CEO DeepMind bilang kerja sama global dalam regulasi AI terkendala geopolitik

- 4 Juni 2025 - 14:19

Demis Hassabis, CEO Google DeepMind, menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam regulasi kecerdasan buatan (AI), namun mengakui bahwa kondisi geopolitik saat ini menyulitkan tercapainya kesepakatan global. Pernyataan ini disampaikan di tengah perbedaan pendekatan antara Amerika Serikat, Eropa, dan China dalam mengatur perkembangan AI.


Fokus utama:

  1. Tantangan kerja sama global dalam regulasi AI: Hassabis menyoroti perlunya kolaborasi internasional untuk mengatur AI, namun mengakui bahwa situasi geopolitik saat ini membuat hal tersebut sulit terwujud.
  2. Perbedaan pendekatan regulasi AI: Amerika Serikat menolak regulasi ketat dengan alasan dapat menghambat inovasi, sementara Eropa mendorong regulasi yang lebih ketat untuk memastikan keamanan dan etika dalam pengembangan AI.
  3. Potensi dan risiko AI: Hassabis optimis terhadap potensi AI dalam memecahkan masalah global, namun juga mengingatkan tentang risiko yang mungkin timbul tanpa regulasi yang tepat.

Dalam pidatonya di festival SXSW London pada 2 Juni 2025, Demis Hassabis, CEO Google DeepMind, menekankan pentingnya kerja sama internasional dalam mengatur perkembangan kecerdasan buatan (AI). Namun, ia mengakui bahwa kondisi geopolitik saat ini menyulitkan tercapainya kesepakatan global.

“Hal terpenting adalah harus ada semacam kerja sama internasional karena teknologi ini melintasi semua batas negara. Ini akan diterapkan di semua negara,” ujar Hassabis. “Banyak negara terlibat dalam penelitian atau pembangunan pusat data atau menjadi tuan rumah teknologi ini. Jadi saya pikir agar sesuatu itu bermakna, harus ada semacam kerja sama atau kolaborasi internasional, dan sayangnya itu tampaknya cukup sulit dalam konteks geopolitik saat ini.”

Pernyataan Hassabis mencerminkan perbedaan pendekatan antara Amerika Serikat dan Eropa dalam mengatur AI. Pada Februari 2025, dalam KTT AI di Paris, 58 negara termasuk China, Prancis, dan India menandatangani deklarasi bersama untuk meningkatkan koordinasi dalam tata kelola AI. Namun, Amerika Serikat dan Inggris menolak menandatangani deklarasi tersebut.

Wakil Presiden AS, JD Vance, memperingatkan bahwa regulasi yang berlebihan dapat “membunuh” industri AI yang sedang berkembang pesat. “Kami percaya bahwa regulasi berlebihan terhadap sektor AI dapat membunuh industri transformatif ini saat sedang berkembang,” kata Vance kepada para pemimpin negara dan CEO yang berkumpul di Paris. “Saya di sini bukan untuk berbicara tentang keamanan AI. Saya di sini untuk berbicara tentang peluang AI.”

Sementara itu, Eropa mendorong regulasi yang lebih ketat untuk memastikan keamanan dan etika dalam pengembangan AI. Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menekankan bahwa “AI perlu mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dan harus aman.”

Hassabis tetap optimis terhadap potensi AI dalam memecahkan masalah global seperti penyakit dan perubahan iklim. Namun, ia juga mengingatkan tentang risiko yang mungkin timbul tanpa regulasi yang tepat. “Regulasi yang cerdas dan adaptif diperlukan karena harus menyesuaikan dengan arah perkembangan teknologi dan masalah yang muncul,” katanya.

Dalam konteks ini, Hassabis juga menyoroti pentingnya pendidikan STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika) untuk mempersiapkan generasi muda menghadapi perubahan yang dibawa oleh AI. Ia mendorong siswa untuk mempelajari matematika, fisika, dan ilmu komputer agar dapat memahami dan berkontribusi dalam perkembangan teknologi AI.

Dengan potensi AI yang besar dan risiko yang menyertainya, Hassabis menekankan bahwa kerja sama internasional dan regulasi yang tepat sangat penting untuk memastikan bahwa perkembangan AI membawa manfaat bagi seluruh umat manusia. ■

Digionary:

● AI (Artificial Intelligence): Kecerdasan buatan, yaitu simulasi proses kecerdasan manusia oleh mesin, terutama sistem komputer.
● Regulasi AI: Aturan dan kebijakan yang mengatur pengembangan dan penggunaan teknologi kecerdasan buatan.
● Geopolitik: Studi tentang efek geografi (manusia dan fisik) pada politik internasional dan hubungan internasional.
●,STEM: Singkatan dari Science, Technology, Engineering, and Mathematics, yaitu bidang studi yang berfokus pada sains, teknologi, teknik, dan matematika.
● SXSW (South by Southwest): Festival tahunan yang diadakan di Austin, Texas, yang mencakup konferensi dan festival film, interaktif, dan musik.
● KTT AI Paris 2025: Konferensi tingkat tinggi yang diadakan di Paris pada tahun 2025 untuk membahas tata kelola dan regulasi kecerdasan buatan.
● DeepMind: Perusahaan kecerdasan buatan yang dimiliki oleh Google.
● Deklarasi AI Paris 2025: Dokumen yang ditandatangani oleh 58 negara untuk meningkatkan koordinasi dalam tata kelola AI.
● Regulasi Berlebihan: Aturan yang dianggap terlalu ketat sehingga dapat menghambat inovasi dan perkembangan industri.
● Potensi AI: Kemampuan kecerdasan buatan untuk memberikan manfaat besar dalam berbagai bidang seperti kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.
● Risiko AI: Bahaya atau dampak negatif yang mungkin timbul dari penggunaan teknologi kecerdasan buatan tanpa pengawasan yang tepat.
● Regulasi Adaptif: Aturan yang fleksibel dan dapat menyesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat.

Comments are closed.