
Pemerintah menggulirkan insentif likuiditas hingga Rp80 triliun guna mempercepat program pembangunan 3 juta rumah. Bank swasta menyambut kebijakan ini dengan strategi ekspansi Kredit Pemilikan Rumah (KPR), meski tantangan pasar properti tetap mengintai.
Poin utama:
- BI menyiapkan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) bertahap hingga Rp80 triliun guna mendukung pembiayaan sektor perumahan.
- Bank Danamon dan BCA mengonfirmasi kesiapan mereka memperluas KPR sejalan dengan program pemerintah.
- Permintaan KPR masih tinggi, tetapi sektor properti menghadapi tantangan dari harga rumah yang terus meningkat.
Bank-bank swasta di Indonesia bersiap menyambut kebijakan insentif likuiditas dari pemerintah guna mempercepat pembangunan 3 juta rumah. Bank Indonesia (BI) mengumumkan akan menaikkan insentif kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) secara bertahap hingga Rp80 triliun.
Gubernur BI Perry Warjiyo, menyebut kebijakan ini bertujuan mempercepat penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan mengatasi backlog perumahan.
“Kami menyediakan KLM saat ini sebesar Rp23,19 triliun. Dari diskusi yang berlangsung, kami akan menaikkannya bertahap menjadi Rp80 triliun guna mendukung program perumahan ini,” ujar Perry dalam konferensi pers di Bank Indonesia, pekan ini.
Dukungan terhadap kebijakan ini datang dari bank swasta seperti PT Bank Danamon Indonesia Tbk. (BDMN) dan PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA).
Ivan Jaya, Consumer Funding & Wealth Business Head Bank Danamon, menegaskan bahwa pihaknya siap mengoptimalkan program KPR. “Ini menjadi strategi kami untuk tumbuh bersama dan sekaligus mendukung program pemerintah,” ujar Ivan.
Menurutnya, bisnis KPR di Danamon mencatatkan pertumbuhan lebih dari 20% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada 2024, dengan proyeksi pertumbuhan 15% yoy pada 2025.
Sementara itu, EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa BCA juga melihat kebijakan ini sebagai peluang untuk memperluas pembiayaan perumahan. “Penyaluran KPR BCA tumbuh 11,2% yoy menjadi Rp135,5 triliun per Desember 2024. Kami optimistis tren ini akan berlanjut,” katanya.
Meski insentif likuiditas digulirkan, pasar properti Indonesia masih menghadapi tantangan. Harga rumah terus meningkat, dengan rata-rata pembiayaan rumah di kisaran Rp1 miliar hingga Rp1,5 miliar.
Selain itu, tren penjualan properti mulai bergeser ke pasar sekunder. “Kami melihat peningkatan transaksi rumah second dibandingkan properti dari developer. Ini yang sedang kami dorong,” tambah Ivan Jaya dari Danamon.
Di sisi lain, faktor suku bunga, daya beli masyarakat, serta kesiapan infrastruktur dan perizinan juga menjadi faktor krusial dalam keberhasilan program ini.
Kebijakan insentif likuiditas ini diharapkan dapat mempercepat pencapaian target pembangunan 3 juta rumah, yang menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan dukungan bank swasta dan langkah strategis dari regulator, sektor properti Indonesia berpotensi mengalami pertumbuhan signifikan dalam beberapa tahun ke depan. ■