
Bank Indonesia (BI) memperkuat dukungannya terhadap program pemerintah dalam penyediaan 3 juta rumah melalui kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM). Dengan insentif ini, bank didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit ke sektor perumahan rakyat, real estate, dan konstruksi—komponen kunci dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja.
■ Insentif KLM dari BI mencapai Rp295 triliun hingga pertengahan Januari 2025, meningkat signifikan dari Rp259 triliun pada Oktober 2024.
■ Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) menerima porsi terbesar insentif ini, diikuti oleh Bank BUMN, BPD, dan kantor cabang bank asing (KCBA).
■ Kebijakan ini diarahkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, mendukung UMKM, dan mempercepat pembangunan ekonomi hijau.
Dalam langkah besar untuk mendukung sektor perumahan nasional, Bank Indonesia menegaskan komitmennya terhadap program pemerintah yang bertujuan menyediakan 3 juta rumah bagi masyarakat.
Deputi Gubernur BI, Juda Agung, menyatakan bahwa kebijakan KLM memberikan insentif likuiditas kepada bank yang menyalurkan kredit di sektor prioritas, seperti perumahan rakyat, real estate, dan konstruksi.
“Sebenarnya ini pernah kami sampaikan… insentif itu sudah digunakan hampir seluruhnya untuk penyaluran kredit di sektor perumahan,” jelas Juda dalam Rapat Dewan Gubernur Januari 2025, pekan ini.
Hingga minggu kedua Januari 2025, insentif yang telah disalurkan mencapai Rp295 triliun, meningkat Rp36 triliun dibanding akhir Oktober 2024. Insentif ini akan terus diperkuat sebagai bagian dari dukungan Bank Indonesia terhadap kebijakan strategis pemerintah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa distribusi insentif KLM menjangkau berbagai kelompok perbankan. BUSN menerima porsi terbesar senilai Rp130,6 triliun, diikuti Bank BUMN sebesar Rp129,1 triliun. Bank Pembangunan Daerah (BPD) mendapatkan Rp29,9 triliun, sementara KCBA memperoleh Rp5 triliun.
Perry menegaskan, “Insentif ini diarahkan untuk mendorong kredit atau pembiayaan di sektor-sektor strategis, termasuk pertanian, perdagangan, manufaktur, pariwisata, ekonomi kreatif, dan ekonomi hijau.”
Insentif ini juga diharapkan mempercepat penciptaan lapangan kerja, sekaligus mendukung pertumbuhan UMKM dan ultra mikro. BI mengintegrasikan program ini dalam rencana strategis yang lebih luas, termasuk mendukung transisi menuju ekonomi rendah karbon.
Kebijakan ini tak hanya sekadar mendukung pembangunan rumah, tetapi juga menjadi bagian dari solusi ekonomi yang lebih besar. Penelitian dari Universitas Indonesia menyebutkan, sektor hilirisasi—seperti yang didukung oleh KLM—dapat menjadi kunci dalam mengoptimalkan ekonomi Indonesia menuju visi 2045. Peningkatan produktivitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan menjadi tujuan utama.
Namun, tantangan tetap ada. Konsorsium asuransi untuk proyek-proyek besar seperti 3 juta rumah menghadapi risiko keuangan yang signifikan. Pengamat ekonomi menilai, stabilitas sektor keuangan dan partisipasi aktif lembaga keuangan non-bank sangat diperlukan.
“Detail kebijakan tambahan akan kami sampaikan,” ujar Juda Agung, menekankan bahwa langkah ini merupakan bagian dari visi Bank Indonesia untuk mendukung agenda pembangunan jangka panjang. ■