Laba UOB Indonesia meroket 87%, kredit tumbuh tajam meski DPK menyusut

- 4 Mei 2025 - 05:52

PT Bank UOB Indonesia membukukan lonjakan laba bersih sebesar 87,54% pada kuartal I/2025 menjadi Rp303,56 miliar, ditopang oleh penurunan tajam beban pencadangan serta pertumbuhan kredit yang agresif. Di sisi lain, meski dana pihak ketiga (DPK) terkoreksi, efisiensi operasional membaik dan rasio kredit bermasalah menurun, menandai kinerja yang semakin solid di tengah ketidakpastian ekonomi global.


Fokus utama:

  1. Lonjakan laba UOB Indonesia hingga hampir dua kali lipat pada kuartal I/2025
  2. Perbaikan kualitas aset dan efisiensi operasional sebagai kunci pertumbuhan
  3. Penurunan dana pihak ketiga sebagai tantangan di tengah performa kredit yang meningkat

PT Bank UOB Indonesia mencatat kinerja cemerlang pada kuartal I/2025 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp303,56 miliar, melonjak 87,54% dibanding periode sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp161,86 miliar.

Lompatan signifikan ini tak lepas dari efisiensi manajemen risiko, di mana beban pencadangan atau impairment losses menurun tajam 42,33% secara tahunan menjadi Rp138,25 miliar, dari sebelumnya Rp239,73 miliar.

“Peningkatan laba ini mencerminkan keberhasilan kami dalam menjaga kualitas aset serta pengelolaan biaya secara disiplin,” ujar manajemen UOB Indonesia dalam pernyataan tertulis.

Pendapatan bunga bersih juga tercatat naik tipis sebesar 1,37% menjadi Rp1,41 triliun, memperkuat performa bank meski margin bunga bersih (net interest margin) sedikit terkoreksi dari 3,92% menjadi 3,8%.

Di sisi intermediasi, penyaluran kredit meningkat signifikan sebesar 18,5% secara tahunan menjadi Rp107,64 triliun dari sebelumnya Rp90,84 triliun. Pertumbuhan ini berada di atas rata-rata industri yang pada kuartal I/2025 diperkirakan tumbuh sekitar 10–12% (OJK, 2025).

Aset UOB Indonesia pun terkerek naik 3,89% secara tahunan menjadi Rp166,14 triliun. Yang menarik, kualitas aset mengalami perbaikan nyata: rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) bruto menurun menjadi 1,89% dari sebelumnya 2,48%, sementara NPL net turun dari 1,27% menjadi 1,07%.

Namun di tengah pencapaian tersebut, dana pihak ketiga (DPK) justru mengalami penurunan sebesar 1,87% YoY, dari Rp123,94 triliun menjadi Rp120,94 triliun. Penurunan terutama terjadi pada produk deposito yang anjlok 11,61% menjadi Rp51,42 triliun. Sebaliknya, giro dan tabungan menunjukkan pertumbuhan, masing-masing sebesar 12,41% (Rp32,40 triliun) dan 2,42% (Rp37,12 triliun).

Kondisi ini menunjukkan pergeseran preferensi nasabah dari instrumen simpanan berjangka ke likuiditas jangka pendek, seiring ketidakpastian arah suku bunga global dan tren digitalisasi perbankan.

Meski demikian, efisiensi operasional membaik, terlihat dari penurunan rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) dari 94,07% menjadi 87,17%. Imbasnya, rasio profitabilitas turut menguat: return on assets (ROA) mencapai 1,08%, dan return on equity (ROE) naik menjadi 7,4%.

UOB Indonesia juga telah menyatakan komitmennya untuk memperkuat penetrasi di sektor pembiayaan hijau dan digital banking. Tahun lalu, grup UOB menyalurkan pembiayaan berkelanjutan hingga US$58 miliar, dan Indonesia menjadi salah satu pasar prioritas.

Ke depan, tantangan tetap ada: pengetatan likuiditas global, persaingan perbankan digital, hingga dinamika geopolitik yang dapat memengaruhi aliran modal dan sentimen nasabah.

Namun, dengan fondasi yang semakin solid serta strategi pertumbuhan berbasis efisiensi dan digitalisasi, UOB Indonesia tampaknya siap menjaga momentum positifnya di tahun ini. ■

Comments are closed.