
OJK membantah tuduhan adanya praktik kartel dalam penetapan bunga pinjaman online (pinjol), menyatakan bahwa seluruh kebijakan bunga maksimum sebelumnya merupakan arahan resmi dari regulator. Klarifikasi ini muncul setelah KPPU mengendus dugaan kartel menyusul kesepakatan batas bunga yang dilakukan oleh asosiasi industri fintech. OJK menegaskan bahwa kebijakan bunga dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dan membedakan pinjol legal dari yang ilegal.
Fokus utama:
- Penetapan bunga pinjaman online merupakan kebijakan resmi regulator, bukan hasil kesepakatan kartel.
- KPPU tetap mendalami dugaan praktik kartel bunga yang sebelumnya dilakukan oleh asosiasi fintech.
- OJK menjelaskan evolusi kebijakan bunga untuk membedakan pinjol legal dan ilegal serta melindungi masyarakat.
Tudingan adanya praktik kartel dalam penetapan bunga pinjaman online (pinjol) akhirnya dijawab tegas oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga pengawas industri jasa keuangan ini membantah keras adanya kesepakatan harga ilegal di antara pelaku industri, dengan menegaskan bahwa seluruh penetapan bunga pinjaman selama ini merupakan arahan resmi dari regulator, bukan hasil kolusi antarperusahaan.
Pernyataan OJK ini menyusul dugaan yang dilontarkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Oktober 2023, yang menyoroti adanya kesepakatan batas bunga sebesar 0,8% per hari oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). KPPU mencurigai adanya indikasi praktik kartel atau penetapan harga oleh pelaku usaha, tindakan yang menurut undang-undang hanya sah jika dilakukan oleh lembaga negara, regulator, atau pemerintah.
Menanggapi hal itu, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK, Agusman, menyampaikan bahwa kebijakan bunga yang diambil oleh AFPI adalah hasil arahan tertulis OJK.
“Pengaturan batas maksimum manfaat ekonomi oleh AFPI sebelum diterbitkannya SEOJK No.19/SEOJK.06/2023 merupakan arahan OJK pada saat itu,” ujar Agusman, Minggu (8/6).
Agusman menyebutkan bahwa arahan tersebut telah dituangkan dalam surat resmi OJK nomor S-408/NB.213/2019 tanggal 22 Juli 2019. Surat itu memberikan panduan dalam pelaksanaan rapat pleno serta komunikasi transparan terkait kinerja fintech lending dan platform yang dikelola secara resmi oleh penyelenggara.
Penetapan batas bunga pinjaman online sebenarnya telah melalui perjalanan panjang. Sebelum 2021, AFPI menetapkan batas bunga maksimum sebesar 0,8% per hari. Pada 2021–2023, batas itu diturunkan menjadi 0,4% per hari. Kemudian, pada akhir 2023, OJK secara formal menerbitkan Surat Edaran OJK (SEOJK) No.19/2023 yang mengatur:
- 0,3% per hari untuk pinjaman konsumtif mulai 1 Januari 2024
- 0,2% per hari mulai 2025
- 0,1% per hari mulai 2026
Sedangkan untuk pinjaman produktif, bunga ditetapkan:
- 0,1% per hari mulai 2024
- 0,067% per hari mulai 2025
Namun demikian, evaluasi OJK sepanjang tahun 2024 membuat regulator kembali menyesuaikan kebijakan tersebut. Per 1 Januari 2025, bunga konsumtif ditetapkan:
- 0,3% per hari untuk tenor di bawah 6 bulan
- 0,2% per hari untuk tenor di atas 6 bulan
Sementara untuk pinjaman produktif:
- 0,275% per hari untuk mikro dan ultra mikro dengan tenor di bawah 6 bulan
- 0,1% per hari untuk tenor lebih dari 6 bulan
Untuk segmen UMKM: 0,1% per hari untuk semua tenor
Agusman menegaskan bahwa penetapan batas bunga ini tidak hanya didesain untuk memberikan kepastian hukum, namun juga sebagai mekanisme pelindung konsumen dari praktik bunga tinggi yang kerap menjadi ciri pinjol ilegal.
“Penetapan batas maksimum manfaat ekonomi tersebut ditujukan demi memberikan perlindungan kepada masyarakat dari suku bunga tinggi sekaligus membedakan pinjaman online legal dengan yang ilegal,” jelasnya.
Meski menyangkal adanya praktik kartel, OJK tetap menghormati proses hukum yang tengah dijalankan KPPU. OJK juga menegaskan komitmen dalam melakukan pengawasan berkelanjutan atas penetapan manfaat ekonomi serta penegakan kepatuhan industri. “Dengan demikian, diharapkan kepercayaan masyarakat terhadap Pindar dapat terjaga dengan baik,” tutup Agusman.
Menurut data OJK, hingga akhir kuartal I-2025, total penyaluran pinjaman oleh fintech lending tercatat mencapai lebih dari Rp65 triliun, dengan mayoritas disalurkan untuk konsumsi dan pembiayaan mikro. OJK mencatat masih ada tantangan besar dalam menjaring peminjam ke sistem legal, sebab pinjaman ilegal masih marak di kanal-kanal gelap seperti media sosial dan aplikasi tidak berizin. ■
Digionary:
● OJK (Otoritas Jasa Keuangan): Lembaga independen yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
● AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia): Organisasi yang mewadahi pelaku usaha fintech lending.
● SEOJK (Surat Edaran OJK): Regulasi pelengkap yang dikeluarkan oleh OJK untuk mengatur teknis operasional di sektor keuangan.
● Pinjol: Akronim dari pinjaman online, yaitu layanan peminjaman uang berbasis aplikasi atau daring.
● KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha): Lembaga negara yang bertugas mengawasi persaingan usaha agar tetap sehat dan bebas monopoli.
● Pinjaman konsumtif: Pinjaman yang digunakan untuk kebutuhan konsumsi individu, bukan untuk usaha.
● Pinjaman produktif: Pinjaman yang digunakan untuk kegiatan usaha atau produktivitas ekonomi, terutama oleh UMKM.
● Pinjol legal: Platform pinjaman online yang terdaftar dan diawasi OJK.
● Pinjol ilegal: Layanan pinjaman online yang tidak memiliki izin resmi dari OJK.
● Pindar: Istilah internal di OJK untuk industri penyelenggara pinjaman berbasis teknologi.
● Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK): Survei resmi dari OJK untuk mengukur pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan.