Daya beli lesu, Bank Mega Syariah justru catat lonjakan pembiayaan konsumer 37,3%

- 18 Juni 2025 - 13:48

Bank Mega Syariah mencatat kenaikan signifikan dalam penyaluran pembiayaan konsumer sebesar 37,3% per Mei 2025 meski daya beli masyarakat melemah dan pertumbuhan kredit konsumsi nasional melambat. Strategi penguatan produk pembiayaan tanpa agunan untuk nasabah payroll dan fokus pada KPR serta pembiayaan multiguna menjadi kunci pencapaian ini. Namun, tren perlambatan kredit konsumsi yang juga tercermin di data Bank Indonesia memperingatkan tantangan berkelanjutan di sektor pembiayaan konsumer.


Fokus utama:

  1. Bank Mega Syariah berhasil meningkatkan penyaluran pembiayaan konsumer 37,3% meski daya beli menurun.
  2. Pembiayaan tanpa agunan Flexi Mitra untuk payroll dan KPR mendominasi portofolio pembiayaan konsumer Bank Mega Syariah.
  3. Data Bank Indonesia menunjukkan perlambatan pertumbuhan kredit konsumsi nasional, mengindikasikan tantangan pasar yang lebih luas.

Di tengah tekanan pelemahan daya beli masyarakat yang menekan pertumbuhan kredit konsumsi nasional, Bank Mega Syariah justru menunjukkan performa bertolak belakang. Per Mei 2025, bank ini berhasil menyalurkan pembiayaan konsumer Rp482 miliar, melonjak 37,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Keberhasilan ini didukung inovasi produk pembiayaan tanpa agunan untuk nasabah payroll dan fokus pada kredit pemilikan rumah (KPR) serta pembiayaan multiguna. Namun, data Bank Indonesia mengingatkan bahwa pasar kredit konsumsi secara keseluruhan sedang menghadapi tantangan perlambatan.

PT Bank Mega Syariah mengungkapkan capaian positif pada penyaluran pembiayaan konsumer di tengah kondisi ekonomi yang menekan daya beli masyarakat. Head Consumer Financing Business Division, Raksa Jatnika Budi, menyampaikan bahwa meski pertumbuhan kredit konsumsi nasional melambat, Bank Mega Syariah berhasil menyalurkan pembiayaan konsumer sebesar Rp482 miliar hingga Mei 2025, tumbuh 37,3% dibandingkan periode sama tahun lalu.

“Dalam situasi daya beli masyarakat yang menurun, inovasi digital semakin penting untuk memperluas jangkauan layanan dan meningkatkan kenyamanan nasabah,” jelas Raksa dalam keterangan resmi, Senin (16/6).

Bank Mega Syariah memperkuat produk pembiayaan konsumer dengan menempatkan fokus pada pembiayaan tanpa agunan (KTA) yang ditujukan bagi nasabah payroll melalui produk Flexi Mitra. Produk ini menyumbang 16,44% dari total portofolio konsumer. Selain itu, pembiayaan pemilikan rumah dan pembiayaan multiguna menjadi andalan lain, dengan total penyaluran mencapai Rp284 miliar atau lebih dari 58% dari total pembiayaan konsumer.

Menurut Raksa, pembiayaan rumah subsidi menyumbang 9,6% dan pembiayaan kendaraan bermotor serta pembiayaan haji khusus mencapai 7,9%. Produk-produk ini menjadi pilar utama yang menopang pertumbuhan positif di tengah ketidakpastian pasar.

Data Bank Indonesia memperlihatkan gambaran yang berbeda secara makro. Pertumbuhan kredit konsumsi nasional per April 2025 tercatat 8,9% (YoY), turun dari 9,2% pada bulan sebelumnya dan merupakan level terendah sejak awal tahun. Perlambatan ini terjadi pada semua jenis kredit konsumsi utama: kredit kendaraan bermotor (KKB), kredit pemilikan rumah (KPR), dan kredit multiguna.

Rinciannya, pertumbuhan KKB melambat menjadi 4,3% (YoY) dari 6% sebelumnya dengan nilai kredit Rp143,7 triliun. KPR juga melemah menjadi 8,5% dari 8,9% dengan total Rp806,9 triliun. Sementara kredit multiguna bertumbuh 9,6% dengan nilai Rp1.287,7 triliun, sedikit turun dari 9,7% di bulan sebelumnya.

Pelambatan kredit konsumsi ini menjadi cerminan ketatnya daya beli dan kewaspadaan perbankan terhadap risiko pembiayaan di tengah situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi dan tekanan inflasi global.

Dalam konteks ini, strategi Bank Mega Syariah yang memanfaatkan inovasi digital dan fokus pada segmen payroll serta produk yang lebih aman seperti KPR dan multiguna, menjadi contoh bagaimana bank syariah dapat bertahan dan berkembang.

Pengamat ekonomi menyebutkan bahwa tren ini menandai pergeseran preferensi dan kebutuhan nasabah yang makin kritis dalam memilih produk pembiayaan, menuntut lembaga keuangan untuk terus berinovasi dan menyesuaikan diri dengan kondisi pasar yang dinamis.

Menurut survei OJK pada kuartal I 2025, pembiayaan konsumer secara nasional memang menghadapi perlambatan akibat kenaikan suku bunga acuan dan ketidakpastian ekonomi global. Namun, penetrasi layanan digital dan kemudahan akses pembiayaan di sektor formal menjadi peluang bagi perbankan syariah yang semakin diminati oleh masyarakat urban.

Sementara itu, risiko kredit macet di segmen konsumer juga perlu diwaspadai. Data BI menunjukkan bahwa Non-Performing Loan (NPL) sektor konsumsi stabil di kisaran 2,5%, namun tetap menjadi perhatian utama perbankan dalam menyeimbangkan pertumbuhan dengan kualitas kredit.

Bank Mega Syariah, dengan fokus pada payroll dan produk berbasis syariah, diyakini memiliki risiko yang relatif lebih terkendali dibandingkan pembiayaan konsumtif konvensional yang lebih rentan terhadap default. ■


Digionary:

● Pembiayaan Konsumer: Kredit atau pembiayaan yang diberikan bank kepada individu untuk keperluan konsumsi seperti pembelian rumah, kendaraan, atau kebutuhan pribadi.
● Daya Beli: Kemampuan masyarakat dalam membeli barang atau jasa yang dipengaruhi oleh pendapatan dan harga barang.
● Pembiayaan Tanpa Agunan (KTA): Kredit yang diberikan tanpa memerlukan jaminan barang atau aset.
● Payroll: Sistem penggajian di mana nasabah menerima gaji secara langsung melalui bank.
● KPR (Kredit Pemilikan Rumah): Kredit yang diberikan untuk pembelian atau pembangunan rumah.
● Pembiayaan Multiguna: Kredit yang bisa digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti renovasi rumah, pendidikan, atau konsumsi lainnya.
● Non-Performing Loan (NPL): Rasio kredit macet yang tidak dibayar sesuai jadwal.

Comments are closed.