Bank of America: Industri barang mewah terjebak dalam estetika ‘quiet luxury’

- 24 Januari 2025 - 09:53

Tren “quiet luxury” yang menonjolkan desain minimalis tanpa logo kini menjadi tantangan besar bagi industri barang mewah. Bank of America (BofA) menilai tren ini membuka pintu bagi produk tiruan yang lebih murah, menurunkan eksklusivitas merek, dan mengurangi minat konsumen. Dalam laporan terbarunya, BofA merekomendasikan agar merek-merek mewah kembali pada kreativitas dan desain mencolok untuk mempertahankan daya tarik dan pangsa pasar.


  1. Tren ‘quiet luxury’ melemahkan eksklusivitas: Estetika minimalis memudahkan tiruan dan mengundang persaingan dari merek massal serta pemain niche.
  2. Hermès tetap unggul: Fokus pada desain klasik membantu Hermès bertahan dan bahkan tumbuh di tengah tren ini.
  3. Rekomendasi BofA: Merek mewah harus kembali mengutamakan kreativitas, desain mencolok, dan logo untuk mempertahankan daya saing.

Selegram Grace Tahir dalam videonya di banyak platform media sosial seringkali mengungkapkan bahwa orang-orang kaya zaman dulu senang dengan barang yang ‘quit luxury’, bermerek tapi mereknya tidak muncul di produk secara mencolok dan minim logo. Nggak seperti OKB alias ‘orang kaya baru’, orang-orang kaya zaman dulu suka dengan merek seperti Brioni, Lora Piana, Kiton, Brunello Cucinelli atau Ralph Lauren. Namun ternyata tren ‘old money’ ini merugikan industri barang mewah.

Ketika Hermès berhasil mencetak pendapatan hingga €11,2 miliar (US$12,1 miliar) dalam sembilan bulan pertama 2024, banyak merek mewah lainnya justru terpuruk akibat stagnasi pasar. Penyebabnya? Tren “quiet luxury,” gaya yang mengedepankan kesederhanaan dan minim logo.

Menurut Bank of America dalam laporannya terbaru pekan ini, tren ini, yang populer dengan estetika “old money,” telah merugikan banyak pemain besar di industri barang mewah. “Quiet luxury” menciptakan hambatan masuk yang lebih rendah, sehingga produk serupa dari merek-merek massal seperti COS atau Uniqlo menjadi kompetitor serius.

“‘Quiet luxury’ masih tren, tetapi ini membuka jalan bagi tiruan dan pemain niche seperti The Row dan Khaite yang semakin merebut pangsa pasar,” ungkap Ashley Wallace, analis utama dari BofA, dalam laporannya pekan lalu.

Desain minimalis adalah ancaman besar

Laporan ini menyoroti bahwa kesederhanaan estetika “quiet luxury,” seperti kombinasi sweater kasmir beige dengan celana abu-abu lebar, memudahkan konsumen mendapatkan produk serupa dengan harga jauh lebih murah. Akibatnya, merek-merek seperti Gucci dan Louis Vuitton mulai kehilangan eksklusivitasnya.

Bahkan, Kering — induk merek Gucci, YSL, dan Balenciaga — mencatat penurunan saham hingga 40% sepanjang 2024. Sementara itu, LVMH, yang menaungi Louis Vuitton, Christian Dior, dan Burberry, melaporkan penurunan penjualan sebesar 3% pada kuartal ketiga tahun yang sama.

Tren ini juga dipengaruhi oleh penurunan belanja dari konsumen aspiratif, yaitu kelompok pembeli yang meningkatkan konsumsi barang mewah pasca-pandemi namun kini kembali mengerem pengeluaran mereka.

Meski tren ini merugikan banyak merek, Hermès menjadi pengecualian. Dengan tetap fokus pada desain klasik berkualitas tinggi, Hermès mampu memanfaatkan estetika minimalis “quiet luxury” tanpa kehilangan daya tarik. Pendapatan mereka meningkat 14% dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, keberhasilan Hermès hanyalah satu anomali di tengah tahun penuh tantangan bagi industri barang mewah. Bagi sebagian besar merek besar, tren ini justru mengundang persaingan dari pemain-pemain niche seperti Khaite dan Loro Piana yang mengusung estetika serupa namun dengan pendekatan yang lebih segar dan inovatif.

Rekomendasi BofA

Laporan BofA merekomendasikan agar merek-merek mewah meninggalkan pendekatan minimalis dan kembali fokus pada kreativitas, logo yang kuat, dan desain mencolok. “Untuk membangun kembali hambatan masuk yang lebih kuat, logo dan konten fesyen adalah elemen penting,” tulis Wallace dalam laporannya.

Selain itu, BofA juga menyoroti pentingnya inovasi dalam menjaga relevansi di pasar global yang semakin kompetitif. Dengan menonjolkan keunikan desain, merek-merek besar dapat mempertegas identitas mereka dan menarik kembali konsumen kelas atas.

Disebutkan juga dalam laporan itu, pasar Tiongkok, yang sebelumnya menjadi salah satu pendorong utama pertumbuhan barang mewah, kini menunjukkan tanda-tanda melemah. Konsumen di negara ini telah beralih dari gaya berlogo mencolok ke estetika “quiet luxury” yang lebih sederhana sejak 2023.

Namun, melemahnya kepercayaan konsumen di Tiongkok akibat perlambatan ekonomi menjadi faktor lain yang memukul penjualan merek-merek besar seperti Gucci dan Louis Vuitton. ■

Comments are closed.