
Di tengah laju digitalisasi yang kian masif, sektor perbankan Indonesia dihadapkan pada dua tantangan utama: optimalisasi teknologi Artificial Intelligence (AI) dan peningkatan ketahanan terhadap ancaman siber. Menjawab kebutuhan strategis tersebut, digitalbank.id berkolaborasi dengan Indonesia Artificial Intelligence & Digital Economy Research Network (IADERN) menghadirkan program in-house workshop bertajuk “AI & Cybersecurity Readiness for Indonesian Banking Sector.”
Fokus utama:
- Urgensi adopsi AI dan penguatan sistem keamanan siber dalam transformasi digital perbankan.
- Pentingnya tata kelola AI berdasarkan regulasi OJK dan UU Perlindungan Data Pribadi.
- Kebutuhan membekali SDM perbankan dengan etika dan pengawasan AI berbasis human oversight.
- Workshop strategis digitalbank.id dan IADERN sebagai respons terhadap tantangan teknologi dan regulasi.
- Peran penting AI dan cybersecurity dalam membentuk masa depan industri perbankan Indonesia.
Dalam menghadapi era digital yang kian kompleks, sektor perbankan Indonesia dituntut untuk tidak hanya mengadopsi teknologi mutakhir seperti Artificial Intelligence (AI), tetapi juga memperkuat sistem keamanan sibernya. Menjawab kebutuhan tersebut, digitalbank.id bekerja sama dengan Indonesia AI & Digital Economy Research Network (IADERN) menggelar in-house workshop bertajuk “AI & Cybersecurity Readiness for Indonesian Banking Sector” yang dapat di-customize sesuai dengan kebutuhan masing-masing bank.
Workshop ini merupakan inisiatif untuk mempercepat kesiapan digital bank-bank di Indonesia, dengan materi yang dirancang komprehensif selama dua hari. Hari pertama akan difokuskan pada pemanfaatan AI dalam meningkatkan efisiensi operasional, deteksi fraud, automasi layanan pelanggan, dan pengambilan keputusan. Hari kedua membahas strategi keamanan siber menghadapi serangan digital seperti ransomware, phishing, hingga kebocoran data.
Deddy H. Pakpahan, founder digitalbank.id mengatakan, akselerasi digital perbankan tanpa kesiapan AI dan keamanan siber hanya akan menjadi ancaman baru bagi sektor keuangan.
“Bank bukan hanya butuh teknologi, tapi juga pemahaman strategis dan kesiapan dalam implementasi AI dan pertahanan siber. Workshop ini akan menjadi ruang diskusi dan kolaborasi yang sangat dibutuhkan perbankan, baik itu bank BUMN, bank umum, bank pembangunan daerah (BPD), atau bank perekonomian rakyat (BPR),” ujarnya.

Menurut dia, melalui in-house workshop ini bank bisa memilah dan memilih materi teknologi AI atau cybersecurity yang dibutuhkan. “Setiap bank itu punya kebutuhan yang berbeda-beda. Perkembangan teknologi AI juga sangat cepat. Sebelum workshop kami biasanya berdiskusi dengan pihak bank mengenai sejauh mana bank tersebut telah mengadopsi teknologi AI atau cybersecurity sistemnya, baru kemudian kami menyusun materi atau silabus workshop agar semua materi yang diberikan bermanfaat,” tuturnya.
Seperti diketahui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan Tata Kelola Kecerdasan Artifisial Perbankan Indonesia pada akhir April 2025 lalu sebagai panduan bagi bank dalam mengembangkan dan menerapkan teknologi AI secara bertanggung jawab dan sesuai regulasi.
“Bank bukan hanya butuh teknologi, tapi juga pemahaman strategis dan kesiapan dalam implementasi AI dan pertahanan siber. Workshop ini akan menjadi ruang diskusi dan kolaborasi yang sangat dibutuhkan perbankan, baik itu bank BUMN, bank umum, bank pembangunan daerah (BPD), atau bank perekonomian rakyat (BPR).”
Prinsip utama tata kelola AI OJK adalah pendekatan menyeluruh (holistik). Panduan ini mencakup seluruh siklus hidup AI (AI life cycle)—mulai dari perencanaan, pengembangan model, pengujian, implementasi, hingga evaluasi dan audit berkala. Tujuannya adalah memastikan sistem AI beroperasi secara etis, aman, dan sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Dalam tata kelola AI itu juga dijelaskan ada tiga pilar, yakni keandalan (reliability), dimana stem AI harus menghasilkan keputusan yang selaras dengan strategi dan tujuan bank. Kemudian akuntabilitas dimama setiap keputusan yang dihasilkan oleh AI harus dapat dipertanggungjawabkan secara menyeluruh.
