
Sejak mulai beroperasi pada 22 November 2024, Indonesia Anti Scam Centre (IASC) telah menerima 42.257 laporan terkait penipuan keuangan hingga 9 Februari 2025. Total kerugian yang dilaporkan mencapai Rp700,2 miliar, dengan 19.980 rekening telah diblokir untuk mencegah kerugian lebih lanjut. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan akan terus meningkatkan kapasitas IASC untuk mempercepat penanganan kasus.
Poin utama:
- Sejak beroperasi, IASC telah menerima 42.257 laporan penipuan keuangan dengan total kerugian mencapai Rp700,2 miliar. Sebanyak 70.390 rekening terkait penipuan dilaporkan, dengan 19.980 rekening (28%) telah diblokir untuk mengamankan dana korban.
- IASC dibentuk oleh OJK bersama Satgas PASTI dan didukung oleh industri keuangan guna mempercepat penanganan laporan penipuan. Upaya yang dilakukan meliputi pemblokiran rekening, identifikasi pelaku, serta pengembalian dana yang masih bisa diselamatkan.
- Dengan maraknya penipuan keuangan, IASC diharapkan semakin efektif dalam menangani kasus serta meningkatkan literasi keuangan masyarakat agar lebih waspada terhadap modus kejahatan digital.
Jumlah kasus penipuan di sektor keuangan terus meningkat. Sejak resmi beroperasi pada 22 November 2024, Indonesia Anti Scam Centre (IASC) telah menerima 42.257 laporan hingga 9 Februari 2025. Total nilai kerugian yang dialami korban mencapai Rp700,2 miliar, dengan sebagian dana berhasil diblokir guna mencegah kehilangan lebih lanjut.
“Jumlah dana korban yang telah diblokir mencapai Rp106,8 miliar,” ujar Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, dalam acara Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025, Rabu (12/2).
IASC, yang merupakan inisiatif OJK bersama berbagai otoritas dan industri keuangan di bawah Satgas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI), bertujuan untuk mempercepat koordinasi dalam menangani laporan penipuan. Salah satu langkah utama yang dilakukan adalah menunda transaksi dan memblokir rekening yang terindikasi terlibat dalam skema penipuan.
Tren penipuan digital
Fenomena ini mencerminkan tren peningkatan kejahatan siber di sektor keuangan. Modus operandi penipu semakin canggih, mulai dari investasi bodong, phishing, hingga social engineering yang memanfaatkan kelengahan korban. Bank Indonesia (BI) dalam laporannya pada 2024 mencatat bahwa kejahatan keuangan digital meningkat 34% dibanding tahun sebelumnya.
Kasus penipuan yang kerap terjadi melibatkan skema pinjaman online ilegal, akun media sosial palsu yang mengatasnamakan lembaga resmi, serta rekayasa sosial untuk memperoleh data pribadi nasabah. Para pelaku sering kali memanfaatkan kurangnya literasi digital masyarakat untuk melancarkan aksinya.
Keberadaan IASC dinilai penting dalam menghadapi maraknya penipuan di sektor keuangan. Selain menangani laporan dan pemblokiran rekening, IASC juga berperan dalam mengembalikan dana korban yang masih bisa diselamatkan.
Namun, tantangan yang dihadapi tidak ringan. Sistem perbankan yang kompleks dan banyaknya modus baru yang terus berkembang membuat pemberantasan penipuan ini membutuhkan kolaborasi erat antara otoritas, perbankan, serta masyarakat.
Dalam upaya pencegahan, OJK dan perbankan juga semakin gencar mengedukasi masyarakat agar lebih waspada terhadap skema penipuan digital. Kampanye keamanan siber, penyuluhan literasi keuangan, serta peningkatan sistem keamanan transaksi menjadi bagian dari langkah preventif yang terus didorong.
Ke depan, IASC diharapkan semakin optimal dalam menangani kasus serta meningkatkan kesadaran masyarakat agar tidak mudah terjebak dalam skema penipuan. ■