Agen AI munculkan ancaman baru bagi privasi data di sektor keuangan

- 14 Februari 2025 - 04:02

Lonjakan penggunaan agen AI di berbagai sektor, dari keuangan hingga layanan publik, menimbulkan kekhawatiran besar terkait privasi data. Studi terbaru dari Ipsos menunjukkan bahwa 70% konsumen Asia Pasifik khawatir akan bagaimana perusahaan mengelola data pribadi mereka. Pemerintah dan perusahaan pun berlomba menerapkan regulasi serta strategi keamanan data guna menjaga kepercayaan publik.


Poin utama:

  1. Sebanyak 70% masyarakat Asia Pasifik khawatir dengan cara perusahaan mengelola data mereka, terutama di Singapura (81%).
  2. Agen AI digunakan secara luas, terutama di sektor keuangan dan publik, tetapi sangat bergantung pada data pribadi yang berisiko disalahgunakan.
  3. Semakin banyak negara menerapkan kebijakan privasi data yang ketat, menuntut perusahaan untuk menerapkan keamanan berbasis zero-trust dan transparansi dalam pengelolaan data.

Seiring dengan semakin luasnya adopsi kecerdasan buatan (AI) dalam dunia bisnis dan pemerintahan, kekhawatiran tentang privasi data semakin meningkat. Studi Understanding Asia dari Ipsos mengungkap bahwa 70% konsumen di Asia Pasifik khawatir dengan bagaimana perusahaan mengelola informasi pribadi mereka. Di Singapura, angka ini bahkan mencapai 81%.

Kekhawatiran ini semakin diperkuat dengan munculnya agen AI, sistem berbasis kecerdasan buatan yang mampu bekerja secara otonom tanpa campur tangan manusia. Teknologi ini sudah diterapkan di berbagai sektor, dari keuangan hingga layanan publik, dengan tujuan meningkatkan efisiensi dan akurasi dalam pengambilan keputusan. Namun, ketergantungan agen AI pada data dalam jumlah besar memunculkan risiko besar terkait privasi dan keamanan informasi pribadi.

Efisiensi atau ancaman?

Menurut Sherlie Karnidta, Country Manager Cloudera Indonesia, agen AI kini menjadi teknologi andalan di banyak industri. Di sektor keuangan, agen AI digunakan untuk menganalisis tren pasar secara real-time, menguraikan sinyal trading, serta menyesuaikan strategi dan mitigasi risiko tanpa intervensi manusia.

Di sektor publik, agen AI dimanfaatkan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti mempercepat evaluasi kelayakan bantuan sosial dan menyediakan layanan kependudukan yang lebih personal.

Namun, penggunaan agen AI yang luas ini juga menimbulkan dilema. “Semakin banyak agen AI digunakan di sektor-sektor kritis seperti layanan kesehatan dan keuangan, semakin tinggi pula risiko terhadap keamanan data pribadi masyarakat,” ujar Sherlie.

Sebagai respons atas meningkatnya kekhawatiran publik, banyak pemerintah mulai menerapkan regulasi ketat terkait pengelolaan data pribadi. Indonesia, misalnya, telah merilis panduan etika penggunaan AI guna memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan dampak sosial.

Pemerintah di berbagai negara juga memperkuat regulasi terkait kedaulatan data. Tantangannya, sistem AI kerap membutuhkan akses ke data lintas negara agar dapat beroperasi secara efektif. Hal ini membuat kepatuhan terhadap aturan perlindungan data semakin kompleks bagi perusahaan yang beroperasi secara global.

Sherlie menekankan pentingnya adopsi arsitektur keamanan berbasis zero-trust, sebuah sistem yang tidak memberikan kepercayaan otomatis kepada pengguna atau sistem mana pun. “Perusahaan harus bisa mengidentifikasi dengan jelas di mana data pelanggan berada, menerapkan kontrol ketat, serta memastikan adanya audit yang transparan,” katanya.

Perlindungan data harus menjadi prioritas

Kepercayaan konsumen terhadap perusahaan sangat bergantung pada bagaimana data mereka dikelola dan dilindungi. Untuk itu, ada beberapa langkah krusial yang harus diambil perusahaan:

  1. Enkripsi dan tokenisasi data. Seluruh data harus dilindungi dengan sistem enkripsi yang kuat untuk mencegah akses ilegal.
  2. Privasi by design. Prinsip ini memastikan bahwa aspek privasi sudah dipertimbangkan sejak tahap awal pengembangan produk dan layanan AI.
  3. Transparansi dalam penggunaan data. Perusahaan harus memberikan informasi yang jelas kepada konsumen tentang bagaimana data mereka dikumpulkan, digunakan, dan disimpan.

Selain itu, penting bagi perusahaan untuk menerapkan mekanisme penghapusan atau anonimisasi data yang tidak lagi digunakan, guna memenuhi regulasi yang berlaku dan menghindari penyalahgunaan informasi.

Kepercayaan di era digital

Saat ini, trust but verify harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan data. Konsumen semakin sadar akan hak mereka terhadap informasi pribadi, dan perusahaan yang gagal menjaga transparansi berisiko kehilangan kepercayaan serta menghadapi sanksi hukum.

Peringatan Data Privacy Day 2025 menjadi pengingat penting bahwa membangun kepercayaan dan menjaga transparansi bukan sekadar opsi, melainkan kebutuhan utama dalam era agen AI. Keberlanjutan inovasi teknologi hanya bisa dicapai dengan keseimbangan antara efisiensi dan tanggung jawab, memastikan bahwa kemajuan AI tidak mengorbankan privasi individu. ■

Comments are closed.