun Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI)—ketimbang memaksa ekspansi kredit di tengah ketidakpastian.
Per 2 Oktober 2025, kepemilikan SBN rupiah oleh sektor perbankan mencapai Rp 1.366 triliun, atau 21,16 % dari total SBN, naik dari posisi akhir 2024 sebesar Rp 1.051 triliun. Sementara itu, kepemilikan SRBI per Agustus 2025 tumbuh menjadi Rp 563,5 triliun, mencapai 78,74 % dari total SRBI.
Maybank Indonesia mencerminkan tren ini: kepemilikan surat berharga mereka naik dari Rp 30,29 triliun pada Agustus 2024 menjadi Rp 42,2 triliun per Agustus 2025. Di saat yang sama, kredit konvensional Maybank hanya tumbuh dari Rp 75,4 triliun menjadi Rp 77,5 triliun. “Cuma untuk excess likuiditas lebih baik untung sedikit daripada tidak sama sekali,” kata Steffano Ridwan, Presiden Direktur Maybank.
CIMB Niaga juga berjalan searah. Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga, menyebut tim treasury banknya memaksimalkan pengembalian likuiditas. Per Agustus 2025, kepemilikan surat berharga CIMB Niaga mencapai Rp 87,9 triliun, naik dari Rp 75,3 triliun setahun sebelumnya.
Kredit masih “mandek”, pertumbuhan melambat
Meski BI telah menurunkan BI Rate, pertumbuhan kredit belum memperlihatkan perbaikan signifikan. Pada Juli 2025, pertumbuhan kredit perbankan hanya 7,03 % (yoy)—terendah sejak Maret 2022—turun dari 7,77 % pada Juni.
Bank Indonesia memperkirakan bahwa sepanjang 2025, pertumbuhan kredit akan berada di kisaran 8 %–11 %. Namun, kenyataannya hingga kuartal III, pertumbuhan kredit konsisten di bawah target itu.
Penyaluran kredit baru pada Juli 2025 tercatat Rp 8.043,2 triliun (yoy +7,03 %) sementara kredit yang belum tersalurkan (undisbursed loan) melonjak 9,52 %.
Dari sisi struktur penggunaan, kredit investasi masih menjadi penyokong tertinggi, tumbuh sekitar 12,42 % (yoy). Sementara itu, kredit konsumsi tumbuh 8,11 %, dan kredit modal kerja melambat ke 3,08 %.
OJK mencatat pula bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) tetap rendah dan permodalan bank masih kokoh.
Bank selektif — dan pengamat pesimis pemulihan cepat
Bank semakin selektif di tengah risiko kredit yang masih membayangi. Menurut data BI, standar penyaluran kredit (lending standard) semakin ketat meski suku bunga sudah mereda.
Moch Amin Nurdin, Advisor Banking & Finance Development Center (BFDC), melihat kondisi pasar yang belum normal dan permintaan debitur yang masih lesu. “Sampai akhir tahun, saya rasa akan sama … demand yang belum normal … akan lanjut sampai kuartal I/2026,” ujarnya.
Pemerintah dan BI telah menurunkan BI Rate ke 4,75 % pada September 2025, serta memperkenalkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM), tetapi pengaruhnya terhadap pertumbuhan kredit masih terbatas.
Beberapa bank besar bahkan menahan diri untuk merevisi target kredit naik meski BI Rate sudah turun dan pemerintah menyiapkan dana $200 triliun ke perbankan BUMN.
DIGIONARY
● Likuiditas – kemampuan bank memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa harus menjual aset secara paksa.
● Surat Berharga Negara (SBN) – surat utang pemerintah RI yang dijual ke pasar untuk membiayai APBN.
● Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) – instrumen surat berharga yang diterbitkan BI untuk menyerap atau menyuntik likuiditas rupiah di pasar antarbank.
● Excess Liquidity – likuiditas surplus yang tidak terserap ke kredit atau investasi produktif.
● Lending Standard – standar atau kriteria internal bank dalam menilai kelayakan kredit calon debitur.
● Undisbursed Loan – kredit yang sudah disetujui oleh bank, tetapi belum dicairkan debitur.
● CAR (Capital Adequacy Ratio) – rasio kecukupan modal yang menunjukkan seberapa kuat bank menghadapi risiko kerugian.
● NPL (Non-Performing Loan) – kredit bermasalah atau tidak tertagih dalam jangka waktu tertentu.
● Makroprudensial – kebijakan pengendalian risiko sistemik di sektor keuangan.
● KLM (Kebijakan Likuiditas Makroprudensial) – insentif likuiditas yang diberikan otoritas bagi bank untuk mendorong ekspansi kredit.
#LikuiditasBank #SBN #SRBI #KreditMandek #PerbankanIndonesia #PertumbuhanKredit #BankIndonesia #InsentifLikuiditas #PasarSBN #PermintaanKredit #ExcessLiquidity #NPL #LendingStandard #DanaSuratBerharga #KebijakanMoneter #StabilitasSistemKeuangan #PangkasBIRate #BankStrategi #Ekonomi2025 #PemulihanKredit
