Visa dan Mastercard luncurkan agen AI belanja, revolusi konsumen di era ‘agentic commerce’

- 2 Mei 2025 - 09:35

Visa dan Mastercard resmi meluncurkan teknologi belanja berbasis kecerdasan buatan (AI) yang memungkinkan agen virtual melakukan pembelian atas nama konsumen, menandai langkah besar menuju era “agentic commerce”. Kolaborasi dengan raksasa teknologi seperti Microsoft, IBM, OpenAI hingga Samsung menunjukkan bahwa masa depan belanja akan dikuasai oleh AI personal yang memahami preferensi pengguna secara menyeluruh.


Fokus utama:

  1. Visa dan Mastercard memperkenalkan teknologi belanja berbasis AI yang memungkinkan agen virtual melakukan transaksi atas nama pengguna.
  2. Kolaborasi dengan berbagai perusahaan teknologi besar menandakan langkah serius dalam mengintegrasikan AI ke dalam sistem pembayaran global.
  3. Tren serupa juga digarap oleh PayPal, Amazon, dan OpenAI, menandakan persaingan ketat dalam membentuk masa depan belanja digital.

Kecerdasan buatan kini resmi masuk ke jantung dunia pembayaran. Dua raksasa keuangan global, Visa dan Mastercard, mengumumkan peluncuran sistem belanja berbasis AI yang memungkinkan agen virtual membeli barang atas nama pengguna. Teknologi yang sebelumnya hanya dibayangkan di film fiksi ilmiah ini kini menjadi kenyataan.

Visa memperkenalkan program bernama “Intelligent Commerce”, yang dikembangkan untuk memungkinkan AI memahami preferensi pengguna dan mengeksekusi pembelian secara otomatis. “Setiap konsumen menentukan batasannya sendiri, dan Visa akan mengurus sisanya,” ujar Jack Forestell, Chief Product and Strategy Officer Visa, dalam pernyataan resminya.

Dalam pengembangan teknologi ini, Visa menggandeng sejumlah pemain besar dunia teknologi—mulai dari Anthropic, IBM, Microsoft, Mistral AI, OpenAI, Perplexity, Samsung hingga Stripe. Tujuannya: menciptakan pengalaman belanja yang lebih personal, aman, dan efisien.

Tak mau kalah, Mastercard sehari sebelumnya telah mengumumkan fitur serupa bertajuk “Agent Pay”. Teknologi ini memungkinkan AI membantu pengguna membuat keputusan pembelian berbasis preferensi pribadi, lalu mengeksekusi pembayaran secara langsung.

Dalam skenario yang diberikan Mastercard, agen AI bisa membantu seorang perempuan yang merencanakan pesta ulang tahun ke-30 dengan memilih pakaian dan aksesori dari berbagai butik lokal dan toko online, memperhitungkan gaya pribadi, suasana tempat acara, hingga prakiraan cuaca. Agen tersebut kemudian bisa memilih metode pembayaran terbaik, misalnya melalui Mastercard One Credential.

“Ini bukan hanya soal kemudahan, tapi juga bagaimana AI bisa memahami dan merespons kebutuhan emosional dan praktis konsumen dalam satu pengalaman yang mulus,” demikian pernyataan resmi Mastercard.

Kerja sama dengan Microsoft, IBM, Braintree, dan Checkout.com menegaskan bahwa Mastercard juga serius membawa “agentic commerce” ke level industri yang lebih luas. Sistem ini menjanjikan integrasi AI dalam setiap tahap keputusan belanja—mulai dari saran produk hingga penyelesaian pembayaran.

Langkah Visa dan Mastercard bukan satu-satunya. PayPal baru-baru ini mengumumkan teknologi serupa dalam acara pengembangannya, diikuti oleh Amazon yang tengah menguji fitur “Buy for Me”—agen belanja AI yang bisa menjelajah berbagai toko pihak ketiga untuk melakukan pembelian.

OpenAI, Google, dan Perplexity juga telah memperkenalkan agen belanja AI mereka sendiri yang dapat mengakses situs web dan membantu pengguna menyelesaikan pembelian. OpenAI bahkan mengumumkan pembaruan pada fitur pencarian ChatGPT yang kini dirancang untuk memberikan pengalaman belanja daring yang lebih cerdas dan adaptif.

Data dari Accenture menunjukkan bahwa nilai transaksi berbasis AI diperkirakan akan mencapai US$1 triliun secara global pada 2030, seiring dengan meningkatnya kepercayaan konsumen pada sistem pembayaran otomatis yang berbasis preferensi dan prediksi cerdas.

Meskipun perkembangan ini membuka peluang baru, banyak pihak menyoroti risiko yang mungkin timbul. Masalah keamanan data pribadi, potensi penyalahgunaan algoritma, serta kekhawatiran atas hilangnya kontrol manusia dalam keputusan pembelian menjadi topik diskusi hangat di kalangan regulator.

Organisasi perlindungan konsumen seperti Electronic Frontier Foundation (EFF) telah memperingatkan bahwa teknologi semacam ini, jika tidak diawasi secara ketat, bisa menjadi alat manipulasi perilaku konsumen yang sangat canggih.

Namun di sisi lain, adopsi teknologi ini juga membuka peluang inklusi finansial dan efisiensi transaksi dalam skala besar. Dengan agen AI, bahkan individu dengan keterbatasan fisik atau teknologi kini bisa menikmati pengalaman belanja yang setara. ■

Comments are closed.