Mengapa paylater mampu menggeser pamor dan dominasi kartu kredit di Indonesia?

- 19 Januari 2025 - 14:38

Perubahan perilaku konsumen dalam mengakses layanan keuangan digital semakin terasa, dan salah satu tren yang paling menonjol adalah pergeseran dari penggunaan kartu kredit ke layanan paylater (Buy Now Pay Later/BNPL). Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena ini telah melahirkan debat yang cukup menarik mengenai masa depan kartu kredit, yang kini mulai ditinggalkan oleh banyak konsumen, terutama generasi muda. Kenapa hal ini bisa terjadi? Apa yang sebenarnya mendasari perubahan kebiasaan ini?


Fokus Utama:

■ Bagaimana generasi muda lebih memilih layanan keuangan digital yang cepat, mudah, dan transparan seperti paylater dibandingkan kartu kredit yang prosesnya lebih lama dan lebih rumit.
■ Tantangan bagi bank-bank konvensional untuk bertransformasi dan menyediakan produk yang lebih sesuai dengan tren digitalisasi saat ini.
■ Prospek dan tantangan yang dihadapi oleh sektor keuangan tradisional dan fintech dalam menghadapi dominasi layanan BNPL yang berkembang pesat.


Fokus utama dari perubahan ini terletak pada kenyamanan, kecepatan, dan kemudahan akses yang ditawarkan oleh layanan BNPL. Generasi muda, yang dikenal lebih fleksibel dan terbiasa dengan teknologi, lebih memilih layanan yang dapat diakses dengan cepat melalui gawai, tanpa perlu mengurus prosedur yang rumit seperti kartu kredit.

Perubahan perilaku ini terjadi karena masyarakat kini cenderung menghindari kunjungan langsung ke kantor cabang atau berurusan dengan customer service. Cukup dengan beberapa klik di aplikasi, proses pengajuan kredit melalui paylater jauh lebih cepat dan langsung disetujui dalam waktu singkat.

Peningkatan pesat dalam penggunaan layanan BNPL terbukti dengan data terbaru dari Pefindo Biro Kredit, yang menunjukkan bahwa fasilitas kredit BNPL tumbuh tiga kali lipat dibandingkan dengan kartu kredit. Pada Oktober 2024, jumlah akun BNPL mencapai 48,4 juta, sedangkan kartu kredit hanya 13,9 juta. Ini menunjukkan perbedaan yang mencolok dalam pola konsumsi masyarakat Indonesia yang semakin condong ke digitalisasi.

Salah satu alasan utama kenapa paylater begitu diminati adalah kemudahan persetujuannya. Sebuah pengajuan kartu kredit, yang sering memerlukan waktu berhari-hari bahkan berminggu-minggu untuk disetujui, jelas kalah cepat dibandingkan paylater yang bisa langsung memberikan hasil dalam hitungan menit. Tak heran jika banyak orang lebih memilih untuk menggunakan layanan yang menawarkan kemudahan ini.

Perubahan ini bukan hanya terjadi di kalangan konsumen muda, tetapi juga telah menarik perhatian bank-bank besar yang mulai menawarkan layanan paylater sebagai bagian dari portofolio produk mereka. Ini mencerminkan kesadaran bank tentang perubahan besar yang sedang terjadi di pasar dan bagaimana mereka harus beradaptasi agar tetap relevan.

Jika bank-bank tradisional tidak mampu mengimbangi tren ini, mereka mungkin akan tersingkir oleh perusahaan-perusahaan fintech yang lebih gesit dalam menanggapi kebutuhan konsumen.

Tren ini tentu membawa dampak yang cukup besar bagi industri keuangan. Jika kartu kredit tidak bisa segera berinovasi dan memberikan kemudahan yang setara dengan BNPL, bisa jadi kita akan melihat penurunan signifikan dalam volume transaksi kartu kredit di masa depan. Sebaliknya, bagi pemain fintech dan perusahaan pembiayaan, ini adalah peluang emas untuk terus berkembang dan memperluas jangkauan pasar mereka.

Di sisi lain, ada tantangan besar yang dihadapi oleh sektor keuangan konvensional, yang harus berpacu dengan waktu untuk bertransformasi agar tidak ketinggalan. Bank-bank besar yang masuk ke pasar paylater sudah mulai melihat hasilnya, tetapi untuk bisa bersaing dengan fintech, mereka harus berani keluar dari zona nyaman dan menggali lebih dalam potensi teknologi untuk memenuhi ekspektasi konsumen yang semakin tinggi.

Namun, meskipun paylater tumbuh pesat, ada kekhawatiran terkait dengan dampak jangka panjang dari peningkatan utang konsumen yang lebih mudah diakses. Pembayaran yang cepat dan mudah mungkin mendorong perilaku konsumsi yang lebih tinggi, tanpa mempertimbangkan kemampuan untuk melunasi utang tersebut. Oleh karena itu, penting bagi regulator dan lembaga keuangan untuk memperkenalkan kebijakan yang dapat melindungi konsumen dari potensi masalah finansial di masa depan.

Perubahan ini jelas bukan sekadar pergeseran kecil dalam dunia finansial, tetapi sebuah revolusi digital yang akan membawa dampak besar pada cara kita mengelola keuangan pribadi. Tren ini menunjukkan bahwa, untuk tetap relevan, semua pihak dalam industri keuangan—baik bank konvensional maupun fintech—harus beradaptasi dengan cepat dan memahami keinginan serta kebiasaan baru konsumen yang semakin terhubung dengan dunia digital. ■

Comments are closed.