Dua bank papan atas Singapura, DBS dan UOB, resmi mengucurkan kredit Rp4,65 triliun kepada GoTo lewat skema club deal. Keputusan ini dinilai sebagai sinyal kepercayaan atas prospek ekonomi digital Indonesia, meski GoTo masih mencatat kerugian. Bagi DBS dan UOB, langkah ini bukan sekadar pembiayaan, melainkan strategi untuk mengamankan posisi di pasar digital Asia Tenggara yang terus berkembang.
Fokus Utama:
1. DBS dan UOB menyalurkan kredit Rp4,65 triliun ke GoTo melalui skema club deal.
2. Langkah ini menegaskan keyakinan bank Singapura pada prospek ekonomi digital Indonesia.
3. Pembiayaan jumbo ini memperkuat posisi DBS dan UOB di pasar regional teknologi finansial.
GoTo memperoleh kredit Rp4,65 triliun dari DBS dan UOB untuk melunasi utang dan memperkuat modal kerja. Rugi bersih semester I-2025 menyusut 78,51% menjadi Rp580 miliar, namun saham masih tertekan turun 32,53% dalam enam bulan terakhir.
Dua bank raksasa asal Singapura, DBS Bank dan United Overseas Bank (UOB), resmi mengucurkan kredit senilai Rp4,65 triliun kepada PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Kucuran pendanaan lewat skema club deal ini langsung menarik perhatian, bukan hanya karena melibatkan dua institusi keuangan papan atas, tetapi juga karena mengalir ke perusahaan teknologi Indonesia yang masih mencatatkan kerugian.
Keputusan DBS dan UOB memberi pinjaman jumbo ini menandakan adanya kepercayaan pada prospek bisnis GoTo. Dengan ekosistem yang mencakup e-commerce, ride-hailing, hingga layanan keuangan digital, GoTo dipandang punya posisi strategis di pasar Indonesia—salah satu ekonomi digital dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara.
Namun, langkah ini tetap memunculkan pertanyaan besar: apakah ini cerminan keyakinan penuh terhadap masa depan ekonomi digital Indonesia, atau justru taruhan berisiko tinggi pada perusahaan yang masih mencari jalan menuju profitabilitas?
Risiko dan Potensi
Meski sudah melakukan efisiensi operasional dan mulai menekan arus kas negatif, GoTo belum sepenuhnya membuktikan konsistensi keuntungan. Kredit Rp4,65 triliun ini bisa menjadi bahan bakar penting untuk ekspansi dan konsolidasi bisnis. Tetapi, jika target profitabilitas kembali molor, beban utang justru berpotensi menjadi tekanan tambahan.
Bagi DBS dan UOB, ini bukan sekadar transaksi bisnis. Keduanya adalah bank konservatif dengan standar risiko ketat. Fakta bahwa mereka berani masuk menunjukkan kalkulasi matang atas peluang besar di pasar digital Indonesia.
Taruhan Regional
Di level regional, langkah DBS dan UOB juga sejalan dengan tren perbankan Asia Tenggara yang makin agresif menyalurkan pembiayaan ke sektor teknologi. Memberi pinjaman ke GoTo berarti mereka mengamankan pijakan di salah satu pasar digital paling atraktif di dunia.
Kini bola ada di tangan GoTo: mampu atau tidak membuktikan diri sebagai perusahaan teknologi Indonesia yang bisa bertransformasi dari “raksasa digital penuh janji” menjadi “raksasa digital menguntungkan”. (SAN) ■
Digionary:
● Ekosistem GoTo: Integrasi layanan Gojek (transportasi, on-demand), Tokopedia (marketplace), dan GoTo Financial (fintech).
● Emiten: Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa.
● Kredit Berjangka: Pinjaman dengan jangka waktu tertentu yang harus dilunasi sesuai tenor.
● Likuiditas: Kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek.
● Modal Kerja: Dana operasional harian yang diperlukan untuk menjalankan bisnis.
● Profitabilitas: Kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
● Restrukturisasi Utang: Upaya penataan kembali kewajiban finansial agar lebih terkelola.
● Rugi Bersih: Selisih negatif antara pendapatan dan beban yang ditanggung perusahaan.
● Saham Tertekan: Kondisi harga saham yang mengalami penurunan signifikan.
● Tenor: Jangka waktu pelunasan pinjaman atau kredit.
#GoTo #GOTO #Gojek #Tokopedia #DBS #UOB #KreditPerbankan #Fintech #StartupIndonesia #EkosistemGoTo #UtangPerusahaan #ModalKerja #Investasi #PasarModal #SahamGOTO #EkonomiDigital #TechCompany #RestrukturisasiUtang #Profitabilitas #EkonomiIndonesia