“Pilar yang ketiga dalam tata kelola AI versi OJK menegaskan soal pengawasan manusia (human oversight). Di sini kehadiran manusia dalam proses pengambilan keputusan AI adalah syarat mutlak untuk memastikan kepercayaan dan integritas sistem. Artinya, membekali SDM perbankan dengan pengetahuan yang mumpuni soal AI adalah kemutlakan,” demikian Deddy.
Panduan tata kelola AI yang dibuat OJK disusun dengan mengacu pada berbagai peraturan perundang-undangan yang relevan, termasuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, serta Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Selain itu, panduan ini juga mempertimbangkan praktik terbaik internasional seperti AI Act dari Uni Eropa dan pedoman dari Basel Committee on Banking Supervision (BCBS).
“Pilar yang ketiga dalam tata kelola AI versi OJK menegaskan soal pengawasan manusia (human oversight). Di sini kehadiran manusia dalam proses pengambilan keputusan AI adalah syarat mutlak untuk memastikan kepercayaan dan integritas sistem. Artinya, membekali SDM perbankan dengan pengetahuan yang mumpuni soal AI adalah kemutlakan,” demikian Deddy.
Tata kelola AI ini melengkapi kebijakan digital OJK sebelumnya, seperti Cetak Biru Transformasi Digital Perbankan, POJK No. 11/POJK.03/2022 tentang Penyelenggaraan Teknologi Informasi oleh Bank Umum, SEOJK No. 29/SEOJK.03/2022 tentang Ketahanan dan Keamanan Siber bagi Bank Umum, SEOJK No. 24/SEOJK.03/2023 tentang Penilaian Tingkat Maturitas Digital Bank Umum, Panduan Resiliensi Digital (Digital Resilience) dan Panduan Kode Etik AI untuk Industri Fintech.
Dengan adanya panduan ini, seperti diungkapkan Tuhu Nugraha, Principal IADERN, OJK berharap bank-bank di Indonesia dapat mengadopsi teknologi AI secara bijak, meningkatkan efisiensi dan kualitas layanan, serta menjaga kepercayaan publik dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Tuhu mengingatkan pentingnya membangun ekosistem digital yang tidak hanya inovatif, tetapi juga harus aman. “Transformasi digital harus berbasis tata kelola data dan etika AI yang kuat. Bank perlu roadmap yang jelas agar investasi digitalnya tidak sia-sia,” ungkapnya.
Tuhu menambahkan saat ini semua perusahan berlomba-lomba mengadopsi AI, tapi manajemen dan mitigasi risikonya sangat rendah, karena literasi keamanan siber masih minim. “Sementara di lain sisi, konsekuensinya sekarang makin berat, karena ada UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Ini adalah regulasi hukum di Indonesia yang mengatur perlindungan, pemrosesan, dan pengelolaan data pribadi warga negara. Perusahaan perlu memikirkan bukan hanya efisiensi dengan adanya teknologi digital dan AI, tapi harus berinvestasi di keamanan siber. Kalau tidak, justru mereka akan mengeluarkan biaya lebih besar ketika terjadi kebocoran data,” tandas Tuhu.
Workshop ini juga akan menghadirkan Rendy Darmawidjaja, profesional cybersecurity dengan spesialisasi di sektor perbankan, yang akan memaparkan berbagai simulasi insiden nyata yang pernah terjadi di bank-bank regional. “Kita tidak bisa lagi bicara tentang pencegahan. Kesiapan respon dan pemulihan pasca insiden adalah kunci menjaga kepercayaan publik, ini sangat penting bagi industri jasa keuangan, terutama bank,” tegas Rendy.
“Sementara di lain sisi, konsekuensinya sekarang makin berat, karena ada UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Ini adalah regulasi hukum di Indonesia yang mengatur perlindungan, pemrosesan, dan pengelolaan data pribadi warga negara. Perusahaan perlu memikirkan bukan hanya efisiensi dengan adanya teknologi digital dan AI, tapi harus berinvestasi di keamanan siber. Kalau tidak, justru mereka akan mengeluarkan biaya lebih besar ketika terjadi kebocoran data,” tandas Tuhu.
Materi dalam workshop mencakup praktik terbaik dari lembaga global seperti MIT Sloan, World Economic Forum, hingga IMF. Selain itu, peserta akan mendapatkan studi kasus dari banyak bank yang telah menerapkan AI dan keamanan siber secara terstruktur.
Target peserta workshop ini mencakup direktur teknologi informasi, chief risk officer, tim digital banking, keamanan siber, hingga analis data dari berbagai bank umum, BPD, dan BPR. Format pelatihan bersifat fleksibel dengan materi yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan perbankan.
“Kebutuhan AI dan cybersecurity masing-masing bank itu nggak sama, maka dari itu kami menawarkan workshop yang bisa di-customize sesuai kebutuhan,” tandas Deddy. ■
Untuk informasi in-house workshop bisa menghubungi email:events@digitalbank.id, events@digitalbank.id atau di nomor telepon: 087882915126 dan WhatsApp: 081314188319.