Pertumbuhan pembiayaan multifinance melambat 10 bulan berturut-turut, OJK waspada

- 9 Juni 2025 - 10:31

Industri pembiayaan multifinance Indonesia masih mencatatkan pertumbuhan piutang, namun laju kenaikannya terus menurun selama sepuluh bulan berturut-turut hingga April 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan perlambatan ini sebagai sinyal kewaspadaan di tengah dinamika ekonomi dan penurunan daya beli masyarakat. Meski demikian, kualitas pembiayaan mengalami perbaikan, dan rasio leverage masih terkendali dengan baik.


Fokus utama:

  1. Laju pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance yang hanya mencapai 3,67% yoy pada April 2025 merupakan titik terendah dalam sepuluh bulan terakhir.
  2. Angka pembiayaan bermasalah (NPF) mengalami perbaikan dengan NPF net 0,82% dan gross 2,43%, sementara rasio gearing ratio masih jauh di bawah batas maksimal OJK.
  3. OJK memperkirakan pertumbuhan piutang multifinance akan mencapai 8-10% sepanjang tahun, berpotensi menyentuh Rp 543,7–553,7 triliun.

Sepuluh bulan terakhir menunjukkan tren perlambatan yang signifikan dalam pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance di Indonesia. Berdasarkan data terbaru per April 2025, nilai piutang tumbuh sebesar 3,67% secara tahunan (year on year/yoy), menurun secara konsisten sejak Juli 2024. Kondisi ini mengindikasikan tekanan yang terus dirasakan sektor pembiayaan di tengah ketidakpastian ekonomi global dan domestik, serta turunnya daya beli masyarakat.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), menyatakan, “Piutang pembiayaan Perusahaan Pembiayaan (PP) tumbuh 3,67% yoy pada April 2025.” Pernyataan ini mengkonfirmasi bahwa meskipun sektor multifinance masih tumbuh, namun kecepatannya menurun secara bertahap selama hampir satu tahun terakhir.

Perlambatan ini berkaitan erat dengan kondisi ekonomi makro yang melambat, disertai pengaruh suku bunga yang lebih tinggi dan meningkatnya risiko kredit. Studi dari Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menyebutkan, permintaan kredit kendaraan bermotor dan alat berat yang merupakan tulang punggung pembiayaan multifinance menurun sekitar 5–7% sejak awal 2024.

Di sisi lain, dari segi kualitas kredit, ada sinyal positif. Rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing financing (NPF) menunjukkan perbaikan. Pada April 2025, NPF net tercatat 0,82% dan NPF gross 2,43%, menurun dibandingkan periode sebelumnya. Ini menunjukkan pengelolaan risiko yang lebih baik dan disiplin dalam penagihan kredit.

Rasio gearing ratio – ukuran utang terhadap modal – berada di level 2,23 kali, jauh dari batas maksimal yang diperbolehkan OJK sebesar 10 kali. Posisi ini mencerminkan kondisi kesehatan keuangan perusahaan multifinance yang masih kuat dan likuiditas yang cukup memadai.

Dalam pandangan OJK, perlambatan pertumbuhan ini perlu dicermati sebagai sinyal kesiapsiagaan di sektor multifinance agar tidak terjebak pada ekspansi yang berlebihan di tengah tekanan pasar. Agusman menambahkan, “OJK memproyeksikan pertumbuhan piutang pembiayaan multifinance sepanjang tahun 2025 berada di kisaran 8-10% yoy, dengan nilai nominal mencapai Rp 543,70 triliun hingga Rp 553,77 triliun.”

Proyeksi tersebut mengindikasikan adanya optimisme berhati-hati, terutama jika kondisi ekonomi membaik dan tingkat suku bunga dapat ditekan. Namun, tantangan utama yang harus dihadapi sektor multifinance adalah menjaga kualitas aset, mengantisipasi risiko kredit, serta menyesuaikan portofolio pembiayaan agar tetap relevan dengan kebutuhan pasar.

Perlambatan pertumbuhan pembiayaan multifinance tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi makro domestik, tetapi juga tekanan global yang masih terasa, seperti kenaikan suku bunga acuan di Amerika Serikat dan gejolak pasar keuangan global. Menurut data Bank Indonesia, inflasi yang terjaga di bawah 5% memang memberikan ruang manuver, tetapi risiko perlambatan ekonomi global tetap membayangi.

Dari sisi konsumen, turunnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah yang menjadi target utama kredit kendaraan dan alat berat, turut menekan permintaan. Laporan BI kuartal I/2025 menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 2,1% yoy, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, perbaikan kualitas kredit yang terlihat lewat penurunan NPF menjadi sinyal positif bahwa perusahaan multifinance mulai meningkatkan ketahanan mereka. Hal ini sejalan dengan upaya OJK untuk memperketat pengawasan, termasuk penerapan manajemen risiko yang lebih disiplin dan transparan.

Digionary:

●,Piutang Pembiayaan Multifinance: Jumlah kredit yang diberikan perusahaan pembiayaan non-bank seperti leasing, pembiayaan kendaraan, alat berat, dan sejenisnya.
● Non-Performing Financing (NPF): Rasio kredit bermasalah yang menunjukkan jumlah kredit yang berpotensi tidak tertagih.
●,Gearing Ratio: Rasio utang terhadap modal, menilai tingkat leverage perusahaan.
●,Otoritas Jasa Keuangan (OJK): Regulator yang mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.

Comments are closed.