
Bank Negara Malaysia (BNM) menjatuhkan denda hampir RM5 juta [Rp17,2 miliar] kepada empat lembaga perbankan terkemuka atas pelanggaran serius terhadap aturan layanan keuangan, terutama terkait kewajiban uji tuntas pelanggan dan pelaporan data kredit. Kasus ini menyoroti lemahnya pemahaman dan pengawasan internal perbankan dalam menangkal risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta ketidakakuratan data yang dapat merugikan nasabah dan sistem keuangan nasional.
Fokus utama:
- Pelanggaran kepatuhan oleh empat bank besar Malaysia dan dampaknya pada integritas sistem keuangan.
- Kewajiban identifikasi pemilik manfaat (beneficial ownership) sebagai upaya pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
- Pentingnya pelaporan data yang akurat dalam sistem kredit nasional untuk menjamin penilaian kredit yang adil.
Bank Negara Malaysia (BNM) mengambil langkah tegas dengan menjatuhkan denda sebesar hampir RM5 juta kepada empat bank besar atas pelanggaran aturan layanan keuangan. Sanksi ini merupakan hasil audit dan pemeriksaan menyeluruh yang mengungkapkan ketidaksesuaian dalam proses pengawasan internal, terutama terkait kewajiban uji tuntas pelanggan dan pelaporan data kredit.
HSBC dan anak usahanya, HSBC Islamic, menjadi yang terbesar terkena denda dengan total RM3,26 juta, sementara unit syariah Maybank, Maybank Islamic Bhd, dikenakan denda RM1,2 juta. Bank Pembangunan Malaysia Bhd juga menerima sanksi sebesar RM493.500. Semua denda telah dibayar antara Maret dan April 2025.
BNM menegaskan bahwa HSBC gagal memenuhi standar uji tuntas pelanggan, terutama dalam mengidentifikasi pemilik manfaat (beneficial ownership). “Pemeriksaan lapangan mengungkapkan kurangnya pemahaman mengenai persyaratan identifikasi pemilik manfaat,” kata BNM.
Identifikasi pemilik manfaat sangat penting untuk menilai risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme, sekaligus mencegah penyalahgunaan kendaraan korporasi untuk menyembunyikan aset ilegal di balik kedok bisnis resmi.
Selain itu, HSBC juga ditemukan lalai dalam penerapan proses penyaringan sanksi, yang diakibatkan oleh kesalahan staf, fungsi kontrol yang tidak efektif, dan keterbatasan sistem teknologi. Temuan serupa juga dialami Bank Pembangunan, yang memiliki kelemahan pada pemahaman staf terkait kepemilikan manfaat dan proses penyaringan sanksi, sehingga gagal melakukan penyaringan dengan tepat waktu.
Maybank Islamic Bhd dikenai denda karena pelanggaran aturan pelaporan data ke Sistem Informasi Rujukan Kredit Terpusat (Central Credit Reference Information System/CCRIS). Bank ini terlambat dan tidak lengkap dalam melaporkan informasi kredit tiga nasabah, yang berimbas negatif pada catatan kredit mereka.
BNM mengingatkan bahwa pelaporan yang tepat dan akurat ke CCRIS sangat penting untuk memastikan evaluasi kredit yang adil bagi peminjam potensial. Ketidakakuratan data dapat menyebabkan ketidakadilan dan risiko kredit bagi seluruh sistem perbankan nasional.
Penerapan regulasi keuangan yang ketat merupakan bagian dari upaya global untuk meningkatkan transparansi dan integritas sektor keuangan. Menurut laporan Global Financial Integrity (2023), ketidakpatuhan terhadap regulasi anti pencucian uang (AML) dan counter-terrorism financing (CTF) berpotensi mengancam stabilitas sistem keuangan dan merugikan perekonomian nasional.
Data Otoritas Jasa Keuangan Malaysia (2024) menunjukkan bahwa kepatuhan terhadap standar uji tuntas pelanggan di perbankan domestik mencapai 92%, namun terdapat kesenjangan implementasi di beberapa institusi yang perlu mendapat perhatian serius.
BNM dalam pernyataannya menegaskan bahwa lembaga keuangan harus meningkatkan pelatihan staf dan sistem teknologi untuk memastikan kepatuhan yang konsisten, serta memperkuat mekanisme pengawasan internal.
Sementara itu, perwakilan salah satu bank yang didenda menyatakan bahwa mereka telah mengambil langkah korektif dan berkomitmen untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pelaporan mereka secara berkelanjutan. Mereka juga menggarisbawahi kompleksitas regulasi yang terus berkembang dan tantangan dalam implementasinya di lapangan.
Namun, pengamat industri keuangan menilai bahwa kasus ini menjadi peringatan penting bagi seluruh industri agar tidak menganggap remeh kepatuhan regulasi, apalagi di era digital dan globalisasi yang menuntut transparansi lebih tinggi. ■
Digionary:
- Beneficial ownership (kepemilikan manfaat): Identifikasi pihak yang sebenarnya mengendalikan atau memiliki manfaat ekonomi dari suatu entitas atau aset, penting untuk mencegah penyalahgunaan dalam pencucian uang.
- Uji tuntas pelanggan (customer due diligence): Proses verifikasi identitas dan latar belakang nasabah oleh bank untuk menilai risiko dan mencegah kegiatan ilegal seperti pencucian uang.
- Sanctions screening: Proses pengecekan nasabah terhadap daftar individu atau entitas yang dikenai larangan transaksi oleh otoritas internasional atau nasional.
- CCRIS (Central Credit Reference Information System): Sistem informasi kredit terpusat di Malaysia yang mencatat data kredit peminjam untuk membantu penilaian kelayakan kredit oleh lembaga keuangan.