
Pasar saham Indonesia mengalami guncangan besar setelah IHSG anjlok 5% dalam sehari, memicu trading halt dan kekhawatiran investor. CEO FINETIKS, Cameron Goh, menegaskan bahwa volatilitas pasar adalah bagian dari investasi dan menekankan pentingnya strategi jangka panjang serta diversifikasi aset untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi. Dalam kondisi seperti ini, keputusan investasi harus berbasis analisis matang, bukan kepanikan sesaat.
Fokus utama:
- Anjloknya IHSG hingga 5% dalam satu sesi memicu kepanikan dan trading halt. Faktor utama penyebab gejolak ini meliputi tekanan ekonomi global, ketegangan geopolitik, dan pola investasi yang belum matang di kalangan investor ritel.
- CEO FINETIKS, Cameron Goh, menekankan pentingnya diversifikasi portofolio, manajemen risiko, dan fokus pada investasi jangka panjang agar investor tidak terjebak dalam keputusan impulsif akibat volatilitas pasar.
- Bagi investor yang ingin menghindari risiko tinggi di pasar saham, FINETIKS menawarkan produk tabungan dengan bunga hingga 6,25% per tahun sebagai opsi investasi yang lebih aman dan fleksibel.
Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mengalami turbulensi. Sehari setelah indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 5% dalam satu sesi, pasar masih dibayangi ketidakpastian. Indeks ditutup di level 6.146,91, turun tajam 325,03 poin, memicu pertanyaan besar soal stabilitas ekonomi dan arah pergerakan pasar ke depan.
Fluktuasi tajam ini memicu trading halt, mekanisme penghentian perdagangan sementara yang bertujuan menghindari kepanikan massal di kalangan investor. Namun, dampaknya tetap terasa. Banyak investor bingung harus bertahan atau keluar dari pasar.
Menurut Cameron Goh, CEO & Founder FINETIKS, volatilitas seperti ini bukanlah hal baru dalam dunia investasi. “Penurunan tajam memang mengkhawatirkan, tetapi bukan berarti pasar akan terus merosot. Investasi itu perjalanan jangka panjang. Yang penting adalah memahami risiko dan tidak mengambil keputusan berdasarkan kepanikan,” ujarnya.
Menurut dia ada tiga faktor penyebab pasar bergejolak
Pertama, tekanan ekonomi global dan domestik. Melemahnya nilai tukar Rupiah, pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di berbagai sektor, serta meningkatnya tarif impor akibat perang dagang global memperburuk sentimen pasar. Investor mulai kehilangan kepercayaan, menarik dana mereka dari saham dan mencari aset yang lebih stabil.
Kedua, ketegangan geopolitik. Krisis geopolitik di Timur Tengah serta ketidakpastian kebijakan suku bunga AS oleh The Fed menambah tekanan bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Ketidakpastian ini mendorong pelaku pasar untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi.
Ketiga, pola investasi yang belum matang. Banyak investor ritel masih tergoda spekulasi jangka pendek tanpa strategi yang jelas. Lonjakan harga saham di beberapa sektor sebelum koreksi tajam kemarin menjadi bukti bahwa pasar masih rentan terhadap perilaku emosional.
Cameron menegaskan, di saat pasar penuh gejolak, yang terpenting adalah tetap memiliki strategi investasi yang jelas.
“Jangan hanya bergantung pada saham. Seimbangkan investasi dengan emas, obligasi, atau tabungan berimbal hasil tinggi yang lebih stabil,” ujar Cameron. Strategi ini penting untuk meminimalkan risiko saat pasar saham berfluktuasi tajam.
Menurutnya, setiap investor harus mengetahui sejauh mana toleransi mereka terhadap risiko. “Kejar keuntungan tinggi tanpa memahami potensi kerugian bisa menjadi bencana,” tegasnya. Menetapkan stop loss dan tetap disiplin dalam strategi investasi adalah kunci menghadapi ketidakpastian.
Alih-alih panik, Cameron menyarankan agar investor melihat peluang dalam koreksi pasar. “Kalau tujuan investasi Anda masih bertahun-tahun ke depan, ini bisa menjadi momen tepat untuk membeli saham berkualitas dengan harga lebih rendah,” katanya.
Bagi investor yang ingin menghindari risiko volatilitas pasar, FINETIKS menawarkan produk tabungan dengan bunga hingga 6,25% per tahun, yang diklaim sebagai solusi aman dan fleksibel bagi mereka yang mencari stabilitas finansial tanpa harus menghadapi ketidakpastian pasar saham.
Meski demikian, Cameron tetap mengingatkan bahwa dalam kondisi ekonomi yang tidak menentu, keputusan investasi harus didasarkan pada perencanaan yang matang, bukan emosi sesaat. ■