
Dalam satu tahun terakhir, Indonesia mencatat penutupan ribuan kantor cabang bank, terutama Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bank swasta nasional, sebagai dampak transformasi digital di sektor perbankan. Sementara kantor fisik menyusut, transaksi perbankan digital lewat mobile banking dan internet banking terus melonjak signifikan, mencerminkan pergeseran drastis pola layanan keuangan di era digital.
Fokus utama:
- Penutupan kantor bank secara besar-besaran: Ribuan kantor cabang bank swasta nasional dan BPD tutup dalam satu tahun terakhir.
- Lonjakan transaksi digital: Transaksi mobile dan internet banking serta QRIS tumbuh sangat pesat, menandai digitalisasi perbankan semakin masif.
- Dinamika perbankan berdasarkan modal inti: Semua kelas bank dari jumbo hingga kecil mengalami pengurangan kantor fisik, menunjukkan tren efisiensi dan pergeseran ke layanan digital.
Transformasi digital di sektor perbankan Indonesia kian nyata dalam setahun terakhir. Data terbaru Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan penutupan lebih dari 3.200 kantor cabang bank secara nasional sejak Maret 2024 hingga Maret 2025. Penyusutan ini terutama terjadi pada Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan bank swasta nasional, seiring tumbuhnya transaksi digital yang terus meroket, menandai pergeseran besar dalam layanan keuangan Indonesia.
Menurut Statistik Perbankan Indonesia OJK per Maret 2025, jumlah kantor bank umum menurun drastis menjadi 21.035 unit, dari 24.243 unit pada periode sama tahun sebelumnya. Bank swasta nasional mencatat pengurangan terbesar, menutup 1.455 kantor, dari 7.789 menjadi 6.334 unit. Bank BPD menyusut 606 kantor dari 4.044 menjadi 3.438 unit. Sedangkan kantor bank asing tetap stabil di angka 19 unit.
Penurunan juga tercatat pada kantor bank milik negara (bank persero), yang meski tak disebutkan secara rinci, diperkirakan turun 1.147 unit menjadi 11.244 kantor. Dari sisi klasifikasi berdasarkan modal inti bank (KBMI), kelompok bank jumbo (KBMI 4) menyusut 1.194 kantor menjadi 11.720 unit, sementara bank menengah (KBMI 3) dan kecil (KBMI 1 dan 2) juga mengalami penurunan serupa.
Meski jumlah kantor fisik berkurang, pertumbuhan transaksi digital justru sangat signifikan. Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa pada April 2025, transaksi pembayaran digital melalui aplikasi mobile banking dan internet banking mencapai 3,79 miliar transaksi, tumbuh 31,5% secara tahunan. Transaksi mobile banking naik 33,14%, sedangkan internet banking naik 8,65%. Transaksi melalui Quick Response Indonesian Standard (QRIS) melonjak 154,86% dari tahun sebelumnya, didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant.
Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan, “Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital pada April 2025 tetap tumbuh lantaran keberadaan sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal.”
Penurunan kantor cabang ini bukan hanya tren lokal, tapi bagian dari fenomena global yang juga dialami bank-bank besar di berbagai negara akibat kemajuan teknologi finansial (fintech) dan perubahan perilaku nasabah. Menurut laporan McKinsey & Company (2024), global banking branch closures meningkat rata-rata 5-10% per tahun, seiring digitalisasi layanan.
Namun, pengurangan kantor cabang membawa tantangan tersendiri, terutama untuk nasabah di daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) yang masih bergantung pada layanan tatap muka. Oleh karena itu, perbankan dituntut menyeimbangkan efisiensi dengan inklusi keuangan.
Data OJK memperlihatkan bahwa meski kantor fisik berkurang, perbankan di Indonesia semakin kuat dalam digitalisasi. Ini didukung oleh penetrasi smartphone yang sudah mencapai lebih dari 70% dari total populasi (data We Are Social 2025), serta semakin meluasnya infrastruktur internet dan penggunaan QRIS sebagai metode pembayaran resmi.
Transformasi perbankan di Indonesia tengah berada pada persimpangan penting: menutup banyak kantor fisik demi efisiensi sekaligus menghadirkan layanan digital yang makin cepat dan luas. Namun, dibutuhkan kebijakan inklusif agar seluruh lapisan masyarakat bisa menikmati kemudahan ini tanpa terpinggirkan, terutama masyarakat di wilayah 3T. Perbankan pun perlu terus berinovasi menjaga keamanan dan keandalan sistem pembayaran digital agar kepercayaan nasabah tetap terjaga. ■
Digionary:
● KBMI (Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti): Klasifikasi bank di Indonesia berdasarkan besaran modal inti yang dimiliki, dari KBMI 1 (modal kecil) hingga KBMI 4 (bank jumbo).
● Mobile Banking: Layanan perbankan yang dapat diakses melalui aplikasi di smartphone.
●,Internet Banking: Layanan perbankan yang dapat diakses melalui browser internet.
● QRIS (Quick Response Indonesian Standard): Standar pembayaran QR code nasional yang memudahkan transaksi digital antar bank dan merchant.
● Inklusi Keuangan: Upaya memastikan seluruh lapisan masyarakat mendapat akses layanan keuangan yang memadai.
● 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal): Wilayah-wilayah di Indonesia yang sulit dijangkau dan kurang berkembang.