OJK akan awasi ketat influencer saham, regulasi baru segera diterapkan

- 10 Maret 2025 - 15:50

Fenomena influencer saham yang semakin marak di media sosial kini menjadi perhatian serius Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan pengaruh besar terhadap keputusan investasi publik, OJK berencana menerbitkan regulasi baru untuk mengawasi aktivitas para influencer yang seringkali memberikan rekomendasi tanpa dasar analisis yang kuat. Kebijakan ini diharapkan dapat melindungi investor, terutama generasi muda, dari keputusan investasi yang berisiko.


Fokus utama:

  1. OJK tengah menyiapkan aturan pengawasan terhadap influencer saham guna meningkatkan perlindungan investor dari informasi menyesatkan.
  2. Banyak investor pemula terpengaruh promosi saham di media sosial tanpa memahami fundamental perusahaan.
  3. Bos BCA dan BRI menyoroti praktik influencer saham yang sering kali membesar-besarkan isu tanpa dasar analisis yang kuat.

Maraknya influencer saham yang memberikan rekomendasi investasi tanpa analisis mendalam semakin meresahkan dunia keuangan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini tengah menyiapkan regulasi khusus untuk mengawasi aktivitas mereka di media sosial.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (KE PEPK) OJK, Friderica Widyasari Dewi, menegaskan bahwa peran influencer saham perlu ditata agar tidak menyesatkan investor, terutama anak muda yang kerap menjadikan media sosial sebagai sumber utama informasi keuangan.

“Mengingat besarnya pengaruh yang dimiliki oleh influencer di media sosial terhadap keputusan finansial publik, tanpa mengurangi potensi influencer dalam melebarkan jangkauan edukasi kepada masyarakat,” ujar Friderica dalam pernyataannya baru-baru ini.

Fenomena ini bermula dari tren investasi saham yang semakin populer di kalangan generasi muda. Banyak investor pemula yang tertarik berinvestasi setelah melihat promosi saham di platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube. Namun, tak sedikit dari mereka yang terjebak dalam hype tanpa memahami fundamental perusahaan yang mereka beli sahamnya.

OJK menemukan bahwa ada influencer yang tidak hanya memberikan rekomendasi, tetapi juga mengelola dana investasi tanpa izin resmi. Ini berpotensi melanggar hukum dan menimbulkan risiko besar bagi investor.

Menurut data OJK, jumlah investor pasar modal di Indonesia telah meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, dengan mayoritasnya berasal dari generasi muda. Per Desember 2024, jumlah investor saham telah mencapai lebih dari 12 juta investor, naik hampir 200% dalam lima tahun terakhir.

Namun, peningkatan jumlah investor ini tidak selalu diiringi dengan peningkatan literasi keuangan. Riset dari OJK menunjukkan bahwa hanya 38% investor retail yang benar-benar memahami risiko investasi saham, sementara sisanya cenderung mengikuti tren tanpa analisis mendalam.

Keberadaan influencer saham juga mendapat kritik dari kalangan perbankan. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja, menilai bahwa banyak influencer yang terlalu mudah mempromosikan saham tertentu tanpa memperhatikan kualitas fundamentalnya.

“Anda harus dalami dulu fundamental, kalau bagus Anda boleh melakukan promosi. Kalau tidak, ya tolong jangan. Anda bisa menyesatkan banyak orang,” tegas Jahja.

Senada dengan Jahja, Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), Sunarso, juga menyoroti banyaknya influencer yang menyebarkan ketakutan terkait saham perbankan. “Ketakutan tentang saham BRI yang diciptakan oleh para YouTuber sering kali tidak berdasar. Itu bisa kita counter dengan fundamental BBRI yang sangat solid,” ujar Sunarso.

Kritik ini menyoroti fakta bahwa banyak konten yang viral di media sosial lebih berorientasi pada clickbait dan sensasi, bukan analisis yang berbasis data dan fakta.

Menanggapi kekhawatiran ini, OJK sedang merancang aturan yang lebih ketat untuk mengawasi influencer saham. Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan memastikan bahwa edukasi keuangan yang diberikan di media sosial benar-benar bermanfaat bagi investor.

Menurut Friderica, regulasi ini akan mencakup beberapa aspek, seperti:

  • Persyaratan kompetensi: Influencer yang memberikan rekomendasi saham harus memiliki pemahaman yang cukup dan bisa mempertanggungjawabkan analisanya.
  • Pengawasan izin ssaha: Influencer yang mengelola dana investasi harus memiliki izin resmi dari OJK.
  • Etika promosi: Influencer dilarang memberikan informasi menyesatkan atau sekadar mengejar tren demi keuntungan pribadi.

OJK juga akan bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) serta platform media sosial untuk menindak influencer yang melanggar aturan.

Regulasi baru ini diharapkan bisa melindungi investor retail dari praktik yang merugikan. Dengan pengawasan yang lebih ketat, OJK ingin memastikan bahwa edukasi keuangan yang berkembang di media sosial benar-benar bermanfaat dan tidak sekadar menjadi ajang promosi tanpa dasar yang kuat.

Investor, terutama generasi muda, juga diimbau untuk lebih kritis dalam menyaring informasi investasi yang mereka terima. Sebelum membeli saham berdasarkan rekomendasi influencer, pastikan untuk melakukan riset mendalam agar tidak terjebak dalam investasi yang berisiko tinggi. ■

Comments are closed.