Investree Rombak Tim Likuidasi, OJK Kawal Ketat Proses Pembubaran

- 26 September 2025 - 13:29

Investree resmi merombak tim likuidasi usai mendapat restu OJK. Langkah ini menjadi kunci mempercepat pembubaran perusahaan sekaligus penyelesaian kewajiban kepada lender dan borrower. Kasus Investree mencerminkan tantangan yang lebih luas di industri fintech lending Indonesia, yang tengah diuji oleh kredit macet, tata kelola, dan kepercayaan publik.


Fokus Utama:

  1. Investree angkat dua anggota tim likuidasi baru melalui RUPSLB pada 22 September 2025 setelah anggota lama mundur.
  2. OJK menyetujui restrukturisasi tim dan menegaskan pengawasan ketat atas penyelesaian kewajiban Investree.
  3. Kasus ini mencerminkan problem struktural industri fintech lending, dari kredit macet hingga krisis kepercayaan.

PT Investree Radhika Jaya resmi mengganti tim likuidasi dalam proses pembubaran perusahaan. Perubahan itu diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 22 September 2025, setelah salah satu anggota lama mengundurkan diri.

Perombakan ini menegaskan keseriusan manajemen menyelesaikan kewajiban Investree yang tertunda sejak keputusan pembubaran disahkan dalam RUPS 14 Maret 2025. Keputusan tersebut dituangkan dalam Akta Nomor 44 tertanggal 27 Maret 2025 di hadapan notaris Dita Okta Sesia.


Investree rombak tim likuidasi usai restu OJK. Langkah ini diharapkan mempercepat pembubaran perusahaan sekaligus memberi kepastian bagi lender dan borrower, di tengah tekanan industri fintech 2025.


Undangan rapat pemegang saham sempat dikirimkan pada 2 September 2025 untuk membahas pengunduran diri anggota lama dan penunjukan tim baru. OJK sudah memberikan restu lebih awal melalui surat Nomor S-299/PL.11/2025 tertanggal 12 Agustus 2025.

Dua nama baru kemudian ditetapkan: Narendra Airlangga Tarigan dan Hengki Marantama Sibuea. “Serta persetujuan atas pengangkatan anggota tim likuidasi yang baru yang telah diadakan pada 22 September 2025,” demikian pengumuman resmi tim likuidasi.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, menegaskan pihaknya terus mengawal jalannya proses ini. “Adapun, terdapat anggota Tim Likuidasi Investree yang mengundurkan diri atas permintaan sendiri. Namun demikian, saat ini OJK telah memberikan persetujuan atas anggota Tim Likuidasi penggantinya,” ujarnya pada awal September lalu.

Saat ini, tim likuidasi fokus memverifikasi data pemberi pinjaman (lender) dan mencatat kewajiban peminjam (borrower). Setelah rampung, langkah berikutnya adalah melakukan penagihan.

Industri Fintech dalam Tekanan

Kasus Investree tidak berdiri sendiri. Industri fintech lending Indonesia tengah menghadapi ujian serius. Hingga Agustus 2025, tercatat 101 platform pinjol legal beroperasi dengan total penyaluran kredit mencapai Rp84,66 triliun per September. Namun, risiko kredit macet tetap tinggi. Tingkat TWP90 (kredit bermasalah lebih dari 90 hari) berada di kisaran 2,8%, melampaui ambang batas ideal 2%.

Beberapa platform lain juga goyah. TaniHub misalnya, menghentikan layanan pinjaman akibat masalah likuiditas, sementara startup lain memilih merger atau beralih model bisnis.

Pengamat ekonomi digital INDEF, Nailul Huda, menyebut kasus Investree sebagai “wake-up call” bagi regulator dan pelaku industri. “Transparansi data, mitigasi risiko, dan kepatuhan terhadap tata kelola harus jadi prioritas. Kalau tidak, kepercayaan masyarakat bisa runtuh,” ujarnya.

Tekanan eksternal turut memperparah kondisi. Kenaikan suku bunga global sejak 2024 membuat biaya pendanaan melonjak, sementara daya beli masyarakat melemah. Hal ini membuat pinjol harus lebih ketat menyalurkan kredit, yang pada akhirnya menekan pertumbuhan.

Meski begitu, prospek jangka panjang masih terbuka. Survei Google, Temasek, dan Bain & Company 2024 memprediksi ekonomi digital Indonesia bakal menembus US$109 miliar pada 2025, dengan fintech lending sebagai motor utama. Namun, kunci keberhasilan ada pada penyelesaian cepat kasus Investree, penguatan tata kelola, dan ketegasan OJK dalam pengawasan.

Jika langkah-langkah tersebut dijalankan konsisten, industri fintech lending masih punya peluang menjadi pilar penting inklusi keuangan Indonesia.


Digionary

Borrower: Pihak peminjam dana di platform pinjaman online.
Lender: Pihak pemberi pinjaman yang menyalurkan dana melalui platform pinjol.
Likuidasi: Proses pembubaran perusahaan dengan menyelesaikan kewajiban kepada kreditur dan pemegang saham.
OJK (Otoritas Jasa Keuangan): Lembaga negara yang mengawasi industri jasa keuangan di Indonesia.
Pinjol (Pinjaman Online): Platform fintech lending yang mempertemukan pemberi pinjaman dengan peminjam melalui sistem daring.
RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham): Forum resmi pemegang saham untuk mengambil keputusan penting perusahaan.
RUPSLB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa): RUPS di luar agenda tahunan untuk membahas keputusan strategis perusahaan.
TWP90: Indikator tingkat kredit macet di pinjaman online, dihitung dari pinjaman yang gagal bayar lebih dari 90 hari.

#Investree #Likuidasi #PinjolLegal #OJK #FintechIndonesia #InvestasiDigital #KeuanganDigital #P2PLending #PerusahaanFintech #Borrower #Lender #EkonomiDigital #BisnisKeuangan #StartupIndonesia #PembubaranInvestree #KrisisPinjol #IndustriFintech #PerbankanDigital #RUPSLB #BeritaKeuangan

Comments are closed.