Setelah setahun penuh gejolak pasar, tanda-tanda pemulihan mulai terlihat di sektor keuangan global. Aktivitas merger & akuisisi (M&A) dan penawaran saham perdana (IPO) perlahan menggeliat kembali, permintaan terhadap private credit berperingkat investasi melonjak, sementara asset-backed finance (ABF) kian menarik investor institusi yang mencari diversifikasi dan arus kas stabil.
Fokus Utama:
1. Pemulihan aktivitas M&A dan IPO setelah sempat membeku akibat ketidakpastian pasar.
2. Lonjakan permintaan terhadap investment-grade private credit sebagai sumber imbal hasil dengan risiko terukur.
3. Asset-backed finance makin diminati karena menawarkan diversifikasi dan arus kas yang relatif stabil.
Pemulihan M&A, lonjakan private credit, dan meningkatnya minat pada asset-backed finance menjadi tiga tren besar yang membentuk arah investasi sektor keuangan global di 2025.
Setelah sempat mandek akibat gejolak tarif dagang dan volatilitas pasar, aktivitas pasar modal di Amerika Serikat mulai menunjukkan pemulihan. Sinyal ini terlihat jelas dalam ajang Morgan Stanley U.S. Financials Conference 2025, ketika para bankir, manajer aset, dan investor membedah peluang investasi di tengah iklim makro yang penuh ketidakpastian.
Aktivitas merger dan akuisisi (M&A) yang sempat lesu kini berbalik arah. Data S&P Global mencatat, nilai transaksi yang diumumkan pada kuartal I 2025 naik 8% dibanding kuartal sebelumnya dan melompat 15% dibanding periode sama tahun lalu. AS menyumbang 58% dari total nilai global.
“Perusahaan dan investor menunggu saat pasar M&A benar-benar terbuka kembali, dan banyak yang memperkirakan sponsor keuangan akan menjadi penggerak utama, selain M&A korporasi,” ujar John Esposito, Global Head of Financial Institutions, Investment Banking Morgan Stanley.
Di sisi IPO, peluang lebih terbuka bagi perusahaan dengan model bisnis yang relatif terlindungi dari disrupsi rantai pasok. Namun, banyak korporasi masih ragu karena sulit memproyeksikan kinerja tiga hingga empat tahun ke depan. Tidak sedikit sponsor private equity akhirnya lebih memilih jalur M&A sebagai strategi keluar ketimbang IPO.
Tren kedua yang paling disorot adalah melonjaknya permintaan terhadap private credit, terutama yang berperingkat investasi (investment-grade private credit). Pasar ini nilainya sekitar US$1,5 triliun pada awal 2024 dan diperkirakan mencapai US$2,8 triliun pada 2028, menurut laporan Preqin.
“Perusahaan memperluas platform private credit mereka untuk melakukan origination, underwriting, dan distribusi dalam skala besar,” jelas Liz Jacobs, Head of Banks in Investment Banking Morgan Stanley. “Bagi bank dan manajer aset, ini area peluang yang sangat besar.”
Private credit menarik bagi investor institusi karena menawarkan imbal hasil lebih tinggi dibanding obligasi publik dengan peringkat serupa, meski likuiditasnya lebih rendah. Bagi peminjam, instrumen ini memberi fleksibilitas lebih besar dalam hal jadwal pembayaran, struktur, maupun syarat pinjaman.
Meski begitu, sejumlah eksekutif mengingatkan potensi risiko. Tekanan tarif dan perlambatan ekonomi dapat meningkatkan rasio gagal bayar, terutama karena banyak dana private credit menggunakan leverage untuk mendongkrak imbal hasil.
Asset-Backed Finance Jadi Primadona Baru
Tren ketiga adalah meningkatnya minat pada asset-backed finance (ABF), pembiayaan yang dijamin oleh kumpulan aset seperti pinjaman konsumen atau sewa kendaraan. Nilai pasar global ABF kini mencapai US$5,2 triliun—15% lebih tinggi dibanding 2020 dan 67% lebih besar dibanding puncaknya pada 2006. Proyeksi lima tahun ke depan memperkirakan nilainya akan menembus US$7,7 triliun.
“Di pasar saat ini, ketika volatilitas dan suku bunga tinggi masih membayangi, asset-backed finance semakin mendapat tempat,” kata David Heaton, Chairman of Asset Management Investment Banking Morgan Stanley. “Investor institusi mencari aset berperingkat yang menawarkan diversifikasi, arus kas stabil, dan imbal hasil lebih tinggi.”
Bagi investor, terutama perusahaan asuransi, ABF menawarkan kapasitas penempatan modal berlipat dibanding pinjaman langsung ke korporasi. Diversifikasi ribuan pinjaman membuat risikonya lebih terkendali, sementara arus kas yang relatif dapat diprediksi memberi daya tarik tersendiri.
Tiga tren utama ini mencerminkan bagaimana sektor keuangan beradaptasi menghadapi era baru: pasar yang belum sepenuhnya stabil, inflasi yang menekan daya beli rumah tangga, dan kebijakan moneter ketat yang masih membatasi likuiditas.
Namun, di balik ketidakpastian, para pelaku pasar membaca peluang jelas: pemulihan M&A, lonjakan private credit, dan kebangkitan ABF. Kombinasi ini bisa menjadi katalis penting bagi industri keuangan global dalam dua hingga tiga tahun mendatang. (SAN)
Digionary:
● ABF (Asset-Backed Finance): pembiayaan yang dijamin oleh kumpulan aset seperti pinjaman konsumen atau sewa kendaraan.
● Dry Powder: dana likuid yang belum diinvestasikan oleh perusahaan private equity.
● IPO (Initial Public Offering): penawaran saham perdana perusahaan ke publik.
● Leverage: penggunaan utang untuk meningkatkan potensi imbal hasil investasi.
● M&A (Mergers and Acquisitions): aktivitas merger dan akuisisi antar perusahaan.
● Private Credit: kredit yang diberikan melalui kesepakatan privat, tidak diperdagangkan di pasar terbuka.
● Sponsor Keuangan (Financial Sponsors): biasanya perusahaan private equity yang mendanai dan mengelola investasi dalam perusahaan.
#FinancialMarkets #Investasi #Banking #PrivateCredit #AssetBackedFinance #MandA #IPO #CapitalMarkets #MorganStanley #GlobalFinance #InvestmentTrends #Asuransi #InstitutionalInvestors #WallStreet #EkonomiGlobal #PasarModal #DebtMarket #TrenKeuangan #Investasi2025 #FinancialSector
