
Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah 2025 dari 11–13% menjadi 8–11% akibat tekanan ekonomi global yang turut memengaruhi sektor keuangan syariah. Meskipun pertumbuhannya melambat, BI tetap memperkuat program pengembangan ekonomi syariah nasional melalui tiga strategi utama: penguatan ekosistem produk halal, pendalaman pasar keuangan syariah, dan kampanye gaya hidup halal.
Fokus utama:
- Revisi target pembiayaan syariah akibat tekanan ekonomi global
- Strategi Bank Indonesia dalam memperkuat ekosistem ekonomi syariah
- Tren pertumbuhan pembiayaan dan kontribusi sektor syariah di Indonesia
Bank Indonesia (BI) merevisi ke bawah target pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah nasional pada tahun 2025 menjadi hanya 8–11%. Padahal sebelumnya, bank sentral menargetkan pertumbuhan pembiayaan syariah di kisaran 11–13%. Penyesuaian ini dilakukan seiring tekanan ekonomi global yang masih membayangi dan berpotensi memperlambat ekspansi sektor keuangan, termasuk sektor syariah.
“Secara umum, dampak global ini tidak membedakan antara keuangan syariah dan konvensional. Keduanya terdampak. Namun, yang mungkin penting untuk dilihat adalah bagaimana kita bisa menggerakkan pembiayaan agar tetap tumbuh,” kata Imam Hartono, Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI, di Jakarta, Rabu (4/6).
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan bahwa hingga April 2025, pembiayaan yang disalurkan perbankan syariah tercatat mencapai Rp653,44 triliun, tumbuh sebesar 8,87% secara tahunan (year-on-year). Sementara itu, piutang pembiayaan syariah naik 8,03% dan kontribusi asuransi syariah tumbuh 8,04% pada periode yang sama. Sebagai pembanding, pada tahun 2024 pertumbuhan pembiayaan syariah mencapai 9,87%.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor syariah mulai merasakan dampak perlambatan ekonomi global yang sebelumnya hanya tampak di sektor konvensional. Volatilitas global, tren suku bunga tinggi di negara maju, serta ketidakpastian geopolitik menjadi faktor utama yang memengaruhi kehati-hatian pelaku perbankan dalam ekspansi pembiayaan.
Di sisi lain, pemerintah dan BI terus memperkuat dukungan terhadap keuangan sosial syariah. Salah satunya melalui instrumen Cash Waqf Linked Sukuk Ritel (CWLS) yang hingga saat ini telah menghimpun dana mencapai Rp1,16 triliun dan mengalami tren kenaikan.
“Pengembangan ekonomi keuangan syariah sebagai sumber baru pertumbuhan ekonomi terus diperkuat dengan menjalankan kolaborasi bersama setiap kolega terkait,” ujar Imam. Ia menekankan bahwa peran sektor syariah kian strategis dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Untuk menjawab tantangan dan memperkuat kinerja sektor ini, BI menyiapkan tiga program strategis dalam peta jalan pengembangan ekonomi syariah nasional tahun 2025.
Pertama, penguatan ekosistem produk halal, termasuk kelembagaan, kapasitas, dan infrastruktur pelaku usaha syariah. Langkah ini penting agar produk halal Indonesia bisa bersaing di pasar global yang nilainya diperkirakan mencapai US$3 triliun pada 2026, menurut laporan State of the Global Islamic Economy.
Kedua, pendalaman pasar keuangan syariah, termasuk pengembangan pasar uang syariah yang lebih likuid dan atraktif bagi investor institusi maupun ritel. OJK sendiri sebelumnya menyebut bahwa aset keuangan syariah Indonesia per akhir 2024 telah mencapai Rp2.450 triliun, dengan pangsa 10,9% terhadap total aset industri keuangan nasional.
Ketiga, penguatan literasi dan kampanye gaya hidup halal melalui strategi komunikasi yang lebih efektif. Langkah ini sejalan dengan survei BI 2023 yang menyebutkan bahwa tingkat literasi keuangan syariah masyarakat Indonesia baru mencapai 23,3%, jauh di bawah literasi keuangan umum yang berada di angka 49,6%.
“BI terus mendukung pengembangan eksyar nasional ini di mana eksyar menjadi salah satu kebijakan pendukung untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan,” tutur Imam.
Sinyal dari BI ini juga menjadi cerminan perlunya adaptasi cepat di tengah gejolak global yang tidak hanya berdampak pada keuangan konvensional, tetapi juga terhadap sektor yang selama ini dianggap lebih resilien seperti syariah. Tugas ke depan bukan hanya menjaga stabilitas pertumbuhan, tetapi juga memperluas inklusi dan mendorong sektor syariah menjadi motor ekonomi baru. ■
Digionary:
● Pembiayaan Syariah: Kredit atau pinjaman berdasarkan prinsip syariah Islam, tanpa bunga dan menggunakan skema akad seperti murabahah, ijarah, atau musyarakah.
● Bank Indonesia (BI): Bank sentral Republik Indonesia yang bertugas menjaga stabilitas nilai rupiah dan sistem keuangan nasional.
● Cash Waqf Linked Sukuk (CWLS): Instrumen investasi syariah yang menghimpun dana wakaf tunai untuk pembiayaan proyek pemerintah dengan skema sukuk.
● Pasar Uang Syariah: Instrumen pasar keuangan jangka pendek berbasis prinsip syariah untuk kebutuhan likuiditas lembaga keuangan.
● Produk Halal: Produk yang sesuai dengan hukum Islam, tidak mengandung zat haram dan diproses dengan cara yang sesuai syariat.
● Literasi Keuangan Syariah: Tingkat pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan berbasis syariah.
●,Gaya Hidup Halal: Pola hidup sehari-hari yang sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip Islam, mencakup makanan, pakaian, transaksi keuangan, dan lainnya.
●,OJK (Otoritas Jasa Keuangan): Lembaga negara yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia.
● Eksyar: Singkatan dari Ekonomi dan Keuangan Syariah.
● Instrumen Keuangan Sosial Syariah: Produk keuangan syariah berbasis filantropi seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
● Sukuk: Surat berharga syariah sebagai alternatif obligasi dalam sistem keuangan Islam.
●,Volatilitas Global: Ketidakstabilan kondisi ekonomi global yang berdampak pada pasar keuangan.
●,Ekonomi Inklusif: Model ekonomi yang mendorong partisipasi semua kelompok masyarakat, termasuk kelompok rentan dan berpendapatan rendah.
● PDB Syariah: Produk domestik bruto yang dihitung berdasarkan kontribusi sektor ekonomi syariah.