Outstanding pendanaan lender perbankan ke fintech lending tembus Rp50 triliun

- 6 Juni 2025 - 08:23

Pendanaan dari lender perbankan di industri fintech peer-to-peer (P2P) lending terus menguat, mencapai outstanding Rp 50,09 triliun pada April 2025. Angka ini menguasai 61,89% dari total pembiayaan fintech lending yang tumbuh signifikan 29% YoY. Meskipun kredit mikro bank mengalami koreksi, perbankan tetap menjadi pilar utama dalam memperluas akses pembiayaan mikro melalui sinergi pembiayaan tidak langsung dengan fintech. Namun, risiko kredit macet di sektor ini juga menguat, menuntut pengawasan dan manajemen risiko yang semakin ketat.


Fokus utama:

  1. Pendanaan lender perbankan di fintech P2P capai Rp 50,09 triliun, kuasai 61,89% total outstanding fintech lending.
  2. Pertumbuhan outstanding fintech lending naik 29% YoY, didorong segmen mikro yang semakin luas.
  3. Risiko kredit macet memburuk, TWP90 naik menjadi 2,93%, menuntut penguatan manajemen risiko dan pengawasan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa outstanding pendanaan lender perbankan di industri fintech peer-to-peer lending telah mencapai Rp 50,09 triliun per April 2025. Jumlah ini menguasai porsi signifikan sebesar 61,89% dari total pembiayaan fintech lending yang mencapai Rp 80,94 triliun, naik 29% dibandingkan tahun sebelumnya.

Agusman, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya di OJK, menjelaskan bahwa perbankan tetap menjadi motor utama dalam mendukung penyaluran kredit ke segmen mikro melalui fintech lending, meskipun bank-bank mengalami koreksi dalam kredit mikro mereka. “Perbankan diyakini akan terus mendorong sinergi pembiayaan tidak langsung, seperti pola channeling, dengan tetap memperkuat manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian,” ujarnya dalam keterangannya kepada media, pekan ini.

Fintech P2P lending selama ini menjadi solusi penting untuk memperluas akses keuangan masyarakat yang tidak terjangkau oleh layanan perbankan konvensional. Menurut data World Bank dan OJK, sekitar 50% populasi Indonesia masih belum memiliki akses perbankan formal. Oleh karenanya, fintech lending berperan strategis dalam inklusi keuangan, terutama di segmen usaha mikro dan kecil.

Namun, OJK juga mencatat adanya tren peningkatan risiko kredit macet pada fintech lending. Tingkat risiko kredit macet atau Tingkat Kredit Bermasalah (TWP90) tercatat sebesar 2,93% per April 2025, sedikit memburuk dari posisi 2,79% tahun lalu dan 2,77% bulan sebelumnya. Kenaikan ini menuntut sinergi lebih erat antara fintech dan perbankan dalam memperkuat manajemen risiko agar dapat menekan potensi kerugian di masa depan.

Secara global, fintech lending juga menghadapi tantangan pengelolaan risiko yang kompleks, terutama terkait dengan transparansi data, profil risiko debitur yang beragam, dan regulasi yang terus berkembang. OJK secara konsisten mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pengawasan industri ini, sekaligus mendorong inovasi digital yang sehat dan berkelanjutan.

Sejumlah bank besar di Indonesia sudah mulai mengadopsi teknologi fintech dalam model bisnis mereka, tidak hanya sebagai lender, tetapi juga sebagai partner strategis dalam ekosistem digital. Sinergi ini dinilai dapat mempercepat digitalisasi sektor keuangan sekaligus meningkatkan efisiensi dan inklusi.

Namun, pengamat industri mengingatkan bahwa keberhasilan sinergi fintech dan perbankan harus diiringi dengan penguatan regulasi dan edukasi digital bagi masyarakat. Hal ini penting agar masyarakat mampu memanfaatkan produk fintech dengan bijak dan terhindar dari risiko pembiayaan yang tidak sehat.

Tren industri:,

  • Outstanding fintech lending tumbuh 29% YoY mencapai Rp 80,94 triliun (April 2025).
  • Pendanaan lender perbankan menguasai 61,89% dari total outstanding.
  • Risiko kredit macet (TWP90) meningkat dari 2,79% (April 2024) menjadi 2,93% (April 2025).
  • Menurut survei OJK dan World Bank, 50% populasi Indonesia belum terakses layanan perbankan formal.
  • Fintech lending membantu penetrasi kredit mikro yang semakin meluas ke wilayah dan segmen yang sulit dijangkau bank.

Di satu sisi, keterlibatan perbankan dalam pendanaan fintech lending meningkatkan kepercayaan pasar dan likuiditas sektor ini. Namun, sinergi tersebut harus diimbangi dengan ketatnya manajemen risiko agar tidak menimbulkan potensi kerugian yang besar di masa depan. Regulasi yang adaptif dan pengawasan yang konsisten sangat krusial dalam menjaga stabilitas sekaligus mendorong inovasi industri.

Peran strategis perbankan sebagai lender di fintech lending merupakan kunci dalam mempercepat inklusi keuangan di Indonesia. Namun, peningkatan risiko kredit macet menuntut perhatian serius dari pelaku industri dan regulator untuk memastikan pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan. Sinergi dan kolaborasi yang lebih erat diharapkan menjadi solusi untuk menyeimbangkan inovasi digital dengan keamanan finansial. ■


Digionary:

● Fintech Lending: Layanan pinjaman online berbasis teknologi finansial, yang menghubungkan peminjam dan pemberi pinjaman secara digital.
● Lender Perbankan: Bank atau lembaga keuangan yang memberikan dana kepada platform fintech lending untuk disalurkan kembali.
●,Outstanding Pendanaan: Jumlah total dana yang masih beredar atau belum dilunasi dalam suatu periode tertentu.
● TWP90 (Tingkat Kredit Bermasalah 90 Hari): Rasio kredit yang terlambat bayar selama 90 hari atau lebih, digunakan sebagai indikator risiko kredit macet.
●,Channeling: Metode pembiayaan tidak langsung dimana bank menyalurkan dana melalui mitra fintech.
●,Inklusi Keuangan: Upaya untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap layanan keuangan formal.
●,Manajemen Risiko: Proses identifikasi, analisis, dan pengendalian risiko dalam aktivitas keuangan.
●,Kredit Mikro: Pinjaman dengan nilai kecil yang diberikan kepada pelaku usaha mikro atau individu berpenghasilan rendah.

Comments are closed.